Pasangan calon bupati dan wakil bupati Pamekasan
nomor urut 3, Achmad Syafii-Halil (Asri) selaku Pihak Terkait dalam perkara
perselisihan hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah
(Pemilukada) Kabupaten Pamekasan Tahun 2013, dalam eksepsinya menyatakan
permohonan yang diajukan pasangan Kholilurrahman-Mohammad Masduki (Kompak)
hampir seluruhnya menguraikan tentang nama ganda calon wakil bupati (cawabup). Nama
ganda dimaksud yaitu nama Khalil Asyari dan Halil yang dimiliki oleh cawabup
nomor urut 3.
Persoalan tersebut, kata Syafi’i yang bertindak
sebagai kuasa hukum pasangan Asri, telah diputus oleh Pengadilan Negeri (PN)
Kelas 1B Pamekasan Nomor 191/Pdt.P/2012/PN.Pks Tanggal 1 November 2012. Putusan
ini pada intinya menyatakan bahwa Halil juga mempunyai nama lain yaitu Muhammad
Khalil Asyari. “Penetapan pengadilan negeri ini sudah inkracht,
mempunyai kekuatan hukum tetap, sehingga harus dihormati,” dalil Syafi’i.
Selain itu, lanjut Syafi’i, nama ganda Khalil Asyari
dan Halil sudah diputus oleh oleh Dewan Kehormatan Penyelanggara Pemilu (DKPP)
Nomor 30/DKPP-PKE-I/2012 tanggal 6 Desember 2012. DKPP dalam salah satu
pertimbangan hukumnya menyatakan bahwa penetapan PN kelas 1B Pamekasan tersebut
di atas, sudah berkekuatan hukum tetap.
Oleh karena itu menurut Syafi’i, objectum
litis (objek perkara)
permohonan pasangan Kholilurrahman-Mohammad Masduki (Kompak) tidak memenuhi
syarat permohonan perselisihan hasil Pemilukada. Dengan demikian, menurut
Syafi’i, Mahkamah tidak memiliki kewenangan untuk memeriksanya. “Menurut Pihak
Terkait, Mahkamah tidak berwenang memeriksa perkara a quo.”
Hal tersebut disampaikan Syafi’i di hadapan
persidangan Panel Hakim Konstitusi M. Akil Mochtar (Ketua Panel), Hamdan
Zoelva, dan Muhammad Alim, Rabu (30/01/2013) siang bertempat di
ruang sidang pleno lt. 2 gedung Mahkamah Konstitusi (MK). Persidangan untuk
perkara Nomor 6/PHPU.D-XI/2013 ihwal perselisihan hasil Pemilukada Kabupaten
Pamekasan Tahun 2013 yang diajukan oleh pasangan Kompak ini, beragendakan mendengarkan
keterangan Pihak Terkait dan keterangan ahli.
Pada persidangan kali kedua ini, pasangan Kompak
selaku Pemohon, menghadirkan dua orang Ahli, yaitu Irmanputra Sidin dan Yusril
Ihza Mahendra. Irmanputra menerangkan tentang pelanggaran terstruktur,
sistematis, dan massif (TSM) yang beberapa kali pernah diungkapkannya dalam
persidangan di MK. Irmanputra juga memaparkan tentang maklumat DKPP.
Menurutnya, Maklumat DKPP tidak bisa dijadikan dasar
hukum untuk merubah keputusan penyelenggara Pemilu. “Pada batas-batas tertentu mungkin ada sebuah kejadian luar biasa, bisa
saja, tetapi tidak serta-merta bisa dijadikan dasar hukum,” terangnya.
Sementara itu, Yusril Ihza Mahendra menerangkan
tentang kejelasan identitas atau nama yang melekat pada diri seseorang, ketika
yang bersangkutan melaksanakan hak dan kewajibannya sebagai warga negara, dalam
hal ini mencalonkan diri sebagai bupati atau wakil bupati. Pasal 26 UUD 1945
memuat norma mengenai siapa saja yang menjadi warga negara Indonesia. “Warga negara sebagaimana yang dimaksud oleh Pasal 26 UUD 1945 itu
adalah individu-individu atau orang perorangan yang wajib memiliki identitas,
seperti nama, tempat, dan tanggal lahir, nama orang tua, dan lain-lain yang
semuanya dapat dibuktikan dengan akta kelahiran atau paling tidak dengan surat
keterangan lahir yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang,” kata Yusril.
Menurut Yusril, nama dalam akta kelahiran sangat
penting untuk menerbitkan berbagai dokumen kependudukan atau dokumen
kewarganegaraan yang lain, seperti kartu penduduk, paspor. Karena ketentuan
mengenai akta kelahiran dahulu hanya berlaku bagi golongan Eropa dan Timur Asing,
maka secara faktual banyak orang Indonesia asli yang lahir tanpa pernah mengurus
akta kelahiran.
Mengacu Identitas KTP
Identitas seseorang, terang Yusril, paling mudah
diketahui dari kartu tanda penduduknya. Dengan demikian, apabila seseorang
diwajibkan untuk mengisi berbagai formulir, termasuk formulir pendaftaran sebagai
calon peserta Pemilukada, maka nama yang dicantumkan dalam formulir tersebut
haruslah sama dengan nama yang tertera di dalam kartu tanda penduduknya, dan
harus sama pula dengan dokumen-dokumen kependudukan lainnya sebagaimana diatur
dalam UU Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan.
Oleh karena itu, ketika seseorang mengisi sebuah
formulir pencalonan bupati atau wakil bupati dengan menggunakan nama Halil, sementara
dalam kartu tanda penduduknya menggunakan nama Muhammad Khalil Asyari, maka
secara hukum orang yang bernama Halil adalah berbeda dengan orang yang bernama
Muhammad Khalil Asyari.
Dengan demikian, jika nama ganda Halil dengan
Muhammad Khalil Asyari adalah nama untuk satu orang yang sama, maka yang
bersangkutan harus menyelesaikan identitas dirinya dalam seluruh dokumen
kependudukan yang dimilikinya melalui permohonan penetapan kepada pengadilan. “Setelah
ada penetapan perubahan atau penyesuaian dua nama pada satu orang yang sama,
maka pejabat administrasi kependudukan berkewajiban untuk melakukan perubahan
atau memberikan catatan perubahan atas nama yang bersangkutan di dalam
dokumen-dokumen kependudukan,” tandas Yusril. (Nur Rosihin Ana)