Rabu, 21 Mei 2014

Diskriminasi Sumpah Advokat

Konsideran huruf c Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat (UU Advokat) menyebutkan advokat sebagai profesi yang bebas, mandiri, dan bertanggung jawab dalam menegakkan hukum, perlu dijamin dan dilindungi oleh undang-undang demi terselenggaranya upaya penegakan supremasi hukum. Untuk secara bertanggungjawab, maka advokat harus disumpah terlebih dulu. Adapun sumpah advokat dilakukan dalam sidang terbuka Pengadilan Tinggi (PT).
UU Advokat menentukan sumpah advokat dijalankan dalam sidang terbuka PT, dengan menugaskan Panitera PT untuk mengirimkan salinan berita acara sumpah kepada Mahkamah Agung (MA), Menteri dan Organisasi Advokat. Ketentuan ini menunjukkan bahwa acara sumpah advokat melibatkan kewenangan PT. Dalam hal ini, ternyata MA memerintahkan agar PT di seluruh Indonesia hanya menyelenggarakan sidang sumpah kepada advokat anggota Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI). MA tidak memperbolehkan PT menyumpah advokat selain anggota PERADI. Padahal, organisasi advokat di Indonesia bukan hanya PERADI.
Hal tersebut tentu merupakan bentuk diskriminasi yang sangat merugikan para advokat yang bukan anggota PERADI. Menghadapi kenyataan tersebut, seorang advokat bernama Ismet, mengadu ke MK. Warga Jl. Sutorejo Tengah, Surabaya ini menyampaikan surat permohonan ke MK bertanggal 27 Maret 2014. Kepaniteraan Mahkamah meregistrasi permohonan Ismet dengan Nomor 40/PUU-XII/2014.
Ismet dalam surat permohonannya mengujikan Pasal 4 ayat (1) dan (3) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat (Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4288) (untuk selanjutnya disingkat UU Advokat) terhadap UUD 1945.
Pasal 4 ayat (1) UU Advokat menyatakan, “Sebelum menjalankan profesinya, Advokat wajib bersumpah menurut agamanya atau berjanji dengan sungguh-sungguh di sidang terbuka Pengadilan Tinggi di wilayah domisili hukumnya.” Selanjutnya Pasal 4 ayat (2) UU Advokat menentukan rumusan sumpah advokat. Pasal 4 ayat (3) UU Advokat menyebutkan, “Salinan berita acara sumpah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) oleh Panitera Pengadilan Tinggi yang bersangkutan dikirimkan kepada Mahkamah Agung, Menteri, dan Organisasi Advokat.” Tampaklah bahwa Pasal 4 ayat (3) UU Advokat tersebut sebagai kelanjutan teknis akibat ketentuan Pasal 4 ayat (1) UU Advokat tersebut.
Dalam permohonan tersebut, Ismet memaparkan kesulitan yang dialaminya dalam menjalani profesi sebagai advokat untuk beracara di dalam sidang pengadilan. Hal ini disebabkan Ketua MA mengeluarkan Surat Nomor 089/KMA/VI/2010 yang memerintahkan Ketua Pengadilan Tinggi se-Indonesia untuk mengambil sumpah calon advokat yang diusulkan PERADI. Pengadilan Tinggi tidak bersedia menyelenggarakan sumpah advokat untuk advokat yang bukan anggota PERADI.
Ismet berkisah seputar karirnya sebagai advokat. Selepas lulus dari Universitas Surabaya dengan menyandang gelar sarjana hukum, Ismet memutuskan bekerja di bidang hukum. Ismet mengawali karir sebagai advokat dengan bersama para advokat alumni Universitas Surabaya. Di sela-sela kesibukan, Ismet juga melanjutkan studi magister hukum di Universitas Airlangga Surabaya hingga meraih gelar Magister Hukum. Baru pada 2004, Ismet bersama Subagyo mendirikan kantor hukum IS & Partners, yang selanjutnya diubah menjadi Ismet, Subagyo & Partners.
Untuk melengkapi persyaratan sebagai advokat, pada 2005 Ismet mengikuti ujian advokat di PERADI. Namun muncul isu kecurangan dalam penyelenggaraan Ujian Advokat oleh PERADI. Ismet bersama-sama dengan para peserta ujian lainnya bereaksi dengan melakukan protes ke kantor pusat PERADI di Jakarta. Konflik tersebut berlanjut dengan sengketa di Pengadilan.
Ismet tidak turut menjadi penggugat kepada PERADI yang diduga melakukan kecurangan. Dia masih berusaha mengikuti ujian advokat PERADI. Namun, dia dinyatakan gagal dalam ujian. Dia menganggap kegagalan dalam ujian merupakan implikasi dari aksi Ismet mengorganisir “perlawanan” kepada PERADI.
Selanjutnya Ismet hijrah dengan bergabung menjadi anggota Kongres Advokat Indonesia (KAI). Dia mengukuti ujian advokat yang diselenggarakan KAI dan berhasil lulus. Berbekal bukti telah bekerja bersama-sama dengan advokat Subagyo sejak tahun 2004, Ismet mengajukan kepada KAI agar disumpah sebagai advokat.
Namun KAI hanya dapat menyelenggarakan sumpah advokat bekerjasama dengan Rohaniwan. MA melarang PT menyelenggarakan sumpah advokat yang bukan anggota PERADI. Ketua MA melalui surat Nomor 089/KMA/VI/2010 memerintahkan Ketua Pengadilan Tinggi se-Indonesia untuk mengambil sumpah calon advokat yang diusulkan PERADI. Akibatnya, berita acara sumpah Pemohon pada umumnya tidak diakui para hakim karena terbentur ketentuan Pasal 4 ayat (1) UU Advokat yang menentukan sumpah advokat dilaksanakan dalam sidang terbuka di Pengadilan Tinggi.
Ketua MA pernah menegaskan bahwa tidak ada diskriminasi terhadap advokat dari organisasi advokat manapun. Melalui surat tertanggal 23 Maret 2011 Nomor 052/KMA/HK 01/III/2011 Ketua Mahkamah Agung menjelaskan tidak mendiskriminasi advokat, atau membolehkan advokat dari organisasi advokat mana saja boleh beracara di muka pengadilan. Namun tetap saja PT tidak bersedia melakukan sidang sumpah terbuka untuk advokat anggota KAI. Akibatnya, advokat anggota KAI ditolak untuk beracara di muka sidang pengadilan, karena berita acara sumpah KAI yang tidak diselenggarakan oleh PT.

Pembangkangan Hukum
Upaya hukum seakan membentur tembok. Menggugat keputusan MA dan Ketua PT yang menolak melakukan sidang terbuka sumpah advokat untuk advokat selain anggota PERADI, merupakan upaya yang sia-sia. Sebab, jika keputusan tersebut digugat di Pengadilan Umum atau Pengadilan Tata Usaha Negara, puncak dari peradilan tersebut adalah Mahkamah Agung, sehingga peradilan semacam itu akan melanggar asas hakim dilarang mengadili perkaranya sendiri.

Bahkan Putusan MK Nomor 101/PUU-VII/2009 yang telah mewajibkan agar PT melakukan sidang terbuka sumpah advokat kepada advokat dari organisasi advokat apa saja, bukan hanya PERADI, ternyata tidak dipatuhi MA dan PT. Hal ini menunjukkan bahwa selain telah terjadi pembangkangan hukum oleh MA, juga membuktikan pelanggaran asas kemandirian advokat. Para advokat diikat oleh ketentuan Pasal 4 ayat (1) UU Advokat yang dalam praktiknya atau ditafsirkan secara merampas kemandirian advokat, sehingga asas kemandirian advokat berdasarkan UU Advokat telah dilanggar dengan menggunakan dasar Pasal 4 ayat (1) UU Advokat.

Nur Rosihin Ana
Catatan Perkara Majalah Konstitusi Edisi Mei 2014 (hal 50). klik di sini 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More