Pengujian Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi (UU Tipikor) yang diajukan oleh Herlina Koibur, kembali disidangkan di
Mahkamah Konstitusi (MK), Jum’at (25/5/2012) pagi. Persidangan perkara 39/PUU-X/2012
mengenai pengujian UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No. 31
Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) Pasal 2 ayat (1), beragendakan Perbaikan Permohonan.
Habel Rumbiak, selaku kuasa hukum Pemohon
menyampaikan perbaikan permohonan di hadapan Panel Hakim Konstitusi Maria
Farida Indrati (Ketua Panel), Ahmad Fadlil Sumadi dan Anwar Usman. Habel
menegaskan bahwa permohonan yang diajukan kliennya berbeda dengan uji materi UU
Tipikor yang pernah diajukan ke MK oleh Dawud Djatmiko, yaitu perkara Nomor 003/PUU-IV/2006
yang diputus oleh MK pada 25 Juli 2006 dengan amar putusan “Mengabulkan permohonan Pemohon untuk
sebagian”. “Permohonan uji materiil yang kami ajukan kali
ini terhadap frasa ‘pidana
penjara paling singkat 4 (empat) tahun’, berbeda dengan
permohonan uji materiil yang pernah diajukan sebelumnya,” kata Habel.
Perbedaannya, lanjut Habel, adalah bahwa pada
permohonan sebelumnya, Pemohon Dawud Djatmiko mempersoalkan tentang kata "dapat" sebelum frasa
"merugikan keuangan atau perekonomian negara" pada
rumusan Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor. “Sedangkan permohonan uji materiil kami kali
ini adalah berkenan dengan rumusan limitatif atau ketentuan minimal pidana
penjara, sebagaimana dimaksud pada frasa ‘pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun’ pada Pasal 2 ayat (1), tanpa mempersoalkan apakah telah atau apakah tidak
merugikan keuangan negara,” lanjutnya.
Perubahan permohonan lainnya yaitu uraian mengenai frasa
‘pidana penjara paling
singkat 4 (empat) tahun’ yang diberlakukan secara merata. Hal ini mengandung
makna seolah-olah rumusan Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor menganut
prinsip keadilan distributif tanpa mempertimbangkan kualitas dan proporsi perbuatan
seseorang dalam suatu tindak pidana. Itulah sebabnya yang kami tonjolkan di
sini adalah bahwa keadilan yang kami mohonkan adalah keadilan yang sifatnya
substantif, bukan distributif,” papar Habel.
Kemudian, perubahan pada tuntutan permohonan (petitum).
Menurut Habel, frasa “pidana
penjara paling singkat 4 (empat) tahun” dalam rumusan Pasal 2 ayat (1) UU
Tipikor bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945. “Oleh
karena itu, kami mohon kepada Mahkamah agar menerima permohonan ini dan
menyatakan bahwa frasa ‘pidana
penjara paling singkat 4 (empat) tahun’ pada rumusan Pasal
2 undang-undang tindak pidana korupsi ini tidak mempunyai kekuatan hukum yang
mengikat,” pinta Habel.
Untuk diketahui, Herlina Koibur adalah terpidana tindak pidana korupsi
dengan ancaman penjara 4 tahun dan denda sebesar 200 juta rupiah. Apabila denda
tersebut tidak dibayar, akan diganti dengan pidana kurungan selama 2 bulan. Herlina divonis Pengadilan Negeri Biak dengan hukuman tersebut,
berdasarkan ketentuan Pasal
2 ayat (1) UU Tipikor yang menyatakan: “Setiap orang yang secara melawan hukum
melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain yang suatu
korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana
dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat)
tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp.
200.000.000.00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00
(satu miliar rupiah).”
Selanjutnya, Herlina
mengajukan Banding ke Pengadilan Tinggi Jayapura. Herlina dijatuhi hukuman
lebih ringan yaitu pidana penjara 2 tahun dan denda sebesar 200 juta. Alasan
ancaman pidana 2 tahun lebih ringan dikarenakan Herlina telah ditunjuk oleh
Kepala Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Supiori sebagai pelaksana kegiatan
pengembangan produksi perikanan, pengembangan budidaya teripang, pelatihan
pengolahan teripang dan peningkatan sumber daya nelayan. Namun dalam perjalanan
pelaksanaan pekerjaan ini, Herlina tidak dilibatkan secara langsung. Sedangkan uang
3 juta yang diterima Herlina dari terdakwa lain, merupakan fee setelah
pekerjaan pengadaan speedboad selesai dilaksanakan. (Nur Rosihin Ana)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar