Pengujian materi Undang-Undang tentang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP), kembali digelar di persidangan Mahkamah
Konstitiusi (MK), Kamis (19/7/2012). Sidang untuk nomor perkara 30/PUU-X/2012 ihwal
pengujian Pasal 25 ayat
(9) dan Pasal 27 ayat (5) UU KUP ini diajukan oleh Harangan
Wilmar Hutahaean. Pada kesempatan kali ini pihak Pemerintah dihadiri Direktur
Jendral Pajak Fuad Rahmany, sejumlah Pejabat Kementerian Hukum dan HAM, dan Kementerian
Keuangan.
Persidangan kali keenam dengan agenda mendengar
keterangan ahli yang dihadirkan oleh Pemohon, berlangsung cukup singkat. Pemohon
melalui kuasanya, Andris Basril menyatakan ahli yang diusulkan oleh Pemohon berhalangan
hadir.
“Berdasar catatan kami, sidang hari ini diadakan
untuk mendengarkan keterangan ahli yang diusulkan oleh Pemohon. Namun sampai
saat ini, ahli yang dimaksud belum hadir, saya minta keterangan Pemohon,” kata ketua
pleno hakim konstitusi Moh. Mahfud MD, sesaat setelah membuka persidangan.
“Seyogianya kami akan mengajukan saksi ahli satu
orang lagi. Namun karena kesibukan, ahli kami tidak dapat menghadiri. Untuk itu,
kami tidak akan mengajukan lagi saksi ahli,” jawab Andris.
Mendengar jawaban Andris, pleno hakim menyatakan proses
pemeriksaan uji materi UU KUP selesai. Sidang berikutnya adalah pengucapan
putusan. Sebelum pengucapan putusan, pihak Pemohon, Pemerintah dan DPR diberi
kesempatan untuk menyerahkan kesimpulan akhir paling lambat 31 Juli 2012, pukul
14.00 WIB. “Sesudah itu Mahkamah akan menyelenggarakan rapat internal (rapat
permusyawaratan hakim) untuk mengambil putusan,” lanjut Mahfud MD seraya
menyatakan persidangan ditutup.
Permohonan pengujian Pasal 25 ayat (9) dan Pasal 27 ayat (5) UU KUP
diajukan oleh Harangan Wilmar Hutahaean, Direktur PT
Hutahaean. Pasal 25 ayat
(9) UU KUP menyatakan: “Dalam hal keberatan Wajib Pajak ditolak atau dikabulkan sebagian,
Wajib Pajak dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 50% (lima puluh persen) dari
jumlah pajak berdasarkan keputusan keberatan dikurangi dengan pajak
yang telah dibayar sebelum mengajukan keberatan.” Kemudian Pasal 27 ayat (5) huruf d menyatakan:
“Dalam hal permohonan banding ditolak atau dikabulkan sebagian, Wajib Pajak
dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 100% (seratus persen) dari
jumlah pajak berdasarkan Putusan Banding dikurangi dengan pembayaran pajak yang
telah dibayar sebelum mengajukan keberatan.”
PT Hutahaean
adalah wajib pajak yang terperiksa oleh fiskus (petugas pemeriksa pajak) dan
telah menerima Surat Ketetapan Kurang Bayar Pajak Penghasilan Badan. PT
Hutahaean menyanggah temuan fiskus. Namun haknya untuk mengajukan keberatan,
terhalangi oleh ketentuan Pasal 25 ayat (9) dan Pasal 27 ayat (5d) UU KUP.
Ketentuan ini sangat merugikan karena telah membatasi wajib pajak yang
mempunyai sengketa pajak dikenakan sanksi sebelum mengajukan gugatan keberatan,
yaitu sanksi administrasi berupa denda sebanyak 50% dari jumlah pajak
berdasarkan keputusan keberatan dikurangi dengan pajak yang telah dibayar
sebelum mengajukan keberatan, dan dikenai sanksi administrasi berupa denda
sebanyak 100% dari jumlah pajak berdasarkan Putusan Banding dikurangi dengan
pembayaran pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan keberatan. Pemohon
menilai hal ini terlalu berlebihan dan telah melanggar hak konstitusional
Pemohon yang dilindungi oleh Pasal 28D ayat (1), Pasal 28G ayat (1), dan Pasal
28H ayat (2) UUD 1945. (Nur Rosihin Ana)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar