Jaminan sosial
merupakan hak setiap orang tanpa terkecuali, termasuk pekerja/buruh sebagaimana
ketentuan Pasal 28H ayat (3) UUD 1945. Undang-Undang Nomor
24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (UU BPJS) yang
disahkan oleh Pemerintah bersama DPR pada tanggal 25 November 2011 lalu,
bertujuan untuk memberikan perlindungan kepada setiap pekerja/buruh tanpa
terkecuali. Namun demikian, hak pekerja/buruh untuk mendapatkan jaminan sosial
hanya dapat diperoleh apabila pemberi kerja mendaftarkan pekerjanya ke BPJS
sebagaimana diatur dalam Pasal 15 ayat (1) UU BPJS yang menyatakan: “Pemberi kerja secara bertahap
wajib mendaftarkan dirinya dan pekerjanya sebagai peserta kepada BPJS sesuai
dengan program Jaminan Sosial yang diikuti”.
Mengenai adanya
sanksi pidana atas kelalaian perusahaan atau pemberi kerja dalam mendaftarkan
keikutsertaan pekerjanya dalam jaminan sosial tenaga kerja atau penyelenggara sistem
jaminan sosial nasional, hal ini belum memberikan jaminan bahwa pekerja/buruh
memperoleh haknya.
Hal tersebut disampaikan oleh Andi Muhammad Asrun
selaku kuasa pemohon dalam persidangan di Mahkamah Konstitusi (MK), Jum’at (7/9/2012)
pagi. Sidang perkara 82/PUU-X/2012 ihwal pengujian Pasal 15 ayat (1) UU
BPJS ini beragendakan pemeriksaan pendahuluan. Permohonan uji materi UU BPJS diajukan
oleh M. Komarudin,
Ketua Umum Federasi Ikatan Serikat Buruh Indonesia (FISBI), Muhammad Hafizd, Kepala
Kesekretariatan FISBI, dan Yulianti, Staf PT. Megahbuana Citramasindo.
Lebih lanjut di hadapan panel hakim konstitusi
Muhammad Alim (ketua panel), Ahmad Fadlil Sumadi, dan Anwar Usman, Asrun
menyatakan perubahan UU tentang Jaminan Sosial tidak lagi memperhatikan Putusan
MK Nomor 70/PUU-IX/2011 karena dia lahir setelah Putusan MK dan MK merevisi pasal
yang sama dengan UU yang telah diberi tafsir konstitusi. Pertimbangan
Mahkamah dalam Putusan Nomor 70/PUU-IX/2011 yang dibacakan pada tanggal 8
Agustus 2012 lalu, pada paragraf 3.12 dikatakan, ”Menimbang bahwa para Pemohon
mendalilkan, ketentuan Pasal 4 ayat (1) UU Jamsostek telah merugikan hak
konstitusional para Pemohon, karena perlindungan atas kecelakaan kerja, sakit,
hamil, bersalin, hari tua dan meninggal dunia hanya dapat diperoleh apabila
pengusaha tempat pekerja/buruh bekerja mendaftarkan pekerja/buruh tersebut ke
badan penyelenggara yaitu PT. Jamsostek sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat
(1) UU Jamsostek, sedangkan kewajiban pemberi kerja untuk
secara bertahap wajib mendaftarkan pekerjanya sebagai peserta kepada Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial sesuai dengan program jaminan sosial yang diikuti
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) UU SJSN demi memenuhi hak
konstitusionalitas yang dijamin dalam Pasal 28H ayat (3) UUD 1945...”
“Kami menilai bahwa Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Jamsostek dan Pasal
13 ayat (1) Undang-Undang SJSN itu bertentangan dengan Pasal 28H ayat (3)
Undang-Undang Dasar 1945” lanjut Asrun.
Para pemohon
melalui kuasanya meminta Mahkamah agar mengabulkan permohonan mereka. “Kami mohon kepada yang mulia, pertama-tama menerima dan mengabulkan
permohonan pemohon untuk seluruhnya,” pinta Asrun.
Para pemohon juga meminta Mahkamah menyatakan Pasal 15 ayat (1) UU
BPJS bertentangan dengan Pasal 28H ayat (3) UUD 1945 jika
dimaknai meniadakan hak pekerja/buruh untuk mendaftarkan diri sebagai peserta
program jaminan sosial atas tanggungan pemberi kerja apabila pemberi kerja
telah nyata-nyata tidak mendaftarkan pekerjanya pada penyelenggara jaminan sosial.
Kemudian, menyatakan
Pasal 15 ayat (1) UU BPJS selengkapnya harus dibaca: “Pemberi kerja secara
bertahap mendaftarkan dirinya dan pekerjanya sebagai peserta kepada badan
penyelengara jaminan sosial, sesuai dengan program jaminan sosial yang diikuti
dan pekerja berhak untuk mendaftakan diri sebagai peserta program jaminan
social atas tanggungan pemberi kerja apabila pemberi kerja telah nyata-nyata
tidak mendaftarkan pekerjanya pada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial”.
“Memberitakan putusan ini dalam Berita Negara
Republik Indonesia sebagaimana mestinya. Atau apabila Majelis Hakim Konstitusi
berpendapat lain, mohon putusan seadil-adilnya,” kata Asrun mengakhiri
permohonan petitum. (Nur Rosihin Ana)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar