Total anggaran yang telah dialokasikan untuk
mengatasi dampak semburan lumpur lewat Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo
(BPLS) sejak tahun 2007 hingga tahun 2012 sekitar 4,1 Triliun. Dengan kata
lain, setiap tahun rata-rata negara mengalokasikan dana hingga 680 Miliar. Dana
tersebut telah dan akan digunakan oleh
BPLS untuk menjalankan tugas antara lain dukungan manajemen dan pelaksanaan
tugas tehnis BPLS, stabilitasi dan pembangunan infrastruktur wilayah, bantuan
untuk mengatasi berbagai permasalahan sosial, dan pembelian tanah dan bangunan di
luar peta area terdampak yang telah disepakati menjadi tanggung jawab
pemerintah. “Dari keseluruhan dana tersebut, sekitar 45% telah digunakan
dialokasikan untuk membangun infrastruktur wilayah.” Demikian disampaikan Dr.
Hefrizal Handra dalam kapasitasnya sebagai ahli Pemerintah dalam sidang pleno
di Mahkamah Konstitusi (MK), Rabu (19/9/2012).
Sidang untuk perkara 53/PUU-X/2012 ihwal pengujian
Pasal 19 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2011 tentang Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara Tahun Anggaran 2012 (UU APBN 2012) dan Pasal 18 Undang-Undang
Nomor 4 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2011
tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2012 (UU APBN-P
2012), ini merupakan persidangan kali ketujuh. Sidang dilaksanakan oleh tujuh hakim
konstitusi yaitu Moh. Mahfud MD (ketua panel), Achmad Sodiki, Harjono, Ahmad
Fadlil Sumadi, M. Akil Mochtar, Hamdan Zoelva, dan Anwar Usman. Persidangan
terbuka untuk umum antara lain dihadiri oleh H. Tjuk Kasturi Sukiadi (pemohon)
didampingi kuasanya, M. Taufik Budiman dkk. Pemerintah pada persidangan kali
ini menghadirkan tiga orang ahli yaitu Dr. Hefrizal Handra, Dr. Zen Zanibar,
SH, MH, dan Mico Kamal SH, LLM.
Intervensi Negara
Dr. Hefrizal Handra yang merupakan pakar ekonomi
publik dan keuangan negara Universitas Andalas (UnAnd) Padang, lebih lanjut menyatakan
bahwa alokasi anggaran tersebut merupakan bentuk intervensi negara. Dalam disiplin
ilmu ekonomi, alasan intervensi oleh negara adalah untuk penyediaan public
good dan mengoreksi kegagalan pasar, antara lain karena adanya monopoli,
kekurangan ketersediaan private good yang dibutuhkan masyarakat, bencana
alam ataupun bencana yang disebabkan oleh manusia. Intervensi negara untuk
penyediaan barang layanan publik adalah suatu keharusan karena tidak mungkin
disediakan oleh mekanisme pasar seperti penyediaan jalan umum, lampu jalan,
pertahanan, keamanan, stabilitas makro ekonomi, dan lain-lain.
Hefrizal memandang penyediaan anggaran untuk
mengatasi dampak semburan lumpur Lapindo adalah sangat rasional karena
digunakan terutama untuk mengembalikan peranan infrastruktur umum. Sebab, akibat
semburan lumpur tersebut, tidak hanya tanah dan bangunan milik masyarakat yang
harus diganti rugi, tetapi juga infrastruktur perekonomian dan pelayanan publik
juga harus diperbaiki. Dengan kata lain, untuk mengatasi dampak semburan lumpur
tidak hanya sekedar persoalan relokasi penduduk dan pembelian penggantian tanah
dan bangunan penduduk, tetapi juga mengembalikan fungsi-fungsi ekonomi dan
pelayanan dari wilayah tersebut. “Sangat tidak manusiawi kalau negara
membiarkan sebagian rakyatnya menderita dan tidak bijak jika membiarkan roda
perekonomian wilayah terganggu akibat rusaknya infrastruktur,” Hefrizal
mendalilkan.
Demikian juga penyediaan anggaran untuk pembelian
tanah dan bangunan oleh pemerintah di luar peta area terdampak, juga dapat
dibenarkan. Hal ini merupakan bentuk intervensi untuk mengoreksi kegagalan
pasar dalam menyelesaikan persoalan yang ditimbulkan oleh semburan lumpur dalam
hal ini PT Lapindo Brantas Inc. yang tidak mampu mengatasi sepenuhnya persoalan
yang ditimbulkannya karena belum adanya insentif bisnis di lokasi semburan.
“Untuk negara besar seperti Indonesia dengan
anggaran belanja hampir rata-rata sekitar 1000 triliun per tahun dalam periode
2007-2012, maka alokasi sebesar 680 miliar per tahun untuk berbagai hal dalam
rangka memperbaiki kondisi di wilayah Sidoarjo tidak akan menganggu alokasi
untuk wilayah lain di Indonesia,” tegas Hefrizal.
Persidangan kali ini merupakan pemeriksaan terakhir.
Selanjutnya Mahkamah akan menggelar persidangan untuk pengucapan putusan. Majelis
hakim meminta para pihak berperkara untuk menyerahkan kesimpulan akhir paling
lambat pada Rabu, 26 September 2012 jam 16.00 WIB.
Seperti diketahui, pengujian Pasal 19 UU APBN 2012
dan Pasal 18 UU APBN-P 2012, diajukan oleh Letnan Jendral Mar. (Purn) Suharto,
DR. H. Tjuk Kasturi Sukiadi, dan Ali Azhar Akbar. Para pemohon keberatan dengan
penanggulangan lumpur Sidoarjo yang dibebankan kepada APBN. Pasal 18
menyatakan: “Untuk kelancaran upaya penanggulangan lumpur Sidoarjo, alokasi
dana pada Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) Tahun Anggaran 2012,
dapat digunakan untuk; (a) Pelunasan pembayaran pembelian tanah dan bangunan
diluar peta area terdampak pada tiga desa (Desa Besuki, Desa Kedungcangkring,
dan Desa Pajarakan); (b) Bantuan kontrak rumah, bantuan tunjangan biaya hidup,
biaya evakuasi serta pelunasan kekurangan pembayaran pembelian tanah dan
bangunan di luar peta area terdampak pada sembilan rukun tetangga di tiga
kelurahan (Kelurahan Siring, Kelurahan Jatirejo, dan Kelurahan Mindi); (c)
Bantuan kontrak rumah, bantuan tunjangan hidup, biaya evakuasi dan pembayaran
pembelian tanah dan bangunan pada wilayah di luar peta area terdampak lainnya
yang ditetapkan melalui Peraturan Presiden.” (Nur Rosihin Ana)
SIOS WISATA.com
SATISFY KARIMUN JAVA IN YOUR HOLIDAY WITH OUR SERVICES
Tidak ada komentar:
Posting Komentar