Materi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang
Hukum Acara Pidana (KUHAP) kembali disidangkan di Mahkamah Konstitusi (MK),
Selasa (11/9/2012) siang. Sidang kali kedua untuk perkara 78/PUU-X/2012 ihwal
pengujian Pasal 195, Pasal 197 ayat (2) dan Pasal 199 ayat (2) KUHAP ini
beragendakan perbaikan permohonan.
Pemohon perkara ini, Zainal Arifin, di hadapan panel
hakim konstitusi Achmad Sodiki (ketua panel), M. Akil Mochtar, dan Anwar Usman,
menyampaikan poin perbaikan yang terdiri lima hal. Pertama, Zainal menambahkan
pasal yang diujikan, yaitu Pasal 13 ayat (2) UU 48/2009 tentang Kekuasaan
Kehakiman yang menyatakan: “Putusan pengadilan hanya sah dan mempunyai kekuatan
hukum apabila diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum.
Kedua, Zainal menambahkan pasal dalam UUD 1945 yang
menjadi batu uji, yaitu Pasal 28F UUD 1945. “Pasal 28F ini digunakan sebagai
batu uji untuk Pasal 195 KUHAP dan Pasal 13 ayat (2) Undang-Undang Nomor 48
Tahun 2009,” kata Zainal Arifin yang juga berprofesi sebagai Advokat.
Ketiga, perbaikan kedudukan hukum pemohon (legal
standing) berdasarkan nasihat hakim pada persidangan sebelumnya (29/8/2012).
Memperkuat legal standing, sebagai warga negara Zainal menyatakan berhak
mendapatkan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia. Salah
satunya yaitu hak untuk mengetahui putusan secara aktual dengan menghadiri
pembacaan putusan. Selama ini, makna dari frasa “diucapkan di sidang terbuka
untuk umum” sebagaimana diatur di dalam Pasal 195 KUHAP dan Pasal 13 ayat (2) UU
Kekuasaan Kehakiman, tidak memperdulikan apakah dalam pembacaan putusan
tersebut masyarakat umum mengetahui jadwal pembacaan putusan, sehingga bisa
menghadiri pembacaan putusan tersebut.
“Di dalam setiap
putusan selalu terdapat irah-irah ‘diucapkan di sidang terbuka untuk umum’,
tetapi secara riil putusan tersebut dibacakan dalam sidang tertutup yang hanya
dihadiri oleh hakim dan didampingi panitera karena masyarakat tidak mengetahui
jadwal pembacaan putusan. Bagaimana mungkin masyarakat umum bisa menghadiri
pembacaan putusan jika pengadilan khususnya dalam tingkat banding, kasasi dan
peninjauan kembali tak pernah memberikan pengumuman secara terbuka perihal
jadwal pembacaan putusan,” papar Zainal mendalilkan.
Peradilan Transparan
Persidangan yang
dilakukan secara terbuka untuk umum, terang Zainal, merupakan bentuk
tradisional dari transparasi di lingkungan peradilan. Prinsip persidangan terbuka
telah menjadi salah satu prinsip pokok dalam sistim peradilan di dunia. “Keterbukaan
ini merupakan kunci lahirnya akuntabilitas hakim dan pegawai pengadilan akan
lebih bersungguh-sungguh dan berhati-hati dalam menjalankan tugasnya karena
publik bisa mengakses hasil kerjanya. Dalam konteks putusan pengadilan, prinsip
keterbukaan ini akan mendorong lahirnya putusan yang berkualitas dan
mencerminkan rasa keadilan,” papar Zainal.
Oleh karena itu
menurut Zainal, supaya frasa “diucapkan di sidang terbuka
untuk umum” dalam Pasal
195 KUHAP dan Pasal 13 ayat (2) UU Kekuasaan Kehakiman sesuai dengan Pasal 28D
ayat (1) dan Pasal 28F UUD 1945, maka frasa tersebut harus dimaknai: “Sebelum
pembacaan putusan dalam sidang terbuka untuk umum tersebut, pengadilan
berkewajiban untuk memberitahukan secara
terbuka kepada masyarakat umum dan pihak-pihak yang berpekara.” Pemberitahuan
jadwal pembacaan putusan dimaksudkan supaya masyarakat umum yang ingin
mengetahui putusan pengadilan secara aktual dapat menghadiri pembacaan putusan
tersebut.
Kelima, Zainal
kembali memperkuat legal standing. Zainal bermaksud menitikberatkan makna
“putusan batal demi hukum” sebagai dasar untuk mengajukan upaya hukum
praperadilan terhadap Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) kasus Sistem Administrasi Badan Hukum (Sisminbakum) yang akan diajukan ke Pengadilan
Negeri Jakarta Selatan. “Sebagai seorang tax
payer, Pemohon mempunyai legal
standing untuk mengajukan praperadilan terhadap SP3 kasus-kasus korupsi
karena pajak-pajak yang telah dibayarkan oleh Pemohon akan digunakan untuk
menutupi kerugian keuangan negara akibat tindak pidana korupsi, di mana kasus
tersebut sudah di-SP3 oleh pihak Kejaksaan Agung,” jelas Zainal.
Untuk diketahui materi KUHAP yang diujikan yaitu
Pasal 195 KUHAP menyatakan: “Semua putusan pengadilan hanya sah, dan mempunyai kekuatan
hukum apabila diucapkan di sidang terbuka untuk umum.” Pasal 197 ayat (2): “Tidak
dipenuhinya ketentuan dalam ayat (1) huruf a, b, c, d, e, f, h, j, k dan l
pasal ini mengakibatkan putusan batal demi hukum. Terakhir, Pasal 199 ayat (2):
“Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 197 ayat (2) dan ayat (3) berlaku
juga bagi pasal ini.” (Nur Rosihin Ana)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar