Selasa, 19 Juni 2012

Refly Harun: Metode “Potong Kepala” Pengaruhi Perolehan Suara Pemilukada Malteng Putaran II

Money politics atau vote buying adalah tindakan yang tercela dalam proses pemilu dan pemilukada di mana pun di dunia ini. Tak satu pun negara di dunia ini yang mentolerir tindakan money politics atau vote buying. “Akan tetapi di Indonesia, money politics atau vote buying seolah-olah menjadi hal yang lumrah. Terbukti hampir semua sengketa pemilukada di Mahkanah Konstitusi mempersoalkan terjadinya praktik yang tidak terpuji ini.” Demikian paparan Refly Harun saat bertindak sebagai ahli yang dihadirkan oleh pasangan Yusuf Latuconsina-Liliane Aitonam (Ina Ama) selaku Pemohon perselisihan hasil pemilihan umum kepala daerah (Pemilukada) Kabupaten Maluku Tengah (Malteng) putaran kedua Tahun 2012, dalam persidangan yang digelar di Mahkamah Konstitusi (MK), Selasa (19/6/2012). Sidang perkara 38/PHPU.D-X/2012 dengan agenda pemeriksaan saksi dan ahli ini dilaksanakan oleh Panel Hakim Konstitusi Achmad Sodiki (Ketua Panel), Harjono dan Ahmad Fadlil Sumadi.

Refly mengulas pelanggaran money politics atau vote buying yang yang diduga dilakukan oleh pasangan Tuasikal Abua-Marlatu Leleury (Tulus) yang menjadi Pihak Terkait dalam perkara ini. Sebagaimana didalilkan pasangan Ina Ama, para pemilih memotong gambar kepala salah satu pasangan calon untuk ditukarkan dengan uang Rp 50.000,00.

Refly juga memaparkan terjadinya pelanggaran yang menjadi alasan permohonan, antara lain mengenai bentuk surat suara, rekomendasi panwas yang tidak ditindaklanjuti, DPT yang berbeda, pemajuan jadwal pemilukada, terbitnya surat edaran KPU ketika pemilukada atau pencoblosan masih berlangsung, kemudian rekap yang diadakan PPS, keterlibatan Bupati Maluku Tengah dalam pemenangan pasangan Tuasikal Abua-Marlatu Leleury (Tulus) yang menjadi Pihak Terkait dalam perkara ini. “Semua yang didalilkan Pemohon tersebut adalah pelanggaran-pelanggaran yang berpengaruh kepada integritas pemilu dan merupakan bentuk ancaman bagi terwujudnya pemilu yang luber dan jurdil. Saya kira ini hal yang perlu digarisbawahi. Masalahnya adalah sejauh mana hal-hal tersebut dapat secara kuantitatif dan kualitatif mempangaruhi hasil Pemilukada Putaran Kedua Kabupaten Maluku Utara 2012. Saya kira itu yang menjadi concern Mahkamah,” jelas Refly.

Selanjutnya, Refly membagi jenis pelanggaran menjadi tiga. Pertama, pelanggaran dalam proses yang tidak berpengaruh atau tidak dapat ditafsir pengaruhnya terhadap hasil suara pemilukada. Misalnya, pembuatan baliho, kertas simulasi yang menggunakan lambang. Kedua, pelanggaran dalam proses pemilukada yang berpengaruh terhadap hasil pemilukada. Misalnya money politics, keterlibatan oknum pejabat pegawai negeri sipil, dugaan pidana pemilukada. Ketiga, pelanggaran tentang persyaratan menjadi calon yang bersifat prinsip dan dapat diukur. Misalnya syarat tidak pernah dijatuhi pidana dan syarat keabsahan dukungan bagi calon independen.

Dalam simpulan, Refly menyatakan, money politics dengan metode “potong kepala” berpengaruh langsung terhadap perolehan suara Pemilukada Malteng Putaran Tahun 2012. “Money politics dengan metode potong kepala adalah pelanggaran serius terhadap Pasal 22E ayat (1) Perubahan Ketiga UUD 1945, terutama asas rahasia, jujur dan adil. Permohonan Pemohon signifikan untuk dikabulkan atau dipertimbangkan,” tandas Refly

Pada persidangan kali keempat ini, pasangan Ina Ama selaku Pemohon, juga menghadirkan ahli yaitu Hadi Subhan yang tampil sebelum Refly Harun. Hadi antara lain memaparkan proses persidangan perselisihan hasil pemilukada di MK. Menurutnya, penyelesaian perselisihan hasil pemilukada di MK tidak hanya berpedoman kepada kalkulasi hasil, tetapi pada proses. “Justru (proses) ini yang akan dilihat. Dalam Islam dikatakan bahwa Allah tidak akan melihat suatu hasil, tetapi akan akan melihat suatu proses.” kata Hadi Subhan. (Nur Rosihin Ana)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More