Tujuan pemasyarakatan bukan untuk balas dendam. Selama
menjalani pidana, narapidana dibina dan dididik agar menjadi orang baik sehingga
setelah selesai menjalani pidana dapat berintegrasi secara normal di
tengah-tengah masyarakat dan berguna bagi pembangunan bangsa dan negara.
Begitulah filosofi sistem pemasyarakatan. Namun yang
menimbulkan tanda tanya adalah adanya persyaratan tidak pernah dipidana dengan
ancaman hukuman serendah-rendahnya 5 tahun penjara sebagaimana ketentuan dalam UU
Pemda dan UU Pileg. Bahkan dalam jabatan kenegaraan juga tercantum persyaratan
tersebut. Hal ini tidak saja bertentangan dengan filosofi pemasyarakatan, tapi
juga bertentangan dengan Pasal 27 dan Pasal 28 UUD 1945.
Hal tersebut disampaikan pakar hukum tata negara Prof.
Dr. Yusril Ihza Mahendra saat menjadi ahli pemohon dalam sidang pleno di
Mahkamah Konstitusi (MK) Rabu (26/9/2012) siang. Selain itu, lanjut Yusril, seseorang
tidak dapat dihukum dengan UU. Seseorang hanya dapat dihukum dengan putusan
pengadilan. Yusri menyontohkan pengadilan terhadap Anwar Ibrahim, mantan Wakil Perdana
Menteri Malaysia. Anwar dimejahijaukan dengan tuduhan melakukan sodomi. Anwar divonis penjara 6 tahun dan dicabut
haknya untuk berpolitik selama 7 tahun. Putusan tersebut akhirnya dibatalkan oleh
Mahkamah Agung Malaysia. Mantan Perdana Menteri Thailand, Thaksin Shinawatra, juga
dijatuhi pidana dan dicabut haknya untuk berpolitik selama 5 tahun.
“Jadi, putusan pengadilanlah yang menghukum
seseorang, bukan undang-undang yang menghukum seseorang. Ini sekarang
undang-undang menghukum seseorang tanpa ada sebuah proses pengadilan. Kapan
hakim menyatakan orang ini tidak boleh menjadi kepala daerah?” tanya Yusril.
Sidang kali ketiga untuk perkara 79/PUU-X/2012 ihwal pengujian Pasal
3 dan Penjelasan Pasal 3 UU No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, Pasal 58
huruf (f) UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah
diubah dengan UU No. 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas UU No. 32 Tahun
2004, Pasal 12 huruf (g) dan Pasal 51 ayat (1) huruf (g) UU No. 8 Tahun 2012
tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD dan DPRD, ini dilaksanakan
oleh hakim konstitusi Moh. Mahfud MD (ketua pleno) didampingi enam anggota
pleno Achmad Sodiki, Ahmad Fadlil Sumadi, Harjono, Muhammad Alim, Maria Farida
Indrati, dan M. Akil Mochtar.
Agenda persidangan MK kali ini adalah keterangan
Pemerintah, DPR dan Saksi/Ahli dari Pemohon serta Pemerintah. Pemerintah dalam
keterangan yang disampaikan oleh Direktur Litigasi Kementerian
Hukum dan HAM, Mualimin
Abdi, menyatakan sistem pemasyarakatan merupakan satu rangkaian
kesatuan penegakan hukum pidana (criminal justice system). Oleh karena
itu, pelaksanaannya tidak dapat dipisahkan dari pengembangan konsepsi umum
tentang pemidanaan.
Selain itu, pemasyarakatan adalah kegiatan untuk
melakukan pembinaan warga binaan pemasyarakatan berdasarkan sistem kelembagaan
dan cara pembinaan yang merupakan bagian akhir dari sistem pemidanaan dalam
tata peradilan pidana. “Sistem pemasyarakatan diselenggarakan dalam rangka
membentuk warga binaan pemasyarakatan agar menjadi manusia seutuhnya, menyadari
kesalahannya, memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindak pidana, sehingga
dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakatnya, dapat aktif berperan
dalam pembangunan dan dapat secara wajar sebagai warga yang baik dan
bertanggung jawab,” kata Mualimin Abdi.
Kemudian, lanjut Mualimin, jika dalam implementasinya seorang mantan
narapidana ingin ikut aktif di dalam dunia politik atau mencalonkan diri
menjadi kepala daerah, terhambat oleh peraturan perundang-undangan, menurut
pemerintah itu adalah problem lain. “Menurut hemat kami, tidak bisa
dipertentangkan antara Undang-Undang Pemasyarakatan dengan undang-undang yang
mengatur seseorang itu untuk menjadi kepala daerah atau menjadi pejabat-pejabat
publik yang lain,” lanjut Mualimin.
Terkait dengan hal tersebut, Mualimin menyitir Pasal
58 huruf f Undang-Undang Pemda dan putusan Mahkamah Konstitusi yang pada
intinya bahwa ketentuan tersebut tidak bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang
ketentuan tersebut diartikan tidak mencakup tindak pidana yang lahir karena
kealpaan ringan dan tindak pidana karena alasan politik tertentu, serta dengan
mempertimbangkan sifat-sifat jabatannya itu sendiri.
Pemerintah berketetapan bahwa antara UU
Pemasyarakatan di satu sisi dan UU lain yang mengatur tentang hak-hak politik
terpidana tidak bisa tidak bisa dipertentangkan satu dengan yang lainnya. “Kecuali
jika Yang Mulia Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi dapat mengoreksi kembali
undang-undang yang mengatur atau yang telah diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi
bahwa terhadap seorang narapidana yang telah selesai menjalankan pidananya itu
adalah secara otomatis bisa melaksanakan hak-hak politik untuk menjadi kepala
dearah maupun jabatan-jabatan publik tertentu yang lainnya,” tandas Mualimin
Abdi.
Untuk diketahui, sidang uji materi UU Pemasyarakatan
ini dimohonkan oleh Sudirman
Hidayat dan H. Samsul Hadi Siswoyo. Dua mantan narapidana ini berencana mencalonkan diri dalam Pemilukada.
Namun keduanya terganjal persyaratan “tidak pernah
dipidana dengan ancaman hukuman serendah-rendahnya 5 tahun penjara” yang
tertuang dalam dalam UU Pemda dan UU Pileg. (Nur Rosihin Ana)
SATISFY KARIMUN JAVA IN YOUR HOLIDAY WITH OUR SERVICES
Tidak ada komentar:
Posting Komentar