Partai
Golkar Perbaiki Permohonan 131 Perkara
Jakarta, 26 Mei 2014 – Mahkamah
Konstitusi akan menggelar sidang pleno kedua perkara nomor 03-05/PHPU-DPR-DPRD/XII/2014 dengan
agenda mendengarkan Perbaikan Permohonan pada Senin (26/5) pukul
08.30WIB di ruang sidang Pleno MK. Perkara ini diajukan oleh Partai Golongan Karya (Golkar) dengan
pokok permohonan menggugat Keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Nomor 411/Kpts/KPU/2014 tentang Penetapan Hasil Pemilihan
Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah Provinsi, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota
Secara Nasional Dalam Pemilihan Umum Tahun 2014 yang dikeluarkan oleh KPU pada
Jumat (9/5) lalu.
Dalam sidang pemeriksaan pendahuluan yang juga diselenggarakan secara pleno bersama partai
lain penggugat ketetapan yang sama, Jumat
(23/5), Majelis Hakim Konstitusi mengonfirmasi mengenai tidak adanya tanda tangan kuasa hukum dalam permohonan
Partai Golkar. Samsul Huda selaku
perwakilan kuasa hukum menjelaskan tanda tangan kuasa hukum sebenarnya sudah
ada, namun, pada malam terakhir pendaftaran permohonan, bundel berkas-berkas
permohonan, memang lupa dilengkapi dengan lembar tanda tangan kuasa hukum di
halaman terakhir. Namun, Samsul memastikan sudah memberikan lembar tanda tangan
susulan ke petugas. Menanggapi
adanya berbagai kekurangan dalam permohonan Partai Golkar, Samsul memastikan
akan merapikan permohonan sesuai dengan sistematika permohonan Pemilu
Legislatif 2014 yang sudah diatur dalam PMK No. 1 Tahun 2014.
Dalam permohonanya, Partai Golkar
menggugat hasil Pemilu di 26 Provinsi
dengan total jumlah perkara yang diregistrasi sebanyak 131 perkara. Dari
seluruh perkara tersebut, 10 perkara terkait dengan perolehan suara
partai di tingkat DPR dan 16 perkara terkait dengan perseorangan calon anggota DPR. Sementara
itu, 10 perkara terkait dengan perolehan suara partai di tingkat DPRD
Provinsi, serta 15 perkara terkait dengan perseorangan
calon anggota DPRD
Provinsi. Selain itu,
Partai Golkar juga mendaftarkan 41 kasus yang terkait dengan perolehan suara partai di tingkat DPRD Kabupaten/Kota dan 39 kasus perkara terkait dengan perseorangan calon anggota DPRD Kabupaten/Kota. Dari keseluruhan kasus tersebut, Papua
merupakan provinsi yang paling banyak dipersoalkan oleh Partai Golkar. Tercatat
sebanyak 38 kasus didaftarkan oleh Partai Golkar untuk disengketakan ke MK.
Lebih lanjut, Golkar menganggap telah terjadi berbagai pelanggaran dan
kecurangan dalam Penyelenggaraan Pemilu lalu, khususnya pada wilayah-wilayah
yang digugat dinilai sarat dengan kecurangan dan pelanggaran sehingga merugikan
perolehan suara Partai Golkar. Pelanggaran itu antara lain berupa penggelembungan
suara partai lain oleh penyelenggara Pemilu, kekeliruan penyelenggara
Pemilu dalam melakukan rekapitulasi perolehan suara sah.
Berdasarkan dalil-dalil tersebut, Partai Golkar meminta Mahkamah untuk
menyatakan batal dan tidak mengikat terhadap Keputusan KPU Nomor
411/Kpts/KPU/2014 tentang Penetapan Hasil Pemilihan Umum Anggota Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Provinsi, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota Secara Nasional
Dalam Pemilihan Umum Tahun 2014 khususnya pada daerah-daerah pemilihan yang
dimohonkan. (Yusti Nurul Agustin/Fitri Yuliana)
Tentang Mahkamah
Konstitusi
Mahkamah Konstitusi
adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman yang dibentuk berdasarkan Pasal
24C Undang-Undang Dasar 1945 perubahan ketiga. Pembentukannya dikukuhkan dalam Undang-Undang Nomor
24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana Telah Diubah dengan
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 24
Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi.
Mahkamah Konstitusi
berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat
final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus
sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh
Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik, dan memutus
perselisihan tentang hasil pemilihan umum, serta wajib memberikan putusan atas
pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden
dan/atau Wakil Presiden menurut Undang-Undang Dasar.
Untuk informasi lebih
lanjut, silakan menghubungi Humas Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia.
Telepon/faks: 081-210-17-130, pin bb: 2AFB9FF2
Data dan berkas permohonan dapat diunduh
di: www.mahkamahkonstitusi.go.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar