Selasa, 15 Januari 2013

MK: Konstitusional, Undur Diri Anggota TNI dan Polri Peserta Pemilukada


Anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) diperbolehkan mendaftarkan diri sebagai bakal pasangan calon peserta pemilihan kepala daerah maupun wakil kepala daerah (Pemilukada) dengan syarat mengundurkan diri dari jabatannya.  “Asalkan menyerahkan surat pernyataan pengunduran diri dari jabatan negerinya,” kata Hakim Konstitusi Achmad Sodiki saat membacakan Pendapat Mahkamah dalam Putusan Nomor 67/PUU-X/2012, Senin (15/1/2013) di ruang sidang pleno lt. 2 gedung Mahkamah Konstitusi (MK).
Sidang pengucapan putusan pengujian Pasal 59 ayat (5) huruf g Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda), ini diajukan oleh Indonesian Human Rights Committe For Social Justice (IHCS). Persidangan dilaksanakan sembilan Hakim Konstitusi yaitu Moh. Mahfud MD (Ketua Pleno), Achmad Sodiki, Hamdan Zoelva, Akil Mochtar, Harjono, Muhammad Alim, Maria Farida Indrati, Ahmad Fadlil Sumadi, dan Anwar Usman.
Mahkamah dalam amar putusan menyatakan menolak permohonan IHCS. “Amar putusan, mengadili, menyatakan menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua Pleno Hakim Konstitusi Moh. Mahfud MD membacakan amar putusan.
Mahkamah berpendapat semua warga negara mempunyai kedudukan yang sama di bidang politik, termasuk anggota TNI dan anggota Polri yang memiliki hak yang sama untuk memilih dan dipilih dalam Pemilu. Hal tersebut bersesuaian dengan Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan, “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya,” dan Pasal 43 ayat (1) UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang menyatakan, “Setiap warga negara berhak untuk dipilih dan memilih dalam pemilihan umum berdasarkan persamaan hak melalui pemungutan suara yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”
Lebih lanjut Mahkamah berpendapat, larangan anggota TNI dan anggota Polri ikut serta dalam pesta demokrasi Pemilu dalam hal ini Pemilukada dalam ketentuan Pasal 39 UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia dan Pasal 28 UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, telah dianulir oleh Pasal 59 ayat (5) huruf g UU Pemda yang menyatakan, “Partai politik atau gabungan partai politik pada saat mendaftarkan calon partai politik, wajib menyerahkan: ... g. surat pernyataan mengundurkan diri dari jabatan negeri bagi calon yang berasal dari pegawai negeri sipil, anggota Tentara Nasional Indonesia, dan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia.”
“Berdasarkan Pasal a quo, anggota TNI dan anggota Polri diperbolehkan mendaftarkan diri sebagai bakal pasangan calon peserta pemilihan kepala daerah maupun wakil kepala daerah asalkan menyerahkan surat pernyataan pengunduran diri dari jabatan negerinya,” kata Achmad Sodiki membacakan pendapat Mahkamah.
Menurut Mahkamah, frasa “surat pernyataan pengunduran diri dari jabatan negeri” dalam Pasal 59 ayat (5) huruf g UU Pemda merupakan ketentuan persyaratan yang sudah jelas bagi anggota TNI maupun anggota Polri yang akan mendaftarkan diri menjadi peserta Pemilukada dalam menjaga profesionalitas dan netralitas TNI dan Polri. Dalam rangka mewujudkan penyelenggaraan Pemilu dalam hal ini Pemilukada yang demokratis, jujur, dan akuntabel, para peserta Pemilu, khususnya yang berasal dari PNS, anggota TNI dan anggota Polri, tidak dilarang memanfaatkan jabatan, kewenangan, dan pengaruh yang melekat pada dirinya sebagai akibat jabatan yang disandangnya pada saat Pemilukada berlangsung.
Menurut tafsir IHCS (Pemohon), surat pernyataan pengunduran diri anggota TNI maupun anggota Polri karena berlaga sebagai peserta Pemilukada, belumlah dapat dikatakan non aktif dari keanggotaanya. Dengan demikian, anggota TNI maupun anggota Polri masih dapat dikatakan aktif dan belum benar-benar keluar dari kesatuannya sehingga dapat terlibat dalam politik praktis yang berpotensi memanfaatkan jabatannya dan melakukan tindakan sewenang-wenang.
Dalil IHCS tersebut dipatahkan oleh pendapat Mahkamah yang menyatakan bahwa IHCS telah keliru dalam menafsirkan Pasal 59 ayat (5) huruf g UU Pemda. Menurut Mahkamah, Pasal tersebut justru memberikan persyaratan yang jelas kepada anggota TNI maupun anggota Polri yang hendak mendaftar sebagai perserta Pemilukada, yakni harus membuat surat pernyataan pengunduran diri dari jabatannya.
Meskipun dalam pasal tersebut tidak menjelaskan mengenai tindak lanjut dari surat pernyataan pengunduran diri dari jabatan negeri, namun demikian bukan berarti anggota TNI dan anggota Polri itu masih aktif dalam menduduki jabatannya. Sebab, proses surat pernyataan pengunduran diri merupakan kewajiban atau kewenangan dari atasan anggota TNI dan Polri yang mendaftarkan diri menjadi peserta Pemilukada untuk menindaklanjutinya.
Dengan kata lain, ketegasan pengunduran diri anggota TNI dan/atau anggota Polri dari jabatannya tergantung dari atasan untuk memprosesnya, sehingga jika anggota TNI dan/atau anggota Polri yang mendaftarkan diri menjadi peserta Pemilukada kalah, maka dapat  dipastikan anggota TNI dan/atau anggota Polri tersebut tidak akan kembali ke jabatannya.
Selain itu, jikalau frasa “surat pernyataan pengunduran diri dari jabatan negeri” dalam Pasal 59 ayat (5) huruf g UU Pemda harus diartikan anggota TNI dan/atau anggota Polri benar-benar keluar dari instansinya apabila mendaftarkan diri menjadi peserta Pemilukada, ketentuan tersebut dapat dikatakan telah menghalangi hak warga negara untuk ikut berpartisipasi dalam pemerintahan yang telah dijamin oleh UUD 1945. “Karena ada tenggang waktu proses administrasi pemberhentian dari anggota TNI atau Polri berhadapan dengan jangka waktu pendaftaran yang dalam tahapan Pemilukada sangat singkat,” lanjut Sodiki.
Oleh karena itu menurut Mahkamah dalil yang diusung oleh IHCS tersebut tidak beralasan menurut hukum. “Menurut Mahkamah, dalil Pemohon tidak beralasan menurut hukum,” tandas Sodiki membacakan Pendapat Mahkamah dalam Putusan Nomor 67/PUU-X/2012. (Nur Rosihin)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More