Uji materi Undang-Undang Peradilan Tata Usaha Negara (UU PTUN)
yang diajukan oleh Benny Kogoya, menurut jadwal, seharusnya sudah dilakukan
perbaikan pada 24 Desember 2012 yang lalu. Habel Rumbiak selaku kuasa hukum
Benny mengaku telah lalai sehingga tidak memanfaatkan waktu 14 hari yang
diberikan oleh Panel Hakim Mahkamah Konstitusi untuk memperbaiki permohonan.
“Yang Mulia, memang (kami) yang lalai dalam hal ini,
sehingga tidak memanfaatkan waktu yang sebetulnya sudah sangat maksimal untuk
perbaikan permohonan. Jadi mohon maaf kami tidak sampaikan perbaikan permohonan
pada hari ini. Sekali lagi memang kesalahan ada pada pihak kami yang tidak
memanfaatkan itu,” kata Habel Rumbiak di hadapan Panel Hakim Konstitusi Maria
Farida Indrati, Harjono, dan Ahmad Fadlil Sumadi, Kamis (3/1/2013), siang
bertempat di ruang sidang pleno gedung Mahkamah Konstitusi.
Persidangan kali kedua untuk perkara nomor 116/PUU-X/2013
ihwal Pengujian Pasal 2 huruf g UU Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata
Usaha Negara juncto UU Nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas UU Nomor
5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara juncto UU Nomor 51
Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas UU No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan
Tata Usaha, ini beragendakan perbaikan permohonan.
Mendengar hal tersebut, panel hakim MK masih
berkenan memberi kesempatan kepada Pemohon atau kuasanya untuk memperbaiki
permohonan. Permohonan yang sudah diperbaiki dapat langsung disampaikan ke Kepaniteraan
MK, dan MK tidak membuka persidangan untuk memroses perbaikan permohonan.
“Nanti kalau (perbaikan) Bapak sudah selesai,
disampaikan saja ke Kepaniteraan dan kami tidak akan membuka sidang kembali
tapi langsung kita laporkan ke Rapat Permusyawaratan Hakim,” Ketua Panel Hakim
Maria Farida Indrati.
Untuk diketahui, uji materi UU PTUN ke MK ini
diajukan oleh Benny Kogoya, anggota DPRD Kabupaten Tolikara dari Partai
Demokrat (PD). Berdasarkan rekomendasi dan keputusan PD, Benny diajukan sebagai
calon Wakil Ketua I DPRD Kabupaten Tolikara. Namun ia gagal terpilih sebagai
unsur pimpinan DPRD Kabupaten Tolikara. Penyebabnya, pada Pemilu Legislatif
Tahun 2009 lalu, PD hanya memperoleh 2 kursi DPRD Kabupaten Tolikara. Perolehan
kursi terbanyak diraih oleh Partai Golongan Karya (Partai Golkar) sebanyak 21
kursi, kemudian PPD 2 kursi, dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) 1 kursi.
Ternyata keseluruhan unsur pimpinan DPRD Kabupaten
Tolikara berasal dari Partai Golkar. Padahal berdasarkan ketentuan dalam Pasal
355 UU Nomor 27 Tahun 2009 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPD, DPR dan
DPRD, maka unsur pimpinan DPRD Kabupaten Tolikara menjadi sebagai berikut:
posisi Ketua menjadi hak Partai Golkar, Wakil Ketua I menjadi hak PD dan posisi
Wakil Ketua II menjadi hak PKB.
Merasa diperlakukan tidak adil, Benny mengajukan
gugatan ke PTUN Jayapura dan dikabulkan. Namun, oleh PTUN Makasar dan dikuatkan
oleh MA RI, gugatan Benny dinyatakan tidak dapat diterima dengan alasan hukum
bahwa objek gugatan adalah Keputusan Politik sehingga bukan merupakan Keputusan
PTUN. Selanjutnya, Benny mengajukan judicial review UU PTUN ke MK.
Benny mengujikan Pasal 2 huruf g UU PTUN menyatakan:
“Tidak termasuk dalam pengertian Keputusan Tata Usaha Negara menurut
Undang-Undang ini: (g) Keputusan Komisi Pemilihan Umum baik di pusat maupun di
daerah mengenai hasil pemilihan umum.” (Nur Rosihin Ana)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar