Catatan Perkara MK
Pangkal tragedi kasus “Lumpur Lapindo” di Porong, Sidoarjo, Jawa Timur, semata-mata merupakan kesalahan dan kelalaian pihak Lapindo Brantas Inc. dalam melakukan kegiatan pengeboran minyak dan gas bumi (Migas). Seharusnya hal tersebut dapat dihindari bila pihak Lapindo Brantas Inc. dalam melakukan kegiatan pengeboran sesuai dengan standart operation procedure yang baku di bidang pengeboran Migas. Kesalahan atau pelanggaran dalam melakukan teknik pengeboran tersebut adalah murni merupakan tangung jawab sepenuhnya dari pihak pelaksana proses pengeboran, yaitu pihak Lapindo Brantas Inc. dan tidak dapat dibebankan kepada pihak lain, apalagi kepada Negara.
Pangkal tragedi kasus “Lumpur Lapindo” di Porong, Sidoarjo, Jawa Timur, semata-mata merupakan kesalahan dan kelalaian pihak Lapindo Brantas Inc. dalam melakukan kegiatan pengeboran minyak dan gas bumi (Migas). Seharusnya hal tersebut dapat dihindari bila pihak Lapindo Brantas Inc. dalam melakukan kegiatan pengeboran sesuai dengan standart operation procedure yang baku di bidang pengeboran Migas. Kesalahan atau pelanggaran dalam melakukan teknik pengeboran tersebut adalah murni merupakan tangung jawab sepenuhnya dari pihak pelaksana proses pengeboran, yaitu pihak Lapindo Brantas Inc. dan tidak dapat dibebankan kepada pihak lain, apalagi kepada Negara.
Demikian alasan
(dalil) yang diusung oleh Letnan Jendral Mar. (Purn) Suharto, DR. H. Tjuk Kasturi Sukiadi, dan
Ali Azhar Akbar, saat mengujikan Pasal 18 Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 4 tahun 2012 tentang Perubahan
atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2011 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara Tahun Anggaran 2012 (UU APBN-P 2012) ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Panitera MK meregistrasi permohonan ini dengan nomor 53/PUU-X/2012.
Menurut para Pemohon, Pasal 18 UU APBN-P 2012 bertentangan dengan Pasal 23 ayat (1) UUD 1945 yang
menyatakan: “Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara sebagai wujud dari pengelolahan keuangan Negara
ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang dan dilaksanakan secara terbuka
dan bertanggungjawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”
Pasal 18 UU APBN-P 2012 menyatakan: “Untuk
kelancaran upaya penanggulangan lumpur Sidoarjo, alokasi dana pada Badan
Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) Tahun Anggaran 2012, dapat digunakan
untuk:
a. pelunasan pembayaran pembelian
tanah dan bangunan di luar peta area terdampak pada tiga desa (Desa Besuki,
Desa Kedungcangkring, dan Desa Pejarakan);
b. bantuan kontrak rumah, bantuan
tunjangan hidup, biaya evakuasi dan pelunasan pembayaran pembelian tanah dan
bangunan di luar peta area terdampak pada sembilan rukun tetangga di tiga kelurahan
(Kelurahan Siring, Kelurahan Jatirejo, dan Kelurahan Mindi);
c. bantuan kontrak rumah, bantuan
tunjangan hidup, biaya evakuasi dan pembayaran pembelian tanah dan bangunan
pada wilayah di luar peta area terdampak lainnya yang ditetapkan melalui Peraturan
Presiden.”
Kesalahan operation procedure yang dimaksudkan oleh para Pemohon
yaitu, pengeboran sumur Banjar Panji 1 di blok Brantas yang dioperatori oleh
Lapindo Brantas Inc. seharusnya dikerjakan dalam 37 hari. Namun ternyata pada
hari ke 85 masih dikerjakan. Berdasarkan data dari daily drilling report (DDR),
keterlambatan (48 hari) terutama disebabkan kerusakan dan perbaikan alat
pemboran yang diduga tidak memenuhi standar kualitas dan spare part yang
memadai.
Tanggal laporan harian
|
Uraian ketidakmampuan personal
|
14 Maret
2006
|
Unadequate
knowledge of crew personnel and condition of avail ability equipment caused
slow progress to run casing
|
17 Maret
2006
|
TMMJ
drilling crew unadequte knowledge on drilling operation, therefore took time
to perform all things related to drilling service
|
18 Mei
2006
|
Unadequate
knowledge of personnel to operate handling tool.
|
Pada 28 Mei
2006 terjadi total loss circulation (hilangnya lumpur sirkulasi secara
menyeluruh) dengan indikasi sirkulasi lumpur yang kembali hanya 50%. Setelah
itu terjadi peningkatan volume lumpur yang menandakan adanya well kick
(aliran balik di lubang sumur akibat tekanan formasi yang lebih besar dari
tekanan lumpur) dan adanya gas H2S sehingga harus dilakukan evakuasi
personel (Causation Factor for banjar panji No.1 Blowout Neal Adam services).
Penutupan sumur Banjar Panji-1 pada 2 Juni 2006 karena adanya insiden blow-out internal yang berada di bawah manajemen
operasional penyelenggara Blok, Lapindo Brantas Inc langsung, dan segera mengambil
keputusan untuk mencabut drill-string dari dasar sumur pada tengah malam
28 Mei 2006 sementara baik itu dalam kondisi tidak stabil mengalami hilangnya lumpur sirkulasi pada pukul 13.00 WIB tanggal 27 Mei 2006 sementara pengeboran 12-1/4 " lubang pada kedalaman 9.297 rtkb ft. Tindakan ini tidak kompeten dan bertentangan dengan praktek kontrol yang baik juga. Melanjutkan menarik pipa dari lubang sumur tersebut adalah dianggap ceroboh dan lalai. (TriTech
Petroleum Consultan Limited, Well Blow-Out assessment)
Para Pemohon yang memosisikan diri sebagai pembayar
pajak, menyatakan keberatan dengan ketentuan Pasal
18 UU APBN-P 2012. Ketentuan tersebut merupakan bentuk pelanggaran terhadap hak
konstitusional pemohon. Sebagai pembayar pajak, para Pemohon menuntut
pengakuan, jaminan dan kepastian hukum mengenai pajak-pajak yang dibayarkan.
Pajak yang dibayarkan oleh Para Pemohon seharusnya dimaksudkan untuk
kesejahteraan rakyat, bukan untuk menanggulangi tragedi bencana yang
diakibatkan oleh kecerobohan suatu korporasi swasta. Oleh karena itu, para
Pemohon meminta Mahkamah membatalkan ketentuan Pasal 18 UU APBN-P 2012 dan tidak mempunyai
kekuatan hukum mengikat.
Nur Rosihin Ana
Tidak ada komentar:
Posting Komentar