Semburan dan luapan lumpur di Sidoarjo, Jawa Timur,
sebagai suatu bencana telah berdampak luas terhadap sendi-sendi kehidupan
masyarakat di sekitarnya yang juga telah menimbulkan dampak sosial
kemasyarakatan. Pemerintah memandang perlu untuk melakukan penanggulangan
semburan lumpur dan penanganan luapan lumpur serta penanganan masalah sosial
kemasyarakatan yang timbul dengan langkah-langkah penyelamatan penduduk di
sekitar daerah bencana, menjaga infrastruktur dasar, dan penyelesaian masalah
semburan lumpur dengan memperhitungkan resiko lingkungan terkecil serta
memberikan bantuan kepada masyarakat yang kehilangan tempat tinggal. Oleh
karena itu, terlepas dari apa yang menjadi penyebab terjadinya bencana semburan
dan luapan lumpur Sidoarjo tersebut, Pemerintah berpendapat bahwa sesuai dengan
amanat Pasal 23 ayat (1) UUD 1945, negara bertanggung jawab atas keselamatan,
kesejahteraan, dan penghidupan yang layak bagi masyarakat yang terkena dampak
dari semburan dan luapan lumpur Sidoarjo tersebut. “Di samping itu, dapat
pemerintah sampaikan bahwa berdasarkan berbagai penelitian dan dua putusan
pengadilan yang berkuatan hukum tetap telah dinyatakan pula bahwa penyebab dari
semburan dan luapan lumpur Sidoarjo tidak terlepas dari adanya faktor fenomena
alam.”
Demikian dikatakan Herry Purnomo, Direktur Jenderal
Anggaran Kementerian Keuangan, saat membacakan keterangan Pemerintah dalam
persidangan Mahkamah Konstitusi, Selasa (24/7/2012) siang. Keterangan tersebut
menanggapi permohonan pengujian Pasal 19 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2011
tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2012 (UU APBN
2012) dan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 22 Tahun 2011 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun
Anggaran 2012 (UU APBNP 2012). Sidang perkara 53/PUU-X/2012 ihwal uji materi UU
APBN dan APBNP 2012 ini diajukan oleh Letnan Jendral Mar. (Purn) Suharto, DR.
H. Tjuk Kasturi Sukiadi, dan Ali Azhar Akbar.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, lanjut Herry
Purnomo, Pemerintah berkeyakinan bahwa pengalokasian dana dalam APBN untuk
penanggulangan lumpur Sidoarjo serta penyelamatan perekonomian dan kehidupan
sosial kemasyarakatan di sekitar tanggul lumpur Sidoarjo sebagaimana yang
ditetapkan dalam Pasal 19 UU APBN 2012 dan Pasal 18 UU APBNP 2012 telah sejalan
dengan Pasal 23 ayat (1) UUD 1945. Selain itu, Pasal 28I ayat (4) UUD 1945 juga
telah mengamanatkan bahwa perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak
asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama Pemerintah. Maka jelas
bahwa negara terutama Pemerintah mempunyai kewajiban untuk berusaha secara
sungguh-sungguh dan semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya
untuk menjamin dan menyelenggarakan keselamatan, kesejahteraan, dan penghidupan
yang layak bagi masyarakat yang terkena dampak bencana semburan dan luapan
lumpur di Sidoarjo tersebut. “Sejalan
dengan penjelasan pemerintah tersebut di atas, maka pemerintah berpendapat
bahwa alasan pengujian yang dikemukakan oleh para Pemohon yang menyatakan bahwa
penggunaan dana APBN sebagaimana yang ditetapkan dalam ketentuan Pasal 18
Undang-Undang APBNP Tahun 2012 dan Pasal 19 Undang-Undang APBN Tahun 2012 tidak
digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat adalah tidak benar,” bantah Herry.
Badan penanggulangan lumpur Sidoarjo (BPLS), terang
Herry, merupakan badan yang dibentuk oleh pemerintah yang bertugas untuk
menangani upaya penanggulangan semburan lumpur, menangani luapan lumpur, serta
menangani masalah sosial dan infrastruktur akibat luapan lumpur di Sidoarjo
dengan memperhatikan resiko lingkungan yang terkecil. Untuk melaksanakan
tugasnya tersebut, BPLS dibiayai dari APBN, di mana untuk tahun anggaran tahun
2012 ditetapkan sebesar Rp 1,5 triliun.
Sejalan dengan tujuan dibentuknya BPLS tersebut, maka
untuk kelancaran upaya penanggulangan lumpur Sidoarjo diatur dalam ketentuan
Pasal 18 UU APBNP 2012 yang menyatakan: “Untuk kelancaran
upaya penanggulangan lumpur Sidoarjo, alokasi dana pada Badan Penanggulangan
Lumpur Sidoarjo (BPLS) Tahun Anggaran 2012, dapat digunakan untuk: a. pelunasan
pembayaran pembelian tanah dan bangunan di luar peta area terdampak pada tiga
desa (Desa Besuki, Desa Kedungcangkring, dan Desa Pejarakan); b. bantuan
kontrak rumah, bantuan tunjangan hidup, biaya evakuasi dan pelunasan pembayaran
pembelian tanah dan bangunan di luar peta area terdampak pada sembilan rukun
tetangga di tiga kelurahan (Kelurahan Siring, Kelurahan Jatirejo, dan Kelurahan
Mindi); c. bantuan kontrak rumah, bantuan tunjangan hidup, biaya evakuasi dan
pembayaran pembelian tanah dan bangunan pada wilayah di luar peta area
terdampak lainnya yang ditetapkan melalui Peraturan Presiden.”
Demikian halnya dalam rangka penyelamatan
perekonomian dan kehidupan sosial kemasyarakatan di sekitar tanggul lumpur
Siduarjo, maka di dalam ketentuan Pasal 19 UU APBN 2012 ditetapkan bahwa
anggaran belanja yang dialokasikan pada BPLS TA 2012 dapat digunakan untuk kegiatan
mitigasi penanggulangan semburan lumpur. Termasuk di dalamnya penanganan
tanggul utama sampai kali Porong yaitu antara lain mengalirkan lupur dari
tanggul utama ke kali Porong.
Berdasarkan hal-hal tersebut, telah jelas bahwa
norma yang terkandung di dalam ketentuan Pasal 18 Undang-Undang APBN-P Tahun
2012 dan Pasal 19 Undang-Undang APBN Tahun 2012 yang menetapkan pengalokasian
dana APBN pada BPLS untuk hal-hal sebagaimana tersebut di atas tidak
bertentangan sama sekali dengan Undang Undang Dasar 1945. “Oleh karena itu,
pemerintah berpendapat bahwa alasan pengujian yang dikemukakan oleh para
Pemohon yang menyatakan bahwa dana APBN yang ditetapkan atau dialokasikan dalam
Pasal 18 Undang-Undang APBN-P Tahun 2012 dan Pasal 19 Undang-Undang APBN 2012
tersebut bertentangan dengan Pasal 23 ayat (1) karena tidak digunakan untuk
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, adalah tidak benar,” tandas Herry mewakili
Pemerintah.
Terkait dengan dalil permohonan yang menyatakan
bahwa perusahaan Lapindo Berantas Inc. tidak dimintai pertanggungjawaban, hal
tersebut adalah tidak benar. Pemerintah menyatakan bahwa Lapindo Berantas Inc.
telah diminta turut bertanggung jawab atas masalah sosial kemasyarakatan akibat
semburan dan luapan lumpur di Siduarjo. Lapindo Berantas Inc. pun diharuskan
untuk menyelesaikan semua kewajiban dan tanggung jawabnya tersebut hingga
tuntas. Dalam hal ini pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk mendesak
Lapindo Berantas Inc. agar menyelesaikan semua kewajiiban dan tanggung jawab
yang dimaksud. “Adapun yang menjadi tanggung jawab dan kewajiban dari Lapindo
Berantas Inc. adalah penanganan masalah sosial kemasyarakatan dengan membeli
tanah dan bangunan masyarakat yang terkena luapan lumpur Siduarjo pada wilayah
peta area terdampak atau PAT tanggal 22 Maret 2007,” tandas Herry.
Berdasarkan uraian tersebut, Pemerintah tegaskan
bahwa ketentuan Pasal 18 UU APBNP 2012 dan Pasal 19 UU APBN 2012 tidak
bertentangan dengan UUD 1945. “Oleh karena itu, Pemerintah mohon agar Yang
Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi yang memeriksa, mengadili dan
memutus permohonan pengujian Pasal 18 Undang-Undang APBNP Tahun 2012 dan Pasal
19 Undang-Undang APBN Tahun 2012 a quo untuk menyatakan permohonan para
Pemohon ditolak atau setidak-tidaknya dinyatakan tidak dapat diterima,” pinta
Herry. (Nur Rosihin Ana)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar