Pengujian materi UU Pertambangan Mineral dan
Batubara (UU Menirba) yang diajukan oleh Johan Murod, Zuristyo Firmadata, Nico
Plamonia, dan Johardi, setelah dua tahun lebih, akhirnya diputus oleh Mahkamah
Konstitusi (MK). Para Pemohon adalah pengusaha pertambangan timah yang
tergabung dalam Assosiasi Pengusaha Timah Indonesia (APTI) dan Asosiasi
Tambangan Rakyat Daerah (ASTRADA) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Materi UU
Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara yang diujikan
yaitu Pasal 22 huruf f, Pasal 38, Pasal 52 ayat (1), Pasal 55 ayat (1), Pasal
58 ayat (1), Pasal 61 ayat (1), Pasal 75 ayat (4), Pasal 172, dan Pasal 173
ayat (2).
Mahkamah dalam amar putusan menyatakan mengabulkan sebagian
permohonan. “Mengabulkan permohonan para Pemohon untuk sebagian,” kata Ketua
Pleno Hakim MK Moh. Mahfud MD dalam sidang dengan agenda pengucapan putusan Nomor
30/PUU-VIII/2010, Senin (4/6/2012) di ruang sidang pleno lt. 2 gedung MK.
Mahkamah kemudian menyatakan pengujian Pasal 22 huruf f, Pasal 52 ayat (1), Pasal 169 huruf a, dan Pasal 173
ayat (2) UU Minerba tidak dapat diterima. Sedangkan untuk Pasal 55 ayat (1)
sepanjang frasa “dengan luas paling sedikit 500 (lima ratus) hektare dan”, Pasal
61 ayat (1) sepanjang frasa “dengan luas paling sedikit 5.000 (lima ribu)
hektare dan”, Mahkamah menyatakan frasa tersebut bertentangan dengan UUD 1945
dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Mahkamah juga menyatakan frasa “dengan cara
lelang” dalam Pasal 51, Pasal 60, dan Pasal 75 ayat (4) UU Minerba bertentangan
dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang dimaknai,
“lelang dilakukan dengan menyamakan antarpeserta lelang WIUP dan WIUPK dalam
hal kemampuan administratif/manajemen, teknis, lingkungan, dan finansial yang
berbeda terhadap objek yang akan dilelang.
Mahkamah dalam pendapatnya menyatakan, ketentuan
Pasal 22 huruf a sampai dengan huruf e UU Minerba dapat diberlakukan secara
kumulatif atau alternatif sesuai dengan kondisi daerah masing-masing yang
penetapannya mengacu pada mekanisme yang diatur dalam Pasal 21 dan Pasal 23 UU Minerba
beserta Penjelasannya. Oleh karena itu, dengan memperhatikan kondisi geografis
Indonesia, norma tersebut sudah tepat dan tidak bertentangan dengan UUD 1945, sehingga
dalil permohonan tidak terbukti menurut hukum. Begitu pula dalil Pemohon mengenai
berlakunya ketentuan Pasal 38 huruf a UU Minerba, Mahkamah berpendapat dalil
Pemohon tidak terbukti secara hukum.
Para Pemohon dalam permohonannya mendalilkan frasa
“dengan cara lelang” dalam Pasal 51, Pasal 60, dan Pasal 75 ayat (4) UU Minerba
telah memperlemah posisi dan daya saing para Pemohon sebagai pengusaha
kecil/menengah terhadap pengusaha/pemilik modal besar dan pemilik modal asing. Mahkamah
berpendapat, untuk memberikan kepastian hukum dan peluang berusaha secara adil
di bidang pertambangan, menurut Mahkamah, frasa “dengan cara lelang” dalam
Pasal 51, Pasal 60, dan Pasal 75 ayat (4) UU 4/2009 bertentangan dengan UUD
1945 sepanjang dimaknai lelang dilakukan dengan menyamakan antarpeserta lelang
WIUP dan WIUPK dalam hal kemampuan administratif/manajemen, teknis, lingkungan,
dan finansial yang berbeda terhadap objek yang akan dilelang.
Kemudian dalil para Pemohon mengenai penetapan luas
minimum wilayah izin usaha pertambangan (WIUP) Eksplorasi yang ditetapkan dalam
Pasal 55 ayat (1) dan Pasal 61 ayat (1) UU Minerba merugikan hak-hak
konstitusional pengusaha pertambangan kecil dan menengah. Mahkamah berpendapat
bahwa batas luas minimal 500 hektare dan 5.000 hektare akan mereduksi atau
bahkan menghilangkan hak-hak para pengusaha di bidang pertambangan yang akan
melakukan eksplorasi dan operasi produksi di dalam WIUP. Sebab belum tentu di
dalam suatu WIUP tersedia luas wilayah eksplorasi minimal 500 dan 5.000 hektare,
apalagi jika sebelumnya telah ditetapkan WPR dan WPN.
Sedangkan mengenai dalil
Pemohon pada pengujian Pasal 172 UU Minerba, Mahkamah berpendapat, dalil-dalil
para Pemohon tidak terbukti menurut hukum. Para Pemohon mendalilkan
konstitusionalitas Pasal 169 huruf a dan Pasal 173 ayat (2) UU Minerba, namun
tidak dimohonkan dalam petitum, sehingga dalil permohonan Pemohon tersebut
dikesampingkan oleh Mahkamah. (Nur Rosihin Ana)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar