Pemilihan umum kepala daerah dan wakil kepala daerah
(pemilukada) Provinsi DKI Jakarta putaran pertama yang digelar pada 11 Juli
2012 lalu, menyisakan kekecewaan bagi Mohammad Umar Halimuddin dan Siti
Hidayawati. Dua orang warga DKI Jakarta ini tidak bisa menyalurkan hak
pilihnya, karena nama keduanya tidak tercantum dalam Daftar Pemilih Sementara (DPS)
maupun Daftar Pemilih Tetap (DPT).
“Kami tidak terdaftar dalam daftar pemilih tetap
maupun daftar pemilih sementara,” kata Mohammad Umar Halimuddin di hadapan sidang
yang digelar di Mahkamah Konstitusi (MK), Jum’at (14/9/2012). Sidang perkara 85/PUU-X/2012
ihwal pengujian Pasal 69 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan
Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (UU
Pemda) ini beragendakan pemeriksaan pendahuluan.
Pasal 69 ayat (1) UU Pemda menyatakan: “Untuk dapat
menggunakan hak memilih, warga negara Republik Indonesia harus terdaftar
sebagai pemilih.”
Kendati tidak terdaftar dalam DPS dan DPT, Halimuddin
dan Hidayawati berusaha menuntut hak konstitusionalnya yaitu hak pilih dalam Pemilukada
DKI Jakarta. Namun petugas Panitia Pemungutan Suara (PPS) menolak keduanya. Padahal
keduanya sudah menjelaskan kepada petugas PPS mengenai putusan Mahkamah
Konstitusi yang menyatakan warga yang tidak terdaftar dalam DPS maupun DPT
dapat menggunakan hak pilihnya dengan menunjukkan KTP dan KK.
“Namun ternyata hal tersebut ditolak karena terdapat
petunjuk dari KPU tanggal 9 Juli 2012, Nomor 474 yang meminta kepada panitia
pemungutan suara di lapangan untuk hanya warga negara yang dapat menggunakan
hak pilihnya adalah warga negara yang terdaftar dalam daftar pemilih sementara
maupun daftar pemilih tetap sesuai dengan formulir model A-3 KWK-KPU,” terang
Halimuddin.
Selanjutnya Mohammad Umar Halimuddin dan Siti
Hidayawati melaporkan hal tersebut ke Panitia Pengawas Kecamatan, bahkan hingga
menghubungi KPU Jakarta Timur. Ternyata Halimuddin mendapati ketentuan dalam UU
Pemda yang menyatakan warga negara yang dapat memilih adalah terdaftar dalam
daftar pemilih. Menurut para Pemohon, hal tersebut melanggar hak konstitusional
para Pemohon yang dijamin oleh Pasal 27, Pasal 28 huruf d ayat (1) dan ayat (3)
UUD 1945.
“Pada putaran pertama kemarin, kami beranggapan
bahwa hak pilih kami telah dirugikan karena kami tidak dapat melakukan
pemilihan dan kemudian juga berpotensi untuk tidak dapat melakukan pemilihan
pada putaran kedua. Untuk itu, pada kesempatan ini kami memohonkan kepada
Majelis Hakim yang terhormat untuk dapat menguji materi terhadap undang-undang
ini,” Halimuddin mendalilkan.
Menanggapi permohonan, Hakim Konstitusi Hamdan
Zoelva menyarankan para pemohon agar kembali mencermati putusan MK nomor 102/PUU-VII/2009. Putusan tersebut terkait dengan pemilu
Presiden. “Saudara perlu membaca betul putusan Mahkamah sebelumnya, (yaitu)
mengenai Undang-Undang Pemilu Presiden,” saran Hamdan. (Nur Rosihin Ana)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar