Harmoni...

Jakarta, September 2010

Harmoni...

Jakarta, Desember 2010

Belahan jiwa

......

...Belahan jiwa...

......

ceria...

Jakarta, 8 Januari 2012

Nora Uzhma Naghata

Bogor, 24 Februari 2011

Nora Uzhma Naghata

Generasi masa depan negara, bangsa dan agama

Najuba Uzuma Akasyata

Generasi masa depan negara, bangsa dan agama

Nora Uzhma Naghata dan Najuba Uzuma Akasyata

Generasi masa depan negara, bangsa dan agama

Nora Uzhma Naghata dan Najuba Uzuma Akasyata

Generasi masa depan negara, bangsa dan agama

Najuba Uzuma Akasyata

Generasi masa depan negara, bangsa dan agama

Taman Safari Puncak

Bogor, 24 Februari 2011

Bandara Ahmad Yani

Semarang, 28 September 2011

Rileks

*********

Nur Rosihin Ana

Semarang, 19 Oktober 2010

Nur Rosihin Ana

mahkamah dusturiyyah, 18 Juli 2012

Nur Rosihin Ana

Hotel Yasmin, Puncak, Desember 2010

Nora Uzhma Naghata

Naghata

Nora Uzhma Naghata dan Najuba Uzuma Akasyata

Demak, 11 September 2011

Nur Rosihin Ana

Nagreg, Bandung 11 Juli 2011

Nora Uzhma Naghata, Sri Utami, Najuba Uzuma Akasyata, Nur Rosihin Ana

Sapa senja di Teluk Awur, Jepara 24 Agustus 2012

Sapa Senja Jepara

Teluk Awur, Jepara 24 Agustus 2012

...bebas, lepas...

Teluk Awur, Jepara 24 Agustus 2012

Kamis, 26 Juli 2012

Kwik Kian Gie: UU APBNP 2012 Bertentangan dengan Konstitusi

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2012 tentang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2011 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2012 (UU APBNP 2012) bertentangan dengan konstitusi. Sebab Pasal 7 ayat (1) UU APBNP 2012 antara lain mencantumkan bahwa subsidi BBM menjadi sebesar Rp. 137,4 triliun. Menurut Pemerintah dan DPR yang bersepakat mengesahkan UU APBNP 2012, subsidi ini akan membengkak bilamana harga harga rata-rata minyak mentah Indonesia (Indonesian Crude oil Price/ICP) di pasar internasional mencapai lebih dari 15% dari harga 105 USD per barel atau mencapai harga sebesar 120,75 USD per barel.
Oleh karena itu DPR mengizinkan Pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi atau bensin premium tanpa persetujuan DPR apabila harga ICP di pasar internasional mencapai 120,75 USD per barel. Pemerintah dan DPR sama sekali tidak pernah menyebutkan adanya pemasukan uang tunai dari BPH Migas sebesar Rp. 67,92 triliun dan pemasukan uang tunai dari penjualan migas sebesar Rp. 198,48 triliun. Kalau dua angka ini digabung, besarnya menjadi Rp. 308,10 triliun dan kalau angka ini dikurangi dengan angka subsidi sebesar Rp. 137,4 triliun, masih ada kelebihan uang tunai sebesar Rp. 128,83 triliun.
“Buat saya dan banyak orang, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2012 jelas bertentangan dengan konstitusi kita karena undang-undang tersebut menyatakan hal-hal yang sama sekali tidak benar. Ketidakbenaran dari apa yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2012 tercantum dalam penjelasan tentang undang-undang yang sama yang tidak dapat dipisahkan dari undang-undangnya sendiri. Di mana adanya pos pemasukan PPH sebesar Rp. 67,92 triliun dan adanya pos pemasukan dari penjualan migas sebesar Rp. 198,62 triliun.”
Pernyataan tersebut disampaikan Kwik Kian Gie saat didaulat sebagai ahli dalam persidangan uji formil dan materiil UU APBNP di Mahkamah Konstitusi, Kamis (26/7/2012) siang. Sidang kali kelima untuk gabungan perkara 42/PUU-X/2012, 43/PUU-X/2012, 45/PUU-X/2012, 46/PUU-X/2012 dan 58/PUU-X/2012 ihwal pengujian formil dan materiil UU APBN-P 2012 ini digelar untuk untuk mendengar keterangan saksi dan ahli. Selain Kwik Kian Gie, pemohon juga menghadirkan Aan Eko Widiarto, Ahmad Maftuhan.
Lebih lanjut Kwik Kian Gie mendalilkan inti Pasal 7 ayat (1) dan Pasal 7 ayat (6a) yang menyatakan Pemerintah boleh menaikkan harga BBM bersubsidi bilamana harga rata-rata ICP dalam kurun waktu berjalan mengalami kenaikan lebih dari 15% dari harga yang diasumsikan dalam APBNP 2012 yaitu 105 USD per barel. Menurutnya, dua pasal tersebut saling berkaitan. Dengan harga bensin premium yang berlaku sebesar Rp 4.500 per liter dan harga LPG tabung 3 Kg yang berlaku pada saat ini atas dasar harga ICP sebesar 105 USD per barel dalam pasar internasional yang ditentukan oleh Nymex, pemerintah mengeluarkan uang tunai dalam bentuk subsidi sebesar Rp. 123,6 triliun seperti yang tercantum dalam nota keuangan tahun 2012. Namun karena adanya perubahan dalam asumsi APBN, maka ditebitkan UU APBNP Tahun 2012 yang menjadikan besarnya apa yang dinamakan subsidi BBM menjadi Rp. 137,4 triliun.
“Entah disengaja atau tidak, dalam semua pernyataan dan keterangan resmi, Pemerintah dan DPR selalu hanya menyebut adanya angka subsidi sebesar Rp. 137,4 triliun, tetapi tidak pernah menyebut adanya angka pemasukan sebesar Rp. 67,92 triliun dari BPH MIGAS dan angka pemasukan sebesar Rp. 198,48 triliun sebagai hasil penjualan migas. Seluruh rakyat Indonesia diberikan gambaran adanya kekurangan uang sebesar Rp. 137,4 triliun, tanpa menyebut adanya pemasukan Rp. 67,92 triliun dan Rp198,48 triliun,” tandas Kwik di hadapan pleno hakim konstitusi Moh. Mahfud MD (ketua pleno), Achmad Sodiki, M. Akil Mochtar, Ahmad Fadlil Sumadi, Hamdan Zoelva, Muhammad Alim, dan Anwar Usman.
Sebagaimana diketahui, uji formil dan materiil UU APBNP 2012 ini diajukan ke Mahkamah Konstitusi oleh sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan warga masyarakat. Antara lain, Perhimpunan Magister Hukum Indonesia (PMHI), Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Federasi Serikat Buruh Indonesia (FSBI), Indonesian Human Rights Committe for Social Justice (IHCS), Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA), Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M), Eddy Wesley Parulian Sibarani, Masyur Maturidi, M. Fadhlan Hagabean Nasution, dll. (Nur Rosihin Ana)
readmore »»  

Asrun-Musaddar Bantah Lakukan Pelanggaran dalam Pilwali Kendari

Perselisihan hasil pemilihan umum kepala daerah (pemilukada) Kota Kendari kembali disidangkan di Mahkamah Konstitusi (MK), Kamis (26/7/2012) siang. Sidang kali kedua untuk perkara 53/PHPU.D-X/2012 yang diajukan oleh pasangan calon wali kota/wakil wali kota nomor urut 5 yaitu Tony Herbiansyah-Yani Kasim Marewa, dan perkara 53/PHPU.D-X/2012 yang diajukan pasangan calon nomor urut 1 yaitu La Ode Muh. Magribi-Rachman Siswanto Lantjinta, beragendakan mendengar jawaban KPU Kendari (termohon) dan keterangan pasangan Asrun-Musaddar (pihak terkait).
Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Kendari melalui kuasa hukumnya, Abdul Rahman di hadapan hakim konstitusi Achmad Sodiki (ketua panel), Ahmad Fadlil Sumadi dan Anwar Usman, menyatakan ketidaksiapan memberikan jawaban. KPU Kendari berdalih materi permohonan mengalami perubahan dan baru menerima hasil perubahan beberapa jam sebelum persidangan digelar. “Kami belum menyiapkan jawaban karena perubahan ini baru kami terima tadi jam 09.00 ada penambahan materi gugatan permohonan,” dalih Abdul Rahman seraya meminta waktu kepada Mahkamah untuk dapat memberikan jawaban secara tertulis.
Sementara itu, pasangan calon wali kota/wakil wali kota petahana, Asrun-Musaddar, melalui kuasa hukumnya, Safarulloh dalam keterangannya memersoalkan mengenai tenggang waktu pengajuan permohonan perselisihan hasil Pemilukada Kendari ke MK.  
“Artinya tenggang waktunya sudah telat begitu?” tanya Hakim Konstitusi Ahmad Fadlil Sumadi. “Ya sudah lewat 1 hari, yang mulia,” jawab Safarulloh.
Menurut Safarulloh, permohonan keberatan terhadap hasil Pemilukada Kendari diajukan ke MK pada 13 Juli 2012. Sedangkan berita acara rekapitulasi hasil penghitungan suara Pemilukada Kendari Nomor 53/kpts/KPU-Kota-027.433068/VII/2012 ditetapkan pada 9 Juli 2012. Kemudian mengenai objek perkara (objectum litis), yaitu Keputusan tertanggal 9 Juli 2012. Sementara yang dimohonkan adalah berita acara tertanggal 10 Juli 2012.
Selain itu, Safarulloh menganggap permohonan kabur karena uraian permohonan keberatan yang diajukan oleh pemohon hanya membangun suatu konstruksi berdasarkan asumsi-asumsi. Pemohon menyatakan pasangan Asrun-Musaddar telah melakukan kecurangan secara sistematis, terstruktur, dan masif. “Sementara tidak terurai di mana, oleh siapa, yang melakukan kecurangan-kecurangan tersebut,” terang Safarulloh.
Safarulloh membantah tudingan pemohon ihwal money politic, pemanfaatan birokrasi secara berjenjang, menggunakan fasilitas negara untuk kepentingan kampanye. “Pihak Terkait tidak menggunakan birokrasi secara berjenjang, baik dari gubernur hingga ke RT, apalagi melakukan money politics,” bantah Safarulloh.
Bantahan juga disampaikan Safarulloh terkait tudingan mobilisasi massa yang dialamatkan pemohon kepada pasangan Asrun-Musaddar.Justru sebelum dan ketika tahapan pemilukada berjalan, pihak terkait (Asrun-Musaddar) telah menginstruksikan kepada seluruh PNS yang ada di lingkup Kota Kendari untuk bersikap netral dalam pemilihan walikota dan wakil walikota Kendari tahun 2012,” tandas Safarulloh.
Setelah mengakhiri persidangan, ketua panel hakim konstitusi Achmad Sodiki menyatakan sidang akan dilanjutkan pada Senin 30 Juli 2012. Sodiki menyarankan pemohon, termohon dan pihak terkait agar mempersiapkan saksi-saksi yang akan memberikan keterangan dalam persidangan pada Senin pekan depan. (Nur Rosihin Ana)
readmore »»  

Rabu, 25 Juli 2012

Dalilkan Pelanggaran, Dua Pasangan Cawali Kendari Minta PSU

Dua pasangan calon walikota dan wakil walikota Kendari, Tony Herbiansyah-Yani Kasim Marewa (No. Urut 5), dan La Ode Muh. Magribi-H. Rachman Siswanto Lantjinta (No. Urut 1) memperkarakan hasil pemilihan umum kepala daerah (pemilukada) Kota Kendari yang digelar 7 Juli 2012 lalu ke Mahkamah Konstitusi (MK). Melalui kuasa hukum masing-masing, kedua pasangan sepakat menggabungkan perkara sengketa pemilukada karena adanya kesamaan dalam pokok permohonan (objectum litis).
“Adapun alasan penggabungan (perkara) kami antara lain karena objectum litis, pokok perkaranya sama,” kata Bambang Suroso, kuasa hukum pasangan Tony Herbiansyah-Yani Kasim Marewa di persidangan MK, Rabu (25/7/2012). Sidang pendahuluan untuk perkara 53/PHPU.D-X/2012 dan 54/PHPU.D-X/2012 ihwal perselisihan hasil Pemilukada Kota Kendari Tahun 2012, ini dilaksanakan oleh hakim konstitusi Achmad Sodiki (ketua panel), Ahmad Fadlil Sumadi dan Anwar Usman.
Kedua pasangan tersebut di atas, keberatan terhadap berita acara penetapan rekapitulasi hasil penghitungan suara Pemilukada Kendari Nomor 53/kpts/KPU-Kota-027.433068/VII/2012. Menurut Bambang, berita acara yang ditetapkan oleh KPU Kendari pada 10 Juli 2012 tersebut tidak ditandatangani oleh saksi dari pasangan calon nomor urut 1, 2, 4, dan 5.
Inti permasalahan (posita) yang mendasari keberatan para pemohon yaitu mengenai perbedaan hasil rekapitulasi suara hasil pemilukada antara yang ditetapkan oleh termohon (KPU Kendari) dengan Pemohon. “Terdapat kesalahan penghitungan hasil menurut Pemohon juga terdapat proses penyelenggaraan pemilukada dan proses rekapitulasi penghitungan suara yang mengandung cacat formil dan diwarnai berbagai pelanggaran serta kecurangan, baik oleh termohon selaku penyelenggara pemilukada, maupun oleh Pasangan calon nomor urut 3 yang oleh termohon ditetapkan sebagai peraih suara terbanyak dan sebagai calon terpilih,” beber Bambang Suroso.
Bambang juga mendalilkan pelaksanaan Pemilukada Kota Kendari berlangsung tidak jujur, tidak adil, serta penuh dengan praktik kecurangan, sehingga sangat memengaruhi perolehan suara bagi seluruh pasangan calon. Dalam kondisi seperti itu, pasangan Asrun-Musaddar (No. urut 3) merupakan  pihak yang diuntungkan, sebaliknya, kliennya sangat dirugikan oleh ketidakjujuran, ketidakadilan, dan tidak adanya kepastian hukum yang dilakukan KPU Kendari.
Lebih lanjut Bambang memaparkan terjadinya pelanggaran yang terstruktur, sistematis, dan masif di seluruh wilayah Kota Kendari. Pelanggaran-pelanggaran tersebut tidak berdiri sendiri, tetapi memiliki keterkaitan antara satu dengan yang lain. Adapun rincian jenis pelanggaran dan kecurangan yang dimaksud yaitu antara lain berupa keberpihakan KPU Kendari kepada pasangan calon tertentu dengan cara-cara merekayasa dan tidak membagikan daftar pemilih tetap (DPT) pasangan calon. “Bahkan terjadi persoalan DPT, di mana DPT diubah berulang-ulang tanpa ada satu bukti kepastian, yang mana DPT yang benar,” terang Bambang.
Pasangan Tony Herbiansyah-Yani Kasim Marewa dan pasangan La Ode Muh. Magribi-H. Rachman Siswanto Lantjinta dalam petitum memohon Mahkamah agar membatalkan berita acara hasil rekapitulasi yang ditetapkan oleh KPU Kendari. Selain itu, kedua pasangan juga meminta dilaksanakan pemungutan suara ulang (PSU). (Nur Rosihin Ana)
readmore »»  

PT Angkasaria Indahabadi Tarik Kembali Uji Materi UU Ketenagakerjaan dan UU Jamsostek

PT. Angkasaria Indahabadi menarik kembali permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Pasal 166)  dan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Pasal 12). Menanggapi hal tersebut, rapat pleno permusyawaratan hakim pada Selasa, 17 Juli 2012 lalu, menetapkan permohonan penarikan kembali permohonan dengan Nomor 61/PUUX/2012 beralasan menurut hukum, oleh karena itu penarikan kembali tersebut dapat dikabulkan.
Selanjutnya, Mahkamah Konstitusi pada Rabu (25/7/2012) menggelar sidang pengucapan ketetapan Nomor 61/PUU-X/2012. Mahkamah dalam ketetapannya menyatakan mengabulkan penarikan kembali permohonan uji materi UU Ketenagakerjaan dan UU Jamsostek.
“Mengabulkan penarikan kembali permohonan Pemohon,” kata ketua pleno hakim konstitusi Moh. Mahfud MD didampingi hakim konstitusi Achmad Sodiki, Maria Farida Indrati, M. Akil Mochtar, Ahmad Fadlil Sumadi, Anwar Usman, Muhammad Alim, dan Hamdan Zoelva.
Mahkamah juga menyatakan PT. Angkasaria Indahabadi di masa mendatang tidak dapat mengajukan kembali permohonan uji materi UU yang diujikan kali ini. “Pemohon tidak dapat mengajukan kembali permohonan pengujian Pasal 166 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Pasal 12 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial
Tenaga Kerja terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,” lanjut Mahfud MD.
Terakhir, Mahkamah memerintahkan kepada Panitera MK untuk menerbitkan
Akta Pembatalan Registrasi Permohonan dan mengembalikan berkas permohonan kepada PT. Angkasaria Indahabadi. (Nur Rosihin Ana)
readmore »»  

Selasa, 24 Juli 2012

Pemerintah: Fenomena Alam Penyebab Semburan Lumpur Sidoarjo

Semburan dan luapan lumpur di Sidoarjo, Jawa Timur, sebagai suatu bencana telah berdampak luas terhadap sendi-sendi kehidupan masyarakat di sekitarnya yang juga telah menimbulkan dampak sosial kemasyarakatan. Pemerintah memandang perlu untuk melakukan penanggulangan semburan lumpur dan penanganan luapan lumpur serta penanganan masalah sosial kemasyarakatan yang timbul dengan langkah-langkah penyelamatan penduduk di sekitar daerah bencana, menjaga infrastruktur dasar, dan penyelesaian masalah semburan lumpur dengan memperhitungkan resiko lingkungan terkecil serta memberikan bantuan kepada masyarakat yang kehilangan tempat tinggal. Oleh karena itu, terlepas dari apa yang menjadi penyebab terjadinya bencana semburan dan luapan lumpur Sidoarjo tersebut, Pemerintah berpendapat bahwa sesuai dengan amanat Pasal 23 ayat (1) UUD 1945, negara bertanggung jawab atas keselamatan, kesejahteraan, dan penghidupan yang layak bagi masyarakat yang terkena dampak dari semburan dan luapan lumpur Sidoarjo tersebut. “Di samping itu, dapat pemerintah sampaikan bahwa berdasarkan berbagai penelitian dan dua putusan pengadilan yang berkuatan hukum tetap telah dinyatakan pula bahwa penyebab dari semburan dan luapan lumpur Sidoarjo tidak terlepas dari adanya faktor fenomena alam.”
Demikian dikatakan Herry Purnomo, Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan, saat membacakan keterangan Pemerintah dalam persidangan Mahkamah Konstitusi, Selasa (24/7/2012) siang. Keterangan tersebut menanggapi permohonan pengujian Pasal 19 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2011 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2012 (UU APBN 2012) dan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2011 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2012 (UU APBNP 2012). Sidang perkara 53/PUU-X/2012 ihwal uji materi UU APBN dan APBNP 2012 ini diajukan oleh Letnan Jendral Mar. (Purn) Suharto, DR. H. Tjuk Kasturi Sukiadi, dan Ali Azhar Akbar.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, lanjut Herry Purnomo, Pemerintah berkeyakinan bahwa pengalokasian dana dalam APBN untuk penanggulangan lumpur Sidoarjo serta penyelamatan perekonomian dan kehidupan sosial kemasyarakatan di sekitar tanggul lumpur Sidoarjo sebagaimana yang ditetapkan dalam Pasal 19 UU APBN 2012 dan Pasal 18 UU APBNP 2012 telah sejalan dengan Pasal 23 ayat (1) UUD 1945. Selain itu, Pasal 28I ayat (4) UUD 1945 juga telah mengamanatkan bahwa perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama Pemerintah. Maka jelas bahwa negara terutama Pemerintah mempunyai kewajiban untuk berusaha secara sungguh-sungguh dan semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya untuk menjamin dan menyelenggarakan keselamatan, kesejahteraan, dan penghidupan yang layak bagi masyarakat yang terkena dampak bencana semburan dan luapan lumpur di Sidoarjo tersebut. “Sejalan dengan penjelasan pemerintah tersebut di atas, maka pemerintah berpendapat bahwa alasan pengujian yang dikemukakan oleh para Pemohon yang menyatakan bahwa penggunaan dana APBN sebagaimana yang ditetapkan dalam ketentuan Pasal 18 Undang-Undang APBNP Tahun 2012 dan Pasal 19 Undang-Undang APBN Tahun 2012 tidak digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat adalah tidak benar,” bantah Herry.
Badan penanggulangan lumpur Sidoarjo (BPLS), terang Herry, merupakan badan yang dibentuk oleh pemerintah yang bertugas untuk menangani upaya penanggulangan semburan lumpur, menangani luapan lumpur, serta menangani masalah sosial dan infrastruktur akibat luapan lumpur di Sidoarjo dengan memperhatikan resiko lingkungan yang terkecil. Untuk melaksanakan tugasnya tersebut, BPLS dibiayai dari APBN, di mana untuk tahun anggaran tahun 2012 ditetapkan sebesar Rp 1,5 triliun.
Sejalan dengan tujuan dibentuknya BPLS tersebut, maka untuk kelancaran upaya penanggulangan lumpur Sidoarjo diatur dalam ketentuan Pasal 18 UU APBNP 2012 yang menyatakan: “Untuk kelancaran upaya penanggulangan lumpur Sidoarjo, alokasi dana pada Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) Tahun Anggaran 2012, dapat digunakan untuk: a. pelunasan pembayaran pembelian tanah dan bangunan di luar peta area terdampak pada tiga desa (Desa Besuki, Desa Kedungcangkring, dan Desa Pejarakan); b. bantuan kontrak rumah, bantuan tunjangan hidup, biaya evakuasi dan pelunasan pembayaran pembelian tanah dan bangunan di luar peta area terdampak pada sembilan rukun tetangga di tiga kelurahan (Kelurahan Siring, Kelurahan Jatirejo, dan Kelurahan Mindi); c. bantuan kontrak rumah, bantuan tunjangan hidup, biaya evakuasi dan pembayaran pembelian tanah dan bangunan pada wilayah di luar peta area terdampak lainnya yang ditetapkan melalui Peraturan Presiden.”
Demikian halnya dalam rangka penyelamatan perekonomian dan kehidupan sosial kemasyarakatan di sekitar tanggul lumpur Siduarjo, maka di dalam ketentuan Pasal 19 UU APBN 2012 ditetapkan bahwa anggaran belanja yang dialokasikan pada BPLS TA 2012 dapat digunakan untuk kegiatan mitigasi penanggulangan semburan lumpur. Termasuk di dalamnya penanganan tanggul utama sampai kali Porong yaitu antara lain mengalirkan lupur dari tanggul utama ke kali Porong.
Berdasarkan hal-hal tersebut, telah jelas bahwa norma yang terkandung di dalam ketentuan Pasal 18 Undang-Undang APBN-P Tahun 2012 dan Pasal 19 Undang-Undang APBN Tahun 2012 yang menetapkan pengalokasian dana APBN pada BPLS untuk hal-hal sebagaimana tersebut di atas tidak bertentangan sama sekali dengan Undang Undang Dasar 1945. “Oleh karena itu, pemerintah berpendapat bahwa alasan pengujian yang dikemukakan oleh para Pemohon yang menyatakan bahwa dana APBN yang ditetapkan atau dialokasikan dalam Pasal 18 Undang-Undang APBN-P Tahun 2012 dan Pasal 19 Undang-Undang APBN 2012 tersebut bertentangan dengan Pasal 23 ayat (1) karena tidak digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, adalah tidak benar,” tandas Herry mewakili Pemerintah.
Terkait dengan dalil permohonan yang menyatakan bahwa perusahaan Lapindo Berantas Inc. tidak dimintai pertanggungjawaban, hal tersebut adalah tidak benar. Pemerintah menyatakan bahwa Lapindo Berantas Inc. telah diminta turut bertanggung jawab atas masalah sosial kemasyarakatan akibat semburan dan luapan lumpur di Siduarjo. Lapindo Berantas Inc. pun diharuskan untuk menyelesaikan semua kewajiban dan tanggung jawabnya tersebut hingga tuntas. Dalam hal ini pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk mendesak Lapindo Berantas Inc. agar menyelesaikan semua kewajiiban dan tanggung jawab yang dimaksud. “Adapun yang menjadi tanggung jawab dan kewajiban dari Lapindo Berantas Inc. adalah penanganan masalah sosial kemasyarakatan dengan membeli tanah dan bangunan masyarakat yang terkena luapan lumpur Siduarjo pada wilayah peta area terdampak atau PAT tanggal 22 Maret 2007,” tandas Herry.
Berdasarkan uraian tersebut, Pemerintah tegaskan bahwa ketentuan Pasal 18 UU APBNP 2012 dan Pasal 19 UU APBN 2012 tidak bertentangan dengan UUD 1945. “Oleh karena itu, Pemerintah mohon agar Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi yang memeriksa, mengadili dan memutus permohonan pengujian Pasal 18 Undang-Undang APBNP Tahun 2012 dan Pasal 19 Undang-Undang APBN Tahun 2012 a quo untuk menyatakan permohonan para Pemohon ditolak atau setidak-tidaknya dinyatakan tidak dapat diterima,” pinta Herry. (Nur Rosihin Ana)
readmore »»  

MK Tolak Seluruh Permohonan Sengketa PSU Pemilukada Kabupaten Pati

Lima pasangan calon bupati/wakil bupati Pati, Jawa Tengah, yang mengajukan permohonan perselisihan hasil pemungutan suara ulang (PSU) pemilihan umum kepala daerah (pemilukada) Kabupaten Pati yang digelar 16 Juni 2012 lalu, harus legowo menerima menerima kekalahan dalam PSU. Mahkamah Konstitusi (MK) pada Senin (23/7/2012) sore, menjatuhkan putusan final yaitu menolak seluruh permohonan mereka.
“Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya,” kata Moh. Mahfud MD dalam sidang pengucapan putusan secara berurutan untuk putusan Nomor 44/PHPU.D-X/2012 yang diajukan oleh pasangan Slamet Warsito-Sri Mulyani, putusan Nomor 45/PHPU.D-X/2012 yang diajukan pasangan Imam Suroso-Sujoko, putusan Nomor 46/PHPU.D-X/2012 yang diajukan pasangan H. Sri Merditomo-H. Karsidi, putusan Nomor 47/PHPU.D-X/2012 yang diajukan pasangan Sri Susahid-Hasan, dan putusan Nomor 48/PHPU.D-X/2012 yang diajukan pasangan Hj. Kartina Sukawati-H. Supeno.
Pasangan Slamet Warsito-Sri Mulyani antara lain mengusung dalil mengenai potensi kerusakan surat suara akibat perubahan design yang menyebabkan surat suara dinyatakan tidak sah, sehingga berpotensi merugikan perolehan suaranya. Terhadap hal ini, dalam Putusan Nomor 44/PHPU.D-X/2012 Mahkamah berpegang pada data yang disajikan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Pati selaku termohon. Data KPU Pati menyebutkan surat suara tidak sah dalam PSU Pemilukada Pati berjumlah 2,59% atau 18.094 suara. Menurut Mahkamah, Seandainya dalil tersebut benar, namun pada kenyataannya selisih perolehan suara antara pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak pertama dan terbanyak kedua mencapai 27.428 suara. Sehingga surat suara yang tidak sah jika diasumsikan menjadi milik salah satu pasangan calon peringkat 2, 3, 4, atau 5, tidak akan signifikan memengaruhi peringkat perolehan suara pasangan calon. Dengan demikian menurut Mahkamah, dalil Pemohon tersebut tidak beralasan menurut hukum.
Sedangkan pasangan Imam Suroso-Sujoko mendalilkan pihak terkait pasangan Haryanto-Budiyono melakukan pelanggaran sebelum dan pada saat pemungutan suara berupa money politic, kampanye hitam dan/atau kampanye terselubung, pelibatan birokrasi, mobilisasi massa. Menurut Mahkamah dalam putusan Nomor Nomor 45/PHPU.D-X/2012, bukti yang diajukan Imam Suroso-Sujoko berupa keterangan saksi di hadapan notaris dan keterangan di persidangan, tidak membuktikan adanya keterlibatan birokrasi pemerintahan untuk memenangkan Haryanto-Budiyono. Seandainya pun benar terjadi money politic, intimidasi, pelibatan birokrasi, dan mobilisasi massa untuk pemenangan Haryanto Budiyono, hal tersebut tidak dilakukan secara tersruktur, sistematis, dan masif, melainkan hanya secara individual dan tidak terbukti berhubungan dengan Haryanto-Budiyono. Berdasarkan penilaian dan fakta tersebut, Mahkamah berpendapat dalil Imam Suroso-Sujoko tidak terbukti dan tidak beralasan menurut hukum.
Selanjutnya pendapat Mahkamah dalam putusan Nomor 46/PHPU.D-X/2012 yang diajukan oleh pasangan Sri Merditomo-Karsidi. Mahkamah menyatakan bahwa dalil-dalil permohonan Sri Merditomo-Karsidi intinya sama dengan dalil yang dikemukakan oleh Imam Suroso-Sujoko. Dengan demikian maka pendapat Mahkamah dalam perkara yang diajukan Imam Suroso-Sujoko, mutatis mutandis berlaku pula pada dalil-dalil yang diajukan oleh Sri Merditomo-Karsidi.
Begitupun dengan segala apa yang didalilkan pasangan Sri Susahid-Hasan (Nomor 47/PHPU.D-X/2012) dan pasangan Kartina Sukawati-Supeno (Nomor 48/PHPU.D-X/2012). Menurut Mahkamah, substansi permohonan Sri Susahid-Hasan sama dengan permohonan Imam Suroso-Sujoko, Sri Merditomo-Karsidi, dan permohonan Kartina Sukawati-Supeno. Bahkan terdapat persamaan redaksional permohonan Sri Susahid-Hasan dengan permohonan Sri Merditomo-Karsidi dan permohonan Kartina Sukawati-Supeno. Perbedaan permohonan Sri Susahid-Hasan dengan permohonan Sri Merditomo-Karsidi hanya pada satu dalil, yaitu dalil politik uang (money politic).
Amar putusan Mahkamah, selain menolak seluruh permohonan kelima pasangan tersebut, Mahkamah juga menyatakan menolak eksepsi KPU Kabupaten Pati selaku termohon dan eksepsi pasangan Haryanto-Budiyono selaku pihak terkait. (Nur Rosihin Ana).
 
readmore »»  

Kamis, 19 Juli 2012

Pemeriksaan Usai, Uji Materi UU Perpajakan Tunggu Putusan

Pengujian materi Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP), kembali digelar di persidangan Mahkamah Konstitiusi (MK), Kamis (19/7/2012). Sidang untuk nomor perkara 30/PUU-X/2012 ihwal pengujian Pasal 25 ayat (9) dan Pasal 27 ayat (5) UU KUP ini diajukan oleh Harangan Wilmar Hutahaean. Pada kesempatan kali ini pihak Pemerintah dihadiri Direktur Jendral Pajak Fuad Rahmany, sejumlah Pejabat Kementerian Hukum dan HAM, dan Kementerian Keuangan.
Persidangan kali keenam dengan agenda mendengar keterangan ahli yang dihadirkan oleh Pemohon, berlangsung cukup singkat. Pemohon melalui kuasanya, Andris Basril menyatakan ahli yang diusulkan oleh Pemohon berhalangan hadir.
“Berdasar catatan kami, sidang hari ini diadakan untuk mendengarkan keterangan ahli yang diusulkan oleh Pemohon. Namun sampai saat ini, ahli yang dimaksud belum hadir, saya minta keterangan Pemohon,” kata ketua pleno hakim konstitusi Moh. Mahfud MD, sesaat setelah membuka persidangan.
“Seyogianya kami akan mengajukan saksi ahli satu orang lagi. Namun karena kesibukan, ahli kami tidak dapat menghadiri. Untuk itu, kami tidak akan mengajukan lagi saksi ahli,” jawab Andris.
Mendengar jawaban Andris, pleno hakim menyatakan proses pemeriksaan uji materi UU KUP selesai. Sidang berikutnya adalah pengucapan putusan. Sebelum pengucapan putusan, pihak Pemohon, Pemerintah dan DPR diberi kesempatan untuk menyerahkan kesimpulan akhir paling lambat 31 Juli 2012, pukul 14.00 WIB. “Sesudah itu Mahkamah akan menyelenggarakan rapat internal (rapat permusyawaratan hakim) untuk mengambil putusan,” lanjut Mahfud MD seraya menyatakan persidangan ditutup.
Permohonan pengujian Pasal 25 ayat (9) dan Pasal 27 ayat (5) UU KUP diajukan oleh Harangan Wilmar Hutahaean, Direktur PT Hutahaean. Pasal 25 ayat (9) UU KUP menyatakan: “Dalam hal keberatan Wajib Pajak ditolak atau dikabulkan sebagian, Wajib Pajak dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 50% (lima puluh persen) dari jumlah pajak berdasarkan keputusan keberatan dikurangi dengan pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan keberatan. Kemudian Pasal 27 ayat (5) huruf d menyatakan: “Dalam hal permohonan banding ditolak atau dikabulkan sebagian, Wajib Pajak dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah pajak berdasarkan Putusan Banding dikurangi dengan pembayaran pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan keberatan.”
PT Hutahaean adalah wajib pajak yang terperiksa oleh fiskus (petugas pemeriksa pajak) dan telah menerima Surat Ketetapan Kurang Bayar Pajak Penghasilan Badan. PT Hutahaean menyanggah temuan fiskus. Namun haknya untuk mengajukan keberatan, terhalangi oleh ketentuan Pasal 25 ayat (9) dan Pasal 27 ayat (5d) UU KUP. Ketentuan ini sangat merugikan karena telah membatasi wajib pajak yang mempunyai sengketa pajak dikenakan sanksi sebelum mengajukan gugatan keberatan, yaitu sanksi administrasi berupa denda sebanyak 50% dari jumlah pajak berdasarkan keputusan keberatan dikurangi dengan pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan keberatan, dan dikenai sanksi administrasi berupa denda sebanyak 100% dari jumlah pajak berdasarkan Putusan Banding dikurangi dengan pembayaran pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan keberatan. Pemohon menilai hal ini terlalu berlebihan dan telah melanggar hak konstitusional Pemohon yang dilindungi oleh Pasal 28D ayat (1), Pasal 28G ayat (1), dan Pasal 28H ayat (2) UUD 1945. (Nur Rosihin Ana)
readmore »»  

Selasa, 17 Juli 2012

Parpol Berkursi Tak Perlu Verifikasi

Ketentuan mengenai ambang batas perolehan suara sebagaimana ketentuan Pasal 8 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD (UU Pemilu), menurut pendapat Pemerintah, peserta pemilu DPR dan DPRD adalah partai politik (parpol) yang memenuhi nilai ambang batas parlemen (parliamentary threshold) 2,5% pada pemilu 2009. Atau parpol yang sudah mempunyai kursi di DPR sebagai representasi dari dukungan rakyat, dan parpol yang lulus verifikasi di KPU.
Persyaratan menjadi peserta Pemilu 2014 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) UU Pemilu sinkron dengan UU Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 2 Tahun 2011 tentang Perubahan atas UU Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik.
Hal tersebut juga sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan bahwa parpol yang berbadan hukum tidak perlu diverifikasi untuk menjadi badan hukum. “Dengan demikian, maka partai politik yang sudah mempunyai kursi di DPR tidak perlu lagi diverifikasi untuk menjadi peserta pemilu.”
Demikian dikatakan Bambang Kusumajadi saat menyampaikan opening statement Pemerintah dalam sidang uji materiil dan formil UU Pemilu di Mahkamah Konstitusi (MK), Selasa (17/7/2012). Sidang kali ketiga untuk gabungan perkara 51/PUU-X/2012, 52/PUU-X/2012, 54/PUU-X/2012 dan 55/PUU-X/2012, beragendakan mendengarkan keterangan Pemerintah, DPR dan Saksi/Ahli dari Pemohon serta Pemerintah. Permohonan uji materiil dan formil UU Pemilu ini masing-masing diajukan oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (PERLUDEM) dkk, Partai Kebangkitan Nasional Ulama (PKNU) dkk, Partai Nasional Indonesia (PNI) dkk, dan Partai Nasional Demokrat (NasDem).
Lebih lanjut Pemerintah menyatakan, pembahasan mengenai pembentukan UU Pemilu telah mempertimbangkan hal-hal yang mendasar yaitu untuk memilih anggota DPR, DPD, dan DPRD melalui pemilu sebagai sarana perwujudan kedaulatan rakyat untuk menghasilkan wakil rakyat yang aspiratif, berkualitas, dan bertanggung jawab berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Pemilu wajib menjamin tersalurkannya suara rakyat secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.
Mengenai masalah besaran nilai ambang batas mengikuti electoral threshold/ET maupun parliamentary threshold/PT, menurut Pemerintah, hal itu merupakan kewenangan pembentuk UU. PT merupakan tingkat minimal dukungan yang harus diperoleh parpol untuk mendapatkan perwakilan kursi di DPR.
Pasal 8 ayat (1) UU Pemilu mempunyai arti bahwa partai politik yang memenuhi PT pada pemilu terakhir, dijadikan sebagai ET untuk pemilu berikutnya. Dengan demikian, maka UU Pemilu memberlakukan PT tahun 2009 sebagai ET tahun 2014 dengan melengkapi persyaratan sebagai diatur pada Pasal 8 ayat (2) UU Pemilu.
Pemberlakuan PT secara nasional diharapkan dapat menciptakan sinergitas program yang dicanangkan pemerintah pusat dan daerah. Fakta yang terjadi sebelumnya, seringkali program yang dicanangkan pemerintah pusat tidak sejalan dengan program yang ada di daerah. Hal ini disebabkan masing-masing keterwakilan parpol di DPR dan DPRD berbeda latar belakangnya dikarenakan dalam Pemilu 2009, parpol politik yang terwakili di DPR belum tentu mempunyai keterwakilan di DPRD, begitu juga sebaliknya. “Hal ini sangat memengaruhi sinergitas program pembangunan di pusat dan daerah, sehingga penyelenggaraan pemerintah kurang efektif,” tambah Kusumajadi.
Kemudian terkait dengan suara sah secara nasional yang harus diperoleh parpol politik untuk mendapatkan kursi di DPR, DPRD dalam pemilu yang demokratis, luber dan jurdil, justru pencapaian partai atas syarat tersebut diperoleh melalui proses demokrasi yang diserahkan kepada rakyat memilih yang berdaulat. “Hal demikian juga sebagai tolak ukur apakah partai politik yang menjadi peserta pemilu 2014 mendapatkan dukungan dari rakyat,” terang Kusmajadi.
Sementara itu, Eros Djarot saat didaulat sebagai saksi pemohon menyatakan, revisi UU Pemilu setiap lima tahun sekali menggambarkan adanya ketidakpastian sistem politik dan ketidakpastian hukum. Legalitas parpol terombang ambing sehingga kaderisasi terabaikan. Demi kepentingan sesaat, proses revisi pembentukan UU Pemilu dan Pilpres dipelintir menjadi sebuah UU yang tidak memiliki asas-asas normatif dan jauh dari logika hukum. “Proses pembentukan Undang-Undang Pemilu yang berpotensi melahirkan konflik horizontal yang berkepanjangan harus dicegah dan dikoreksi total,” tandas Eros. (Nur Rosihin Ana)
readmore »»  

Saksi Terangkan Sosialisasi Format Desain Surat Suara PSU Pemilukada Pati

Perselisihan hasil pemilihan umum kepala daerah (pemilukada) Kabupaten Pati Jawa Tengah pasca gelaran pemungutan suara ulang (PSU) 16 Juni 2012 lalu, memasuki tahap pembuktian di persidangan Mahkamah Konstitusi Senin (16/7/2012) sore. Sejumlah saksi dimintai keterangan dalam persidangan kali keempat untuk gabungan perkara yang diajukan lima pasangan calon (paslon) Slamet Warsito-Sri Mulyani (perkara 44/PHPU.D-X/2012), Imam Suroso-Sujoko (perkara 45/PHPU.D-X/2012), H. Sri Merditomo-H. Karsidi (perkara 46/PHPU.D-X/2012), Sri Susahid-Hasan (perkara 47/PHPU.D-X/2012), dan pasangan Hj. Kartina Sukawati-H. Supeno (perkara 48/PHPU.D-X/2012).
Nurcahyo Beny Nurhadi, salah seorang saksi yang dihadirkan oleh KPU Pati, menerangkan pelaksanaan rapat pleno rekapitulasi suara, sosialisasi perubahan kolom letak tanda tangan pada surat suara, perolehan suara paslon, dan tuduhan terhadap dirinya yang dianggap tidak netral. Di hadapan Panel Hakim Konstitusi Achmad Sodiki (Ketua Panel), Ahmad Fadlil Sumadi, dan Harjono, Nurcahyo yang menjabat Ketua PPK Kecamatan Cluwak dalam kesaksiannya mengisahkan rapat pleno rekapitulasi penghitungan suara pada 20-21 Juni 2012 di kantor KPU Pati. Rekapitulasi suara per-kecamatan berjalan lancar. Namun saat rekap terakhir yaitu Kecamatan Trangkil, muncul keberatan saksi paslon. Hanya saksi paslon Haryanto-Budiyono (no. urut 5) yang menandatangani berkas, sedangkan lima saksi paslon lainnya tidak menandatangani. Yang keberatan itu alasannya surat suara, bukan hasil rekapitulasinya,” terang Nurcahyo.
Menurut penuturan Nurcahyo, sosialisasi surat suara dilakukan berdasarkan perintah KPU Pati dan rekomendasi dari Panwas karena adanya perubahan desain dan format surat suara. Materi sosialisasi meliputi tiga hal, yaitu perpindahan tanda tangan tidak pada formulir yang disediakan tetapi dipindah di sudut kanan atas, di balik logo KPU. Kemudian, perintah KPU Pati kepada KPPS melalui PPK dan PPS supaya menginstruksikan KPPS agar membuka surat suara, menunjukkan kepada pemilih dan saksi, dan memastikan bahwa kartu suara yang akan diberikan kepada pemilih dalam keadaan tidak rusak. “Ketiga, setelah para saksi dan pemilih menyaksikan tidak rusak, dilipat kembali, kemudian diserahkan kepada pemilih untuk menuju ke bilik suara,” kisah Nurcahyo.
“Apakah ketika sosialisasi ada yang mengajukan keberatan?” tanya hakim konstitusi Achmad Fadlil Sumadi. “Tidak ada,” jawab Nurcahyo.
Saksi lainnya, Imam Sofyan, Ketua PPK Kecamatan Sukolilo, juga menerangkan sosialisasi perubahan surat suara hingga proses rekapitulasi suara yang menurutnya berjalan lancar. “Rapat rekapitulasi penghitungan suara di tingkat Kecamatan Sukolilo kami laksanakan pada tanggal 17 Juni 2012. Pada saat rapat rekapitulasi itu tidak ada keberatan dari saksi, kebetulan saksi yang hadir adalah dari pasangan calon nomor urut 5,” terang Imam.
“(saksi paslon) Yang lain?” tanya hakim konstitusi Ahmad Fadlil Sumadi. “Yang lain tidak hadir,” jawab Imam.
Imam juga membantah keterangan saksi Pemohon terkait tuduhan adanya sejumlah surat suara yang dicoblos terlebih dahulu pada gambar paslon Haryanto-Budiyono. “Hal ini berdasarkan pemantauan kami di TPS-TPS bahwa surat suara yang diberikan kepada calon pemilih dalam keadaan baik,” terangnya.
Kemudian bantahan terhadap tuduhan adanya suara tidak sah sebanyak 240 dalam satu TPS di Kecamatan Sukolilo. “Itu adalah tidak benar, karena surat suara tidak sah tertinggi dalam satu TPS di wilayah Kecamatan Sukolilo adalah 34 suara, yaitu terdapat di TPS 15 Desa Sukolilo, Kecamatan Sukolilo,” tandas Imam.
Sementara itu, Muhammadun, salah seorang saksi yang dihadirkan paslon Haryanto-Budiyono selaku pihak terkait, antara lain menerangkan permasalahan desain format surat suara. Hal ini diketahuinya saat menghadiri undangan rapat koordinasi di kantor KPU Pati. “Rapat saat itu gaduh,” kata Muhammadun yang juga ketua tim kampanye Haryanto-Budiyono.
Saksi lainnya bernama Sismoyo, sekretaris tim kampanye Haryanto-Budiyono. Sismoyo membantah tuduhan money politics yang dialamatkan Haryanto-Budiyono. Kemudian bantahan soal black campaign. Sebab dalam tahapan PSU pihaknya tidak melakukan kegiatan kampanye. “Apalagi (kampanye) yang hitam,” bantah Sismoyo.
Selain itu, bantahan melakukan intimidasi dan mobilisasi PNS. Menurutnya, pasangan yang didukungnya itu adalah PNS yang sudah mengundurkan diri, sehingga tidak lagi pergi ke kantor. “Jadi, tuduhan yang disampaikan kepada pasangan nomor 5 ini tentunya adalah tidak benar,” tandas Sismoyo. (Nur Rosihin Ana)
readmore »»  

Senin, 16 Juli 2012

Sektoralisasi Hulu dan Hilir Migas Perlemah Peran Pertamina

Pemisahan Badan Pelaksana dan Badan Pengatur Minyak dan Gas Bumi (Migas) di bagian hulu dan hilir mengakibatkan terjadinya sektoralisasi penguasaan Negara atas Migas Indonesia. Sektoralisasi atau pemisahan di bidang hulu dan hilir pada kenyatannya justru memperlemah peran Pertamina sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak dan mengelola migas. Hal ini ditunjukkan dengan besarnya penguasaan pihak swasta atas hulu dan hilir. “Fakta sekarang, pengelolaan migas di Indonesia dikuasai oleh asing, padahal Pertamina mampu untuk mengelola itu,” kata Janses E. Sihaloho selaku kuasa hukum para pemohon uji materi UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (UU Migas) di persidangan Mahkamah Konstitusi (MK), Senin (16/702012) siang.
Sidang pendahuluan untuk nomor perkara 65/PUU-X/2012 ihwal pengujian Pasal 1 angka 19, angka 23, angka 24, Pasal 6, Pasal 9 ayat (1), Pasal 10, Pasal 44, Pasal 46, dan Pasal 63 huruf c UU Migas UU Migas, ini diajukan oleh Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) dan Konfederasi Serikat Pekerja Migas Indonesia (KSPMI). Menurut FSPPB dan KSPMI, ketentuan dalam pasal yang diujikan tersebut bertentangan dengan Pasal 33 ayat (2) dan (3) UUD 1945.
Pasal 10 UU Migas menyatakan: “(1) Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap yang melakukan Kegiatan Usaha Hulu dilarang melakukan Kegiatan Usaha Hilir. (2) Badan Usaha yang melakukan Kegiatan Usaha Hilir tidak dapat melakukan Kegiatan Usaha Hulu.”
Janses menilai berlakunya Pasal 10 UU Migas telah memecah bentuk usaha sektor hulu dan hilir migas. Akibat berlakunya Pasal 10 UU Migas, PT. Pertamina Persero selaku BUMN dalam kegiatan usahanya harus membentuk anak perusahaan dengan spesifikasi kerja berbeda untuk mengelola industri hulu dan hilir. Ada sekitar 21 (dua puluh satu) anak perusahaan PT Pertamina Persero yang bergerak di bidang hulu dan hilir.
Ke-21 anak Pertamina tersebut yaitu: PT Pertamina EP, PT Pertamina EP Cepu , PT Pertamina Hulu Energi, PT Pertamina Geothermal Energy, PT Pertamina Drilling Services Indonesia, PT Pertagas, PT Usayana, Pertamina Energy Services Pte Limited, dan Pertamina Energy Trading Limited, PT Patra Niaga, PT Pertamina Retail, PT Pertamina Trans Kontinental, PT Pelita Air Service, PT Patra Dok Dumai, PT Patra Jasa, PT Pertamina Training & Consulting, PT Tugu Pratama Indonesia, PT Pertamina Bina Medika, PT Pertamina Dana Ventura, Dana Pensiun Pertamina, PT Elnusa, PT Nusantara Regas.  
“Anak perusahaan Pertamina tersebut tidak sepenuhnya lagi 100% milik negara. Bahkan dari info yang berkembang di beberapa media, beberapa anak perusahaan Pertamina sendiri dalam waktu dekat akan diprivatisasi,” lanjut Janses.
Janses Sihaloho lebih lanjut di hadapan panel hakim konstitusi Anwar Usman (ketua panel), Ahmad Fadlil Sumadi dan Hamdan Zoelva, mengatakan pemisahan sektor hulu dan hilir serta pembentukan anak-anak perusahaan Pertamina dalam praktek global justru sangat bertentangan dengan fenomena big is beautiful dalam menjalankan industri perminyakan yang notabene high capital, high technology dan high risk. Terhitung beberapa perusahaan yang bergerak di bidang migas dunia melakukan merger ataupun penggabungan perusahaan untuk meneguhkan dominasi mereka terhadap penguasaan dan pengelolaan migas dunia. Misalnya Exxon dan Mobil yang dulu berdiri sendiri-sendiri, sekarang merger menjadi Exxonmobil, dan Total Fina yang melakukan merger dengan Elf Aquitaine menjadi Total Fina Elf.
“Padahal perusahaan-perusahaan migas tersebut adalah perusahaan-perusahaan besar. Artinya, kalau umpamanya Pertamina dipecah, nanti akan sangat susah untuk berkompetisi dengan perusahaan-perusahaan Migas dunia yang notabene memperkuat badan usaha perusahaan itu sendiri,” papar Janses.
Dalam petitum, FSPPB dan KSPMI melalui kuasa hukumnya meminta Mahkamah menyatakan Pasal 1 angka 19, angka 23, angka 24, Pasal 6, Pasal 9 ayat (1), Pasal 10, Pasal 44, Pasal 46 , dan Pasal 63 huruf c UU Migas bertentangan dengan 28D ayat (1), Pasal 33 ayat (2) dan (3) UUD 1945, dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. (Nur Rosihin Ana)
readmore »»  

Jumat, 13 Juli 2012

Kapolres Pati: Proses PSU Berlangsung Aman dan Lancar

Pelaksanaan pemungutan suara ulang (PSU) pemilihan umum kepala daerah (pemilukada) Kabupaten Pati, Jawa Tengah tanggal 16 Juni 2012 lalu, dari aspek keamanan secara keseluruhan berlangsung lancar, mulai persiapan PSU sampai berakhirnya rekapitulasi suara. “Artinya tidak ada intimidasi ataupun kejadian-kejadian yang menonjol yang perlu disampaikan,” kata Kapolres Pati AKBP Bernard Sibarani dalam sidang perselisihan hasil pemilukada Pati yang digelar di Mahkamah Konstitusi (MK) Jum’at (13/7/2012) siang. Persidangan kali ketiga untuk gabungan perkara yang diajukan lima pasangan calon (paslon) Slamet Warsito-Sri Mulyani (perkara 44/PHPU.D-X/2012), Imam Suroso-Sujoko (perkara 45/PHPU.D-X/2012), H. Sri Merditomo-H. Karsidi (perkara 46/PHPU.D-X/2012), Sri Susahid-Hasan (perkara 47/PHPU.D-X/2012), dan pasangan Hj. Kartina Sukawati-H. Supeno (perkara 48/PHPU.D-X/2012), beragendakan Pembuktian.
Kendati demikian, tiga hari jelang pelaksanaan PSU, tepatnya pada 13 Juni 2012, ada laporan dari pasangan Slamet Warsito-Sri Mulyani. Melalui kuasa hukumnya, pasangan ini melaporkan adanya surat suara palsu. Mendapat laporan tersebut, Bernard memerintahkan anggotanya untuk melaporkan hal tersebut ke Panwaslukada Pati. Esok harinya, pada 14 Juni 2012, Panwaslukada melanjutkan laporan itu ke Plt. Bupati Pati. Plt. Bupati Pati lalu mengundang KPU, Panwaslukada, anggota DPR Kabupaten Pati, dan Polres untuk membahas masalah surat suara. Pasangan Slamet Warsito-Sri Mulyani keberatan karena letak tanda tangan dalam surat suara menguntungkan salah satu paslon. “Letak daripada tanda tangan itu menurut keterangan dari pasangan calon nomor urut 1, itu menguntungkan salah satu pihak. Oleh sebab itu, dari rumusan Pak Bupati itu agar tanda tangan itu tidak usah di situ, tapi di atas dan itu disetujui oleh Panwaslu dan KPU,” beber Bernard.
Hingga PSU digelar, lanjut Bernard, suasana tetap terkendali, tidak ada masalah dan tidak ada tuntutan dari paslon. Setelah proses rekapitulasi suara berakhir, muncul tuntutan yang mempermasalahkan surat suara palsu. Pada 27 Juni 2012, Panwaslukada melaporkan adanya temuan surat suara palsu ke Polres Pati. Sehari kemudian Panwaslukada mencabut laporan tersebut. “Sampai saat ini secara keseluruhan tidak terjadi hambatan yang berarti. Artinya, sesuai dengan rule,” tandas Bernard.
Keterangan Kapolres Pati AKBP Bernard Sibarani disangkal oleh kuasa hukum para Pemohon, Arteria Dahlan. “Apa yang disampaikan oleh beliau (Kapolres Pati) itu banyak tidak benarnya, Yang Mulia,” Sangkal Arteria.
Arteria selanjutnya menyatakan saat itu kliennya melapor ke Polres Pati berkaitan perubahan desain dan format surat suara. Arteria menyangkal keterangan Kapolres yang menyatakan Panwaslukada menyetujui perubahan desain tersebut. “Ada suratnya dari panwas, kok dikatakan Panwas setuju?,” lanjut Arteria
Menurut Arteria, Panwas sudah melaksanakan tugasnya dengan baik. Panwas sudah mengajukan laporan pelapor dan membuat rekomendasi adanya temuan pelanggaran. “Ternyata pada saat diajukan ke Polres Pati, diminta oleh Polres untuk dicabut dulu, disempurnakan,” tandas Arteria. (Nur Rosihin Ana)
readmore »»  

Kamis, 12 Juli 2012

KPU Kabupaten Pati: Master Surat Suara PSU Ditandatangani Pasangan Calon

Perselisihan hasil pemungutan suara ulang (PSU) pemilihan umum kepala daerah (pemilukada) Kabupaten Pati Provinsi Jawa Tengah yang digelar pada 16 Juni 2012 lalu, kembali diperiksa di persidangan Mahkamah Konstitusi (MK), Kamis (12/7/2012) asiang. Persidangan kali kedua untuk gabungan perkara yang diajukan lima pasangan calon (paslon) Slamet Warsito-Sri Mulyani (perkara 44/PHPU.D-X/2012), Imam Suroso-Sujoko (perkara 45/PHPU.D-X/2012), H. Sri Merditomo-H. Karsidi (perkara 46/PHPU.D-X/2012), Sri Susahid-Hasan (perkara 47/PHPU.D-X/2012), dan pasangan Hj. Kartina Sukawati-H. Supeno (perkara 48/PHPU.D-X/2012), beragendakan mendengarkan jawaban Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Pati (Termohon) dan keterangan pasangan Haryanto-Budiyono (Pihak Terkait), serta pemeriksaan saksi.
Di hadapan Panel Hakim Konstitusi Achmad Sodiki (Ketua Panel), Ahmad Fadlil Sumadi, dan Harjono, KPU Pati melalui kuasa hukumnya, Mubassirin, membantah dalil para Pemohon yang menyatakan KPU Pati tidak tidak melaksanakan amar putusan MK mengenai pelaksanaan PSU dalam waktu 90 hari. “Hal ini tidak berdasar karena faktanya tidak ada amar Putusan MK yang memerintahkan Termohon untuk melaksanakan PSU dalam waktu 90 hari sejak Putusan Mahkamah Nomor 82/PHPU.D-IX/2011 dibacakan,” kata Mubassirin.
Selanjutnya Mubassirin memaparkan seputar tertundanya pelaksanaan PSU hingga 16 Juni 2012 akibat molornya pembahasan dan penetapan APBD Kabupaten Pati. KPU Pati juga menegaskan telah mengirim surat usulan penundaan PSU ke DPRD Pati, diteruskan ke Gubernur Jawa Tengah. “Gubernur Jateng sesuai dengan Pasal 149 ayat (4) PP 17 2005 selanjutnya mengusulkan penundaan PSU ke Mendagri. Dari fakta demikian kami berkesimpulan bahwasanya ketentuan Pasal 149 ayat (4) PP 17 2005 telah dilaksanakan oleh Termohon,” tegas Mubassirin.
Bantahan juga disampaikan KPU Pati menaggapi dalil Pemohon yang menyatakan KPU Pati menggunakan surat suara yang tidak sah. KPU Pati menegaskan sama sekali tidak ada unsur kesengajaan untuk mengubah surat suara. Sebelum proses cetak, master surat suara telah dimintakan persetujuan kepada paslon. KPU Pati pun menyatakan paslon menyetujuinya, terbukti adanya tanda tangan paslon di atas master surat suara.
Sebelum surat suara dipergunakan, lanjut Mubassirin, KPU Pati telah melakukan sosialisasi kepada PPK dan PPS agar membuka lebar-lebar surat suara sebelum diserahkan kepada pemilih untuk memastikan bahwa surat suara yang diterima pemilih dalam keadaan baik dan tidak rusak. “Ini dimaksudkan untuk menghindari adanya surat suara rusak yang kemungkinan besar akan digunakan oleh pemilih,” tambah Mubassirin.
Oleh karena itu, KPU Pati meminta kepada Mahkamah agar menerima jawaban KPU Pati, sekaligus menolak permohonan para Pemohon. “Berdasarkan jawaban-jawaban di atas, kami mohon di dalam jawaban kami agar Mahkamah memberikan putusan yang berisi menerima eksepsi Termohon, menyatakan eksepsi Termohon beralasan hukum, dan selanjutnya agar Mahkamah menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya,” pinta Mubassirin.
Sementara itu pasangan Haryanto-Budiyono selaku Pihak Terkait, melalui kuasanya, Nurcahyo EP, menyatakan Pemohon dalam permohonan sama sekali tidak menyebutkan uraian mengenai kesalahan hasil perhitungan suara sebagaimana disyaratkan oleh Pasal 4 dan Pasal 6 ayat (2) huruf b Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 15 Tahun 2008. “Kami menyatakan bahwa permohonan Pemohon obscuur libel dan mohon supaya dinyatakan tidak dapat diterima,” pinta Nurcahyo. (Nur Rosihin Ana)
readmore »»  

Senin, 09 Juli 2012

Lima Paslon Minta PSU Pemilukada Pati Diulang dan Diskualifikasikan Haryanto-Budiyono

Pemungutan suara ulang (PSU) pemilihan umum kepala daerah (pemilukada) Kabupaten Pati Provinsi Jawa Tengah yang digelar pada 16 Juni 2012 lalu, tak luput dari sengketa. Lima pasangan calon (paslon) peserta pemilukada mengajukan keberatan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Menanggapi hal tersebut, MK menggelar sidang perdana pada Senin (9/7/2012) siang. Sidang gabungan perkara sengketa hasil Pemilukada Pati, diajukan oleh pasangan Slamet Warsito-Sri Mulyani (perkara 44/PHPU.D-X/2012), pasangan Imam Suroso-Sujoko (perkara 45/PHPU.D-X/2012), pasangan H. Sri Merditomo-H. Karsidi (perkara 46/PHPU.D-X/2012), pasangan Sri Susahid-Hasan (perkara 47/PHPU.D-X/2012), dan terakhir pasangan Hj. Kartina Sukawati-H. Supeno (perkara 48/PHPU.D-X/2012).
Di hadapan Panel Hakim Konstitusi Achmad Sodiki (Ketua Panel), Harjono, dan Ahmad Fadlil Sumadi, pasangan Slamet Warsito-Sri Mulyani melalui kuasa hukumnya Endang Yulianti menuturkan pelaksanaan PSU yang menurutnya inkonstitusional. Pasalnya, dalam amar putusan yang dibacakan pada 22 Agustus lalu, MK memerintahkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Pati untuk melakukan pemungutan PSU paling lama 90 hari. Namun kenyatannya, pelaksanaan PSU baru dilaksanakan 16 Juni 2012. Menyinggung penundaan PSU, penundaan yang diperbolehkan UU harus diajukan kepada Menteri Dalam Negeri. “Hingga sampai pelaksanaan PSU, Termohon (KPU Pati) tidak mendapatkan penetapan dari Kementerian Dalam Negeri,” kata Endang.
Endang juga mendalilkan pelaksanaan PSU menggunakan surat suara yang ilegal. Surat suara yang digunakan tidak sesuai dengan surat keputusan atau penetapan yang dibuat oleh KPU Pati sendiri. “Padahal surat suara itu merupakan dokumen negara yang tidak bisa diubah tanpa ketentuan yang berlaku,” lanjut Endang.
Memperkuat keterangan Endang, Arteria Dahlan dalam kapasitasnya sebagai kuasa hukum empat pasangan calon berikutnya mendalilkan adanya upaya sistematis, terstruktur, dan masif, serta melawan hukum yang dilakukan oleh KPU Pati yaitu mengubah format, disain, dan model surat suara. Menurut Arteria, perubahan format, model dan desain surat suara tersebut menguntungkan pasangan Haryanto-Budiyono (Nomor Urut 5). “Teman-teman KPU ini yang mengubah format, mengubah design, dan mengubah model surat suara,” kata Arteria.
Kemudian Arteria mendalilkan adanya rekayasa daftar pemilih dengan alasan PSU. “Setelah kita cek, banyak sekali  pemilih yang harusnya bisa milih (tapi) enggak bisa. Pemilih yang kemarin ada, dibilang pada saat ini tidak ada,” terang Arteria.
Selain itu, Arteria menuding KPU Pati melakukan serangkaian pelanggaran, yaitu memasukkan memasukkan tim pemenangan Haryanto-Budiyono menjadi penyelenggara Pemilukada; Mengondisikan penyelenggara Pemilukada yaitu PKK beserta jajaran di bawahnya; Menghilangkan satu tahapan Pemilukada, yakni tahapan rekapitulasi hasil penghitungan suara pada tingkat PPS (desa) untuk menutupi permasalahan model surat suara dan coblos tembus simetris yang mengakibatkan banyak surat suara yang telah tercoblos Pemohon dinyatakan tidak sah; Skenario untuk menggagalkan upaya Pemohon untuk mengajukan permohonan keberatan ke Mahkamah Konstitusi; Mempercepat jadwal tahapan pleno rekapitulasi penghitungan suara tahap akhir tingkat kota.
Sedangkan tuduhan yang dialamatkan kepada pasangan Haryanto-Budiyono selaku Pihak Terkait dalam sengketa pemilukada ini, Arteria menyatakan pasangan Haryanto-Budiyono melibatkan birokrasi dan fasilitas daerah sebagai ujung tombak pemenangannya. Melibatkan SKPD, Camat, Lurah, RT, RW sebagai tim pemenangan. Kemudian melakukan pelanggaran yang terencana dengan matang matang, yang dilakukan secara terstruktur dengan melibatkan aparatur dan alat kelengkapan pemerintah daerah Kabupaten Pati serta memiliki cakupan wilayah kerja yang masif.
Dalam petitum, para Pemohon antara lain meminta Mahkamah membatalkan Surat Keputusan KPU Nomor 14/Kpts/KPU-Kab.Pati-012.329311/2012 mengenai penetapan rekap hasil penghitungan perolehan suara tiap-tiap pasangan calon bupati dan wakil bupati peserta PSU Pemilu Bupati dan Wakil Bupati Pati Tahun 2012 di Tingkat Kabupaten oleh KPU Pati tertanggal 20 Juni 2012. Mendiskualifikasi pasangan H. Haryanto-HM. Budiyono sebagai pasangan calon dan peserta dalam Pemilukada Pati tahun 2012. Kemudian, memerintahkan KPU Pati untuk melaksanakan pemungutan suara di seluruh TSP tanpa mengikutsertakan pasangan H. Haryanto-HM. Budiyono. (Nur Rosihin Ana)
readmore »»  

Rabu, 04 Juli 2012

Bagir Manan: Tidak Ada Hukum Pajak Tanpa Disertai Sanksi

Sanksi merupakan suatu perlengkapan untuk menjamin agar suatu undang-undang (UU) atau hukum memiliki kekuatan efektif. Dalam teori hukum, penetapan sanksi menjadi satu-satunya ciri suatu kaidah hukum. Hukum harus ada sanksi. Demikian pendirian kaum positivisme. “Sanksi diperlukan pada hukum atau undang-undang yang bersifat memaksa atau lazim disebut dwingen recht,” kata Bagir Manan saat bertindak sebagai ahli Pemerintah dalam persidangan di Mahkamah Konstitusi (MK), Rabu (4/7/2012).
Sidang kali kelima untuk perkara nomor 30/PUU-X/2012 ihwal Pengujian Pasal 25 ayat (9) dan Pasal 27 ayat (5d) UU Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas UU Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP), beragendakan mendengarkan Keterangan Saksi/Ahli. Pihak Pemerintah dihadiri Direktur Jendral Pajak Fuad Rahmany, sejumlah ahli Pemerintah: Bagir Manan, Abdul Hakim Garuda Nusantara, Siti Ismiati Jenie, Supardji, dan Edward Omar Sharif Hiariej.
Bagir Manan melanjutkan, hukum yang memaksa adalah hukum atau UU yang berkaitan dengan ketertiban umum (public order), atau demi kepentingan publik (public interest), seperti menyangkut kepentingan nasional atau keamanan nasional. “Karena semua hukum memuat sedikit atau banyak unsur ketertiban umum atau suatu kepentingan publik, maka hampir selalu dijumpai unsur sebagai dwingen recht termasuk hukum keperdataan yang lebih banyak sebagai regelend recht,” terang Bagir.
Pajak adalah pungutan negara yang bersifat memaksa sebagai perwujudan kewajiban pembayar pajak terhadap negara. Pajak sebagai pendapatan negara bertalian langsung dengan kewajiban negara untuk menjamin dan menjalankan kepentingan umum maupun kepentingan negara sendiri, seperti menjamin keamanan nasional dan lain-lain. Fungsi pajak tidak semata-mata untuk menjamin keadilan, tapi tidak kalah pentingnya adalah fungsi ketertiban umum atau public order. Berdasarkan pengertian, tujuan, dan fungsi tersebut, sanksi sebagai instrumen menjalankan ketaatan membayar pajak, merupakan suatu kemestian. “Tidak ada hukum pajak tanpa disertai suatu sanksi,” tandas Bagir.
Ahli lainnya yang dihadirkan Pemerintah yaitu Abdul Hakim Garuda Nusantara. Menurutnya, kandungan pasal dalam UU yang diujikan Pemohon, telah memenuhi asas-asas keseimbangan, kepastian hukum, keadilan dan perlindungan hukum. “Dengan terang-benderang pasal-pasal a quo dalam undang-undang a quo menyerasikan antara tuntutan kepastian hukum, efisiensi, dan efektivitas dalam pemungutan pajak dengan cara menghindari penundaan pembayaran pajak yang tidak patut,” kata Abdul Hakim
Selain itu, lanjut Abdul Hakim, memberikan keadilan dan perlindungan hukum kepada wajib pajak dari kemungkinan kesewenangan, ketidaktelitian, kealpaan aparat pajak dengan cara memberikan peluang kepada wajib pajak untuk mengajukan keberatan atas surat ketetapan pembayaran pajak dan wewenang kepada Dirjen pajak untuk menghapuskan denda, bunga, kenaikan, bahkan menghapuskan ketetapan pajak. Kepastian hukum, efisiensi, dan efektifitas pemungutan pajak, sebagaimana dimaksudkan oleh Pasal 25 ayat (9) dan Pasal 27 ayat (5d) UU KUP layak untuk dipertahankan karena tidak bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1), Pasal 28G ayat (1), dan Pasal 28H ayat (2) UUD 1945. Malahan dengan dipertahankannya kedua pasal tersebut memungkinkan pelaksanaan kewajiban konstitusional negara yakni pemenuhan HAM baik sipil dan politik maupun ekonomi, sosial, dan budaya. “Hilangnya kedua pasal tersebut, hilangnya kekuatan konstitusional kedua pasal tersebut dapat mengakibatkan terjadinya penundaan pembayaran pajak besar-besaran oleh wajib pajak,” tandas Abdul Hakim Garuda Nusantara.
Untuk diketahui, permohonan pengujian Pasal 25 ayat (9) dan Pasal 27 ayat (5) UU KUP diajukan oleh Harangan Wilmar Hutahaean, Direktur PT Hutahaean. Pasal 25 ayat (9) UU KUP menyatakan: “Dalam hal keberatan Wajib Pajak ditolak atau dikabulkan sebagian, Wajib Pajak dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 50% (lima puluh persen) dari jumlah pajak berdasarkan keputusan keberatan dikurangi dengan pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan keberatan. Kemudian Pasal 27 ayat (5) huruf d menyatakan: “Dalam hal permohonan banding ditolak atau dikabulkan sebagian, Wajib Pajak dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah pajak berdasarkan Putusan Banding dikurangi dengan pembayaran pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan keberatan.”
PT Hutahaean adalah wajib pajak yang terperiksa oleh fiskus (petugas pemeriksa pajak) dan telah menerima Surat Ketetapan Kurang Bayar Pajak Penghasilan Badan. PT Hutahaean menyanggah temuan fiskus. Namun haknya untuk mengajukan keberatan, terhalangi oleh ketentuan Pasal 25 ayat (9) dan Pasal 27 ayat (5d) UU KUP. Ketentuan ini sangat merugikan karena telah membatasi wajib pajak yang mempunyai sengketa pajak dikenakan sanksi sebelum mengajukan gugatan keberatan, yaitu sanksi administrasi berupa denda sebanyak 50% dari jumlah pajak berdasarkan keputusan keberatan dikurangi dengan pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan keberatan, dan dikenai sanksi administrasi berupa denda sebanyak 100% dari jumlah pajak berdasarkan Putusan Banding dikurangi dengan pembayaran pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan keberatan. Pemohon menilai hal ini terlalu berlebihan dan telah melanggar hak konstitusional Pemohon yang dilindungi oleh Pasal 28D ayat (1), Pasal 28G ayat (1), dan Pasal 28H ayat (2) UUD 1945. (Nur Rosihin Ana)
readmore »»  

Selasa, 03 Juli 2012

Hakim Ad-Hoc Pengadilan Hubungan Industrial Perbaiki Permohonan Pengujian Umur Pensiun

Pengujian materi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (UU PPHI) yang diajukan oleh Hakim Ad-Hoc PHI pada Mahkamah Agung (MA), Jono Sihono dan Hakim  Ad-Hoc PHI pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, M. Sinufa Zebua, kembali diperiksa di Mahkamah Konstitusi, Selasa (3/7/2012) siang. Persidangan perkara nomor 56/PUU-X/2012, ini mengagendakan pemeriksaan perbaikan permohonan.
Kedua Hakim Ad Hoc tersebut mengujikan ketentuan Pasal 67 ayat (1) huruf d UU PPHI yang menyatakan: Pasal 67 (1) Hakim Ad-Hoc Pengadilan Hubungan Industrial dan Hakim Ad-Hoc Hubungan Industrial pada Mahkamah Agung diberhentikan dengan hormat dari jabatannya karena: d) telah berumur 62 (enam puluh dua) tahun bagi Hakim Ad-Hoc pada Pengadilan Hubungan Industrial dan telah berumur 67 (enam puluh tujuh) tahun bagi Hakim Ad-Hoc pada Mahkamah Agung.”
Di hadapan Panel Hakim Konstitusi Hamdan Zoelva (Ketua Panel), Ahmad Fadlil Sumadi, dan Anwar Usman, Pemohon melalui kuasa hukumnya, R. Supramono, menyampaikan perbaikan permohonan sesuai nasihat panel hakim pada persidangan sebelumnya (19/6/2012). Perbaikan meliputi lima hal, yakni kewenangan Mahkamah, materi UU PPHI yang diujikan, batu uji dalam UUD 1945, tambahan alat bukti, dan terakhir perubahan pada petitum.
Bila pada permohonan sebelumnya para Pemohon mengujikan seluruh ketentuan Pasal 67 ayat (1) huruf d UU PPHI, maka setelah perbaikan, yang diujikan adalah frasa “telah berumur 62 tahun” dan frasa “telah berumur 67 tahun”.
“Pada permohonan perbaikan ini, ada perbaikan redaksi dimana frasa khusus yang kita uji adalah dua frasa, yaitu frasa ‘telah berumur 62 tahun’ dan frasa ‘telah berumur 67 tahun’,” kata R. Supramono.
Kemudian Pasal dalam UUD 1945 yang dijadikan sebagai batu uji. Permohonan sebelum perbaikan, batu ujinya Pasal 27 ayat (1), Pasal 28D ayat (1), dan Pasal 28I ayat (2). Setelah perbaikan, batu ujinya menjadi dua pasal yakni Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 28I ayat (2) UUD 1945.
Para Pemohon juga mengajukan tambahan alat bukti, yakni Risalah Proses Pembahasan Rancangan Undang-Undang Republik Indonesia tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. Dengan demikian, bukti yang diajukan adalah bukti P-1 sampai P-20.
Terakhir, dalam petitum setelah perbaikan, para Pemohon meminta Mahkamah menyatakan Pasal 67 ayat (1) huruf d UU PPHI, khususnya pada frasa “telah berumur 62 tahun” dan frasa “telah berumur 67 tahun” adalah bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 28I ayat (2) UUD 1945, dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. (Nur Rosihin Ana)
readmore »»  

Proses Pemeriksaan Uji Materi UU Keuangan Negara dan UU Perbendaharaan Negara Berakhir

Agenda sidang uji materi UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara yang digelar di Mahkamah Konstitusi pada Selasa (03/07/2012), yakni mendengarkan keterangan saksi/ahli dari Pemohon dan Pemerintah. Namun, hingga persidangan dibuka pukul 11.00 WIB, baik Pemohon maupun Pemerintah tidak bisa menghadirkan saksi/ahli yang akan memberikan keterangan untuk memperkuat argumentasi masing-masing.
Syahdan, pleno Hakim Konstitusi yang terdiri Achmad Sodiki (Ketua Pleno), M. Akil Mochtar, Maria Farida Indrati, Muhammad Alim, Ahmad Fadlil Sumadi, Hamdan Zoelva dan Anwar Usman, memberikan kesempatan kepada para pihak untuk membuat kesimpulan akhir selambat-lambatnya pada 10 Juli 2012.Majelis memberi kesempatan kepada Pemohon dan Pemerintah untuk membuat kesimpulan sampai hari Selasa, tanggal 10 Juli Tahun 2012 jam 16.00 WIB,” kata Achmad Sodiki.
Untuk diketahui, persidangan kali keempat untuk perkara yang diregistrasi Kepaniteraan MK dengan nomor 41/PUU-X/2012, ini diajukan oleh Muhammad Fhatoni, Akmal Fuadi, dan Denni. Ketiganya mengujikan ketentuan Pasal 8 huruf d UU Keuangan Negara, serta Pasal 7 ayat (2) huruf j dan Pasal 38 ayat (1) UU Perbendaharaan Negara.
UU Keuangan Negara Pasal 8 huruf d menyatakan: “Dalam rangka pelaksanaan kekuasaan atas pengelolaan fiskal, Menteri Keuangan mempunyai tugas sebagai berikut : d. melakukan perjanjian internasional di bidang keuangan.”
UU Perbendaharaan Negara Pasal 7 ayat (2) huruf j menyatakan: (2) “Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara berwenang: j. melakukan pinjaman dan memberikan jaminan atas nama pemerintah.”
UU Perbendaharaan Pasal 38 menyatakan: “(1) Menteri Keuangan dapat menunjuk pejabat yang diberi kuasa atas nama Menteri Keuangan untuk mengadakan utang Negara atau menerima hibah yang berasal dari dalam negeri ataupun dari luar negeri sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan dalam undang-undang APBN; (2) Utang/hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diterus pinjamkan kepada Pemerintah Daerah/BUMN/BUMD; (3) Biaya berkenaan dengan proses pengadaan utang atau hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibebankan pada Anggaran Belanja Negara; (4) Tata cara pengadaan utang dan/atau penerimaan hibah baik yang berasal dari dalam negeri maupun dari luar negeri serta penerusan utang atau hibah luar negeri kepada Pemerintah Daerah/BUMN/BUMD, diatur dengan Peraturan Pemerintah.”
Para Pemohon mendalilkan, berlakunya ketentuan dalam materi kedua UU yang diujikan tersebut, berdampak pada peningkatan utang negara. Hal ini terjadi karena Menteri Keuangan (Menkeu) dan pejabat yang mendapat kuasa dari Menkeu Keuangan begitu mudahnya melakukan penandatanganan naskah perjanjian utang luar negeri.
Hutang yang ditandatangani sekarang, dihabiskan sekarang. Namun cicilan pembayarannya baru lunas pada generasi anak cucu yang nota bene tidak menikmati manisnya, tapi harus menanggung sepahnya. Hal inilah yang dianggap merugikan konstitusional para Pemohon.
Menurut Pemohon, perjanjian luar negeri terutama yang berhubungan hutang harus memenuhi prinsip kehati-hatian. Dalam konteks ini, harus kembali kepada substansi Pasal 11 ayat (2) UUD 1945 yaitu penandatanganan naskah perjanjian utang luar negeri hanya dapat ditandatangani oleh Presiden dan mendapat persetujuan dari DPR. (Nur Rosihin Ana)
readmore »»  

Senin, 02 Juli 2012

Saksi Pemohon Sengketa Pemilukada Puncak Jaya Terangkan Perolehan Suara Distrik Mewoluk

Pemungutan suara Pemilihan umum kepala daerah (Pemilukada) Kabupaten Puncak Jaya, Provinsi Papua yang digelar 28 Mei 2012 lalu, telah menghasilkan pasangan calon terpilih. Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Puncak Jaya menetapkan pasangan Henock Ibo-Yustus Wonda (nomor urut 2) sebagai Bupati dan Wakil Bupati Puncak Jaya terpilih pada 12 Juni 2012. Namun, hal tersebut mengundang keberatan pasangan calon Agus Kogoya-Yakob Enumbi (nomor urut 3). Keberatan juga dilayangkan bakal pasangan calon yang dinyatakan tidak lolos verifikasi, yaitu pasangan Pedis Enumbi-Weinus Kogoya.
Mahkamah Konstitusi (MK) pada Senin (2/7/2012) siang, kembali menggelar sidang ihwal perselisihan hasil Pemilukada Puncak Jaya 2012 untuk perkara 39/PHPU.D-X/2012 yang diajukan oleh pasangan Agus Kogoya-Yakob Enumbi dan perkara 40/PHPU.D-X/2012 yang diajukan oleh pasangan Pedis Enumbi-Weinus Kogoya. Sidang kali keempat dengan agenda pembuktian ini, dilaksanakan oleh Hakim Konstitusi Achmad Sodiki (Ketua Panel), Ahmad Fadlil Sumadi, dan Muhammad Alim.
Pasangan Pedis-Weinus menghadirkan saksi bernama Taufan untuk menerangkan mengenai tidak dilakukannya verifikasi faktual terhadap partai pendukung bakal pasangan calon ini. “Kami dari tiga partai pengusung yang punya seat, ditambah dua (partai) yang non seat. Yang pertama, yang punya seat, Partai Perjuangan Indonesia Baru. Kedua, Partai Kasih Demokrasi Indonesia. Ketiga, Partai Demokrasi Kebangsaan,” kata saksi bernama Taufan mengawali keterangan.
“Coba Saudara terangkan bagaimana proses verifikasi yang dilakukan oleh KPU itu sehingga menjadikan dia (Pedis-Weinus) tidak lolos?” tanya Hakim Konstitusi Ahmad Fadlil Sumadi.
Pasca putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jayapura yang memerintahkan KPU Puncak Jaya untuk melaksanakan verifikasi ulang, Taufan sebagai Ketua DPD Perjuangan Indonesia Baru mengaku tidak pernah diverifikasi faktual oleh KPU Puncak Jaya. “KPU hanya memverifikasi  ulang  satu partai politik saja, PKDI,” terang Taufan.
Sementara itu, Ernus Wonda, saksi yang dihadirkan pasangan Agus Kogoya-Yakob Enumbi menerangkan pelaksanaan pemungutan suara di Distrik Mewoluk yang kemudian berubah menjadi kesepakatan. Hasil perolehan suara, terang Ernus, pasangan Sendius Wonda-Yorin Karoba (nomor urut 1) mendapatkan 394 suara, pasangan Henock Ibo-Yustus Wonda (nomor urut 2) 1.000 suara, dan Agus Kogoya-Yakob Enumbi (nomor urut 3) 13.000 suara. (Nur Rosihin Ana).
readmore »»  
Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More