Selasa, 11 September 2012

Uji Materi KUHAP: Sidang Pengucapan Putusan Terbuka Untuk Umum Harus Diumumkan

Materi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) kembali disidangkan di Mahkamah Konstitusi (MK), Selasa (11/9/2012) siang. Sidang kali kedua untuk perkara 78/PUU-X/2012 ihwal pengujian Pasal 195, Pasal 197 ayat (2) dan Pasal 199 ayat (2) KUHAP ini beragendakan perbaikan permohonan.
Pemohon perkara ini, Zainal Arifin, di hadapan panel hakim konstitusi Achmad Sodiki (ketua panel), M. Akil Mochtar, dan Anwar Usman, menyampaikan poin perbaikan yang terdiri lima hal. Pertama, Zainal menambahkan pasal yang diujikan, yaitu Pasal 13 ayat (2) UU 48/2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang menyatakan: “Putusan pengadilan hanya sah dan mempunyai kekuatan hukum apabila diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum.
Kedua, Zainal menambahkan pasal dalam UUD 1945 yang menjadi batu uji, yaitu Pasal 28F UUD 1945. “Pasal 28F ini digunakan sebagai batu uji untuk Pasal 195 KUHAP dan Pasal 13 ayat (2) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009,” kata Zainal Arifin yang juga berprofesi sebagai Advokat.
Ketiga, perbaikan kedudukan hukum pemohon (legal standing) berdasarkan nasihat hakim pada persidangan sebelumnya (29/8/2012). Memperkuat legal standing, sebagai warga negara Zainal menyatakan berhak mendapatkan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia. Salah satunya yaitu hak untuk mengetahui putusan secara aktual dengan menghadiri pembacaan putusan. Selama ini, makna dari frasa “diucapkan di sidang terbuka untuk umum” sebagaimana diatur di dalam Pasal 195 KUHAP dan Pasal 13 ayat (2) UU Kekuasaan Kehakiman, tidak memperdulikan apakah dalam pembacaan putusan tersebut masyarakat umum mengetahui jadwal pembacaan putusan, sehingga bisa menghadiri pembacaan putusan tersebut.
“Di dalam setiap putusan selalu terdapat irah-irah ‘diucapkan di sidang terbuka untuk umum’, tetapi secara riil putusan tersebut dibacakan dalam sidang tertutup yang hanya dihadiri oleh hakim dan didampingi panitera karena masyarakat tidak mengetahui jadwal pembacaan putusan. Bagaimana mungkin masyarakat umum bisa menghadiri pembacaan putusan jika pengadilan khususnya dalam tingkat banding, kasasi dan peninjauan kembali tak pernah memberikan pengumuman secara terbuka perihal jadwal pembacaan putusan,” papar Zainal mendalilkan.

Peradilan Transparan
Persidangan yang dilakukan secara terbuka untuk umum, terang Zainal, merupakan bentuk tradisional dari transparasi di lingkungan peradilan. Prinsip persidangan terbuka telah menjadi salah satu prinsip pokok dalam sistim peradilan di dunia. “Keterbukaan ini merupakan kunci lahirnya akuntabilitas hakim dan pegawai pengadilan akan lebih bersungguh-sungguh dan berhati-hati dalam menjalankan tugasnya karena publik bisa mengakses hasil kerjanya. Dalam konteks putusan pengadilan, prinsip keterbukaan ini akan mendorong lahirnya putusan yang berkualitas dan mencerminkan rasa keadilan,” papar Zainal.
Oleh karena itu menurut Zainal, supaya frasa “diucapkan di sidang terbuka untuk umum” dalam Pasal 195 KUHAP dan Pasal 13 ayat (2) UU Kekuasaan Kehakiman sesuai dengan Pasal 28D ayat (1) dan Pasal 28F UUD 1945, maka frasa tersebut harus dimaknai: “Sebelum pembacaan putusan dalam sidang terbuka untuk umum tersebut, pengadilan berkewajiban untuk memberitahukan  secara terbuka kepada masyarakat umum dan pihak-pihak yang berpekara.” Pemberitahuan jadwal pembacaan putusan dimaksudkan supaya masyarakat umum yang ingin mengetahui putusan pengadilan secara aktual dapat menghadiri pembacaan putusan tersebut.
Kelima, Zainal kembali memperkuat legal standing. Zainal bermaksud menitikberatkan makna “putusan batal demi hukum” sebagai dasar untuk mengajukan upaya hukum praperadilan terhadap Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) kasus Sistem Administrasi Badan Hukum (Sisminbakum) yang akan diajukan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. “Sebagai seorang tax payer, Pemohon mempunyai legal standing untuk mengajukan praperadilan terhadap SP3 kasus-kasus korupsi karena pajak-pajak yang telah dibayarkan oleh Pemohon akan digunakan untuk menutupi kerugian keuangan negara akibat tindak pidana korupsi, di mana kasus tersebut sudah di-SP3 oleh pihak Kejaksaan Agung,” jelas Zainal.
Untuk diketahui materi KUHAP yang diujikan yaitu Pasal 195 KUHAP menyatakan: “Semua putusan pengadilan hanya sah, dan mempunyai kekuatan hukum apabila diucapkan di sidang terbuka untuk umum.” Pasal 197 ayat (2): “Tidak dipenuhinya ketentuan dalam ayat (1) huruf a, b, c, d, e, f, h, j, k dan l pasal ini mengakibatkan putusan batal demi hukum. Terakhir, Pasal 199 ayat (2): “Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 197 ayat (2) dan ayat (3) berlaku juga bagi pasal ini.” (Nur Rosihin Ana)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More