Rabu, 19 September 2012

Hefrizal Handra: Sangat Rasional Negara Intervensi Atasi Dampak Semburan Lumpur Lapindo

Total anggaran yang telah dialokasikan untuk mengatasi dampak semburan lumpur lewat Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) sejak tahun 2007 hingga tahun 2012 sekitar 4,1 Triliun. Dengan kata lain, setiap tahun rata-rata negara mengalokasikan dana hingga 680 Miliar. Dana tersebut  telah dan akan digunakan oleh BPLS untuk menjalankan tugas antara lain dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas tehnis BPLS, stabilitasi dan pembangunan infrastruktur wilayah, bantuan untuk mengatasi berbagai permasalahan sosial, dan pembelian tanah dan bangunan di luar peta area terdampak yang telah disepakati menjadi tanggung jawab pemerintah. “Dari keseluruhan dana tersebut, sekitar 45% telah digunakan dialokasikan untuk membangun infrastruktur wilayah.” Demikian disampaikan Dr. Hefrizal Handra dalam kapasitasnya sebagai ahli Pemerintah dalam sidang pleno di Mahkamah Konstitusi (MK), Rabu (19/9/2012).
Sidang untuk perkara 53/PUU-X/2012 ihwal pengujian Pasal 19 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2011 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2012 (UU APBN 2012) dan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2011 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2012 (UU APBN-P 2012), ini merupakan persidangan kali ketujuh. Sidang dilaksanakan oleh tujuh hakim konstitusi yaitu Moh. Mahfud MD (ketua panel), Achmad Sodiki, Harjono, Ahmad Fadlil Sumadi, M. Akil Mochtar, Hamdan Zoelva, dan Anwar Usman. Persidangan terbuka untuk umum antara lain dihadiri oleh H. Tjuk Kasturi Sukiadi (pemohon) didampingi kuasanya, M. Taufik Budiman dkk. Pemerintah pada persidangan kali ini menghadirkan tiga orang ahli yaitu Dr. Hefrizal Handra, Dr. Zen Zanibar, SH, MH, dan Mico Kamal SH, LLM.

Intervensi Negara

Dr. Hefrizal Handra yang merupakan pakar ekonomi publik dan keuangan negara Universitas Andalas (UnAnd) Padang, lebih lanjut menyatakan bahwa alokasi anggaran tersebut merupakan bentuk intervensi negara. Dalam disiplin ilmu ekonomi, alasan intervensi oleh negara adalah untuk penyediaan public good dan mengoreksi kegagalan pasar, antara lain karena adanya monopoli, kekurangan ketersediaan private good yang dibutuhkan masyarakat, bencana alam ataupun bencana yang disebabkan oleh manusia. Intervensi negara untuk penyediaan barang layanan publik adalah suatu keharusan karena tidak mungkin disediakan oleh mekanisme pasar seperti penyediaan jalan umum, lampu jalan, pertahanan, keamanan, stabilitas makro ekonomi, dan lain-lain.
Hefrizal memandang penyediaan anggaran untuk mengatasi dampak semburan lumpur Lapindo adalah sangat rasional karena digunakan terutama untuk mengembalikan peranan infrastruktur umum. Sebab, akibat semburan lumpur tersebut, tidak hanya tanah dan bangunan milik masyarakat yang harus diganti rugi, tetapi juga infrastruktur perekonomian dan pelayanan publik juga harus diperbaiki. Dengan kata lain, untuk mengatasi dampak semburan lumpur tidak hanya sekedar persoalan relokasi penduduk dan pembelian penggantian tanah dan bangunan penduduk, tetapi juga mengembalikan fungsi-fungsi ekonomi dan pelayanan dari wilayah tersebut. “Sangat tidak manusiawi kalau negara membiarkan sebagian rakyatnya menderita dan tidak bijak jika membiarkan roda perekonomian wilayah terganggu akibat rusaknya infrastruktur,” Hefrizal mendalilkan.
Demikian juga penyediaan anggaran untuk pembelian tanah dan bangunan oleh pemerintah di luar peta area terdampak, juga dapat dibenarkan. Hal ini merupakan bentuk intervensi untuk mengoreksi kegagalan pasar dalam menyelesaikan persoalan yang ditimbulkan oleh semburan lumpur dalam hal ini PT Lapindo Brantas Inc. yang tidak mampu mengatasi sepenuhnya persoalan yang ditimbulkannya karena belum adanya insentif bisnis di lokasi semburan.
“Untuk negara besar seperti Indonesia dengan anggaran belanja hampir rata-rata sekitar 1000 triliun per tahun dalam periode 2007-2012, maka alokasi sebesar 680 miliar per tahun untuk berbagai hal dalam rangka memperbaiki kondisi di wilayah Sidoarjo tidak akan menganggu alokasi untuk wilayah lain di Indonesia,” tegas Hefrizal.
Persidangan kali ini merupakan pemeriksaan terakhir. Selanjutnya Mahkamah akan menggelar persidangan untuk pengucapan putusan. Majelis hakim meminta para pihak berperkara untuk menyerahkan kesimpulan akhir paling lambat pada Rabu, 26 September 2012 jam 16.00 WIB.
Seperti diketahui, pengujian Pasal 19 UU APBN 2012 dan Pasal 18 UU APBN-P 2012, diajukan oleh Letnan Jendral Mar. (Purn) Suharto, DR. H. Tjuk Kasturi Sukiadi, dan Ali Azhar Akbar. Para pemohon keberatan dengan penanggulangan lumpur Sidoarjo yang dibebankan kepada APBN. Pasal 18 menyatakan: “Untuk kelancaran upaya penanggulangan lumpur Sidoarjo, alokasi dana pada Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) Tahun Anggaran 2012, dapat digunakan untuk; (a) Pelunasan pembayaran pembelian tanah dan bangunan diluar peta area terdampak pada tiga desa (Desa Besuki, Desa Kedungcangkring, dan Desa Pajarakan); (b) Bantuan kontrak rumah, bantuan tunjangan biaya hidup, biaya evakuasi serta pelunasan kekurangan pembayaran pembelian tanah dan bangunan di luar peta area terdampak pada sembilan rukun tetangga di tiga kelurahan (Kelurahan Siring, Kelurahan Jatirejo, dan Kelurahan Mindi); (c) Bantuan kontrak rumah, bantuan tunjangan hidup, biaya evakuasi dan pembayaran pembelian tanah dan bangunan pada wilayah di luar peta area terdampak lainnya yang ditetapkan melalui Peraturan Presiden.” (Nur Rosihin Ana)

Pesona Wisata Karimun Jawa Jepara
SIOS WISATA.com
SATISFY KARIMUN JAVA IN YOUR HOLIDAY WITH OUR SERVICES



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More