Fakta historis
menunjukkan, sejak masa Kesultanan Lingga Riouw tahun 1957, Pulau Berhala
merupakan taklukan Sultan Lingga. Bahkan sejak awal kemerdekaan RI, Pulau
Berhala masih merupakan bagian wilayah pemerintahan Kab. Kepulauan Riau Prov.
Riau berdasarkan UU Nomor 61 Tahun 1958 yang hingga saat ini Pemda Kab. Lingga
telah melaksanakan Pemilu bagi penduduk yang bertempat tinggal di Pulau Berhala.
Selain itu, pelayanan administrasi pemerintahan di Pulau Berhala dan pulau-pulau
kecil lainnya serta pembangunan fasilitas umum dikembangkan oleh Pemerintah
Prov. Riau. Oleh karenanya menurut hukum dan fakta-fakta historis serta
geografis maka secara de facto juridis Pulau Berhala masuk wilayah
administrasi Kabupaten Lingga.
Demikian antara lain dalil permohonan perkara 47/PUU-X/2012,
pengujian Pasal 9 ayat (4) huruf a UU Nomor 54 Tahun 1999 tentang Pembentukan
Kabupaten Sarolangun, Kabupaten Tebo, Kabupaten Muaro Jambi dan Kabupaten Tanjung
Jabung Timur, dan perkara 48/PUU-X/2012, pengujian Penjelasan Pasal 3 UU Nomor
25 Tahun 2002 tentang Pembentukan Provinsi Kepulauan Riau (UU Kepri) yang terungkap
dalam persidangan di Mahkamah Konstitusi, Jum’at (1/6/2012) pagi.
Persidangan dengan agenda pemeriksaan pendahuluan permohonan
uji materi UU Nomor 54 Tahun 1999 dan uji materi UU Kepri ini diajukan oleh H.
Alias Welo, mantan ketua DPRD Kab. Lingga, dan Idrus, mantan anggota DPRD
Purwodadi. Inti dari dua permohonan mempermasalahkan keberadaan Pulau Berhala.
Menurut Alias Welo dan Idrus, Pulau Berhala masuk wilayah Kabupaten Lingga.
Pasal 9 ayat (4) huruf a menyatakan: “Kabupaten
Tanjung Jabung Timur mempunyai batas wilayah: (a) sebelah utara dengan Laut
Cina Selatan.” Batas wilayah yang ditetapkan dalam ketentuan pasal dan ayat tersebut
menurut para Pemohon, menyebabkan Pulau Berhala masuk dalam wilayah Tanjung
Jabung Timur begitu pula seluruh wilayah Kab. Lingga, Kab. Tanjung Balai
Karimun, Kota Batam, Kota Tanjung Pinang, Kab. Bintan, Kab. Anambas dan Kab.
Natuna.
Kemudian, Penjelasan
Pasal 3 UU Kepri menyatakan: “Kabupaten Kepulauan Riau
dalam undang-undang ini, tidak termasuk Pulau Berhala, karena Pulau Berhala
termasuk di dalam wilayah administratif Provinsi Jambi sesuai dengan
Undang-undang Nomor 54 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Sarolangun,
Kabupaten Tebo, Kabupaten Muaro Jambi, dan Kabupaten Tanjung Jabung Timur
Provinsi Jambi.”
Sebagai warga masyarakat yang bertempat tinggal di Kab. Lingga Prov. Kepri, Alias
Welo dan Idrus merasa dirugikan hak-hak konstitusionalnya dengan berlakunya
Pasal 9 ayat (4) huruf a UU Nomor 54 Tahun 1999 dan Penjelasan
Pasal 3 UU Kepri. Kerugian
konstitusional yang dimaksud adalah dengan dimasukkannya Pulau Berhala menjadi
bagian dari Prov. Jambi dan atau Kabupaten Tanjung Jabung Timur dan atau Kab.
Tanjung Jabung, maka pendapatan Para Pemohon yang selama ini menjadi Pendapatan
Asli Daerah (PAD) Kab. Lingga dan atau Prov. Kep. Riau akan beralih menjadi PAD
Kabupaten Tanjung Jabung Timur Prov. Jambi.
“Para Pemohon dan juga termasuk seluruh masyarakat
yang ada di Kabupaten Lingga, dalam hal pendapatan asli daerah Kabupaten Lingga
Provinsi Kepri akan beralih menjadi pendapatan asli daerah Kabupaten Tanjung
Jabung Timur sebagai akibat diberlakukannya Pasal 9 ayat (1) huruf a
Undang-Undang Nomor 54 Tahun 1999 tentang Pembentukan Tanjung Jabung Timur,”
kata Syamsudin Daeng Rani selaku kuasa hukum para Pemohon di hadapan Panel
Hakim Konstitusi Anwar Usman (Ketua Panel), Muhammad Alim dan Ahmad Fadlil Sumadi.
Alias
Welo dan Idrus
dalam tuntutannya (petitum) meminta Mahkamah menyatakan
Pasal 9 ayat (4) huruf a UU Nomor 54 Tahun 1999 dan Penjelasan Pasal 3 UU Nomor
35 Tahun 2002 tentang Pembentukan Provinsi Kepulauan Riau bertentangan dengan Pasal
18 ayat (1), Pasal 25A, Pasal 28C ayat (2) dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 UUD
1945. “Oleh karenanya harus dinyatakan batal dan atau tidak mempunyai kekuatan
hukum berikut segala akibat hukumnya,” pinta Alias Welo dan Idrus melalui
kuasanya hukumnya, Syamsudin
Daeng Rani. (Nur Rosihin Ana)
Berita terkait:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar