UU Intelijen Negara harus memberikan kepastian bahwa
organisasi dan kegiatan intelijen tidak dapat disalahgunakan justru untuk
mengancam keselamatan warga negara. Sebab, tujuan dari adanya organisasi
intelijen negara tidak semata-mata untuk keamanan negara, tetapi juga adalah
untuk keamanan warga negara itu sendiri. “Oleh karena itu, sesungguhnya yang harus
diatur dalam UU Intelijen Negara adalah membatasi dari sisi organisasinya,
karena ini sangat penting mengingat sifat dan karakter intelijen yang bersifat
tertutup, rahasia dan mengutamakan kecepatan sehingga perlu adanya aturan dan
batasan yang jelas,” kata Dr. Muhammad Ali Syafa’at, SH, MH
saat didaulat sebagai ahli Pemohon dalam sidang nomor 7/PUU-X/2012 mengenai uji
materi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara (UU Intelijen
Negara) yang digelar di Mahkamah Konstitusi, Kamis (12/4/2012) siang. Persidangan
dengan agenda mendengarkan keterangan Ahli dari Pemohon dan Pemerintah ini
dilaksanakan oleh Panel Hakim Moh. Mahfud MD (ketua panel) didampingi tujuh
anggota, Achmad Sodiki, M. Akil Mochtar, Maria Farida Indrati, Muhammad Alim,
Ahmad Fadlil Sumadi, Hamdan Zoelva dan Anwar Usman.
Pada persidangan kali kelima ini, selain Syafa’at, Pemohon juga menghadirkan Jaleswari Pramodhawardani,
M.Hum. Sedangkan pihak Pemerintah menghadirkan Prof. Dr. Arief
Hidayat, SH, MS dan Prof. Dr. Edward Omar Sharif Hiariej, SH, M.Hum.
Lebih lanjut Syafa’at menyatakan, secara umum fungsi intelijen adalah pengumpulan informasi, analisis
informasi, operasi rahasia dan kontra-intelijen. Semuanya terkait dengan
informasi, yaitu bagaimana memberikan informasi sebagai bahan pengambilan
keputusan. Dalam hal tertentu intelijen bisa melakukan operasi rahasia dan
tindakan kontra-intelijen. Hal ini pun sifatnya terbatas, karena operasi
rahasia hanya bisa dilakukan di luar negeri. Kemudian, kontra-intelijen hanya
bisa dilakukan terhadap aktivitas intelijen asing yang ada di dalam negeri
maupun di luar negeri. “Sehingga tidak bisa dilakukan terhadap warga negara,” terangnya.
Dalam UU Intelijen Negara, ada tiga fungsi
intelijen, yaitu penyelidikan, pengamanan dan penggalangan. Dari ketiga fungsi
ini, hanya satu yang terkait dengan informasi, yaitu fungsi penyelidikan. Sedangkan
pengamanan dan penggalangan, tidak ada kriteria yang jelas mengenai kedua hal
ini, sehingga di dalamnya bisa termasuk operasi rahasia dan tindakan kontra-intelijen.
Fungsi pengamanan dan penggalangan pada ketentuan Pasal 6 UU Intelijen Negara,
tidak memberikan batasan apakah hanya boleh dilakukan di luar negeri, atau
hanya boleh dilakukan terhadap warga negara. “Kalau kita melihat pada definisi
ancaman pada Pasal 1 angka 4 UU Intelijen Negara, maka itu boleh dilakukan,
baik di dalam negeri maupun di luar negeri, baik terhadap warga negara maupun
terhadap intelijen asing yang melakukan aktivitas intelijen di dalam negeri,”
papar Syafa’at.
Sementara itu, ahli yang dihadirkan Pemerintah, Edward
OS Hiariej,
dalam keterangannya menyatakan, substansi UU Intelijen Negara dalam
konteks hukum pidana adalah untuk melindungi kepentingan negara. Dalam hukum
pidana, asas legalitas adalah salah satu asas yang sangat fundamental. Asas
legalitas mempunyai dua fungsi yaitu fungsi melindungi, melindungi individu
dari tindakan sewenang-wenang negara terhadap warga negaranya. Di sisi lain asas
legalitas mempunyai fungsi pencegahan, dalam arti bahwa dalam batas-batas yang
ditentukan oleh UU, negara mempunyai otoritas dan kewenangan untuk melakukan
suatu tindakan. Sebagai ilustrasi yaitu UU Pemberantasan Tindak Pidana
Terorisme. Untuk melindungi kepentingan negara, laporan intelijen dapat
dijadikan sebagai bukti permulaan yang cukup, tetapi juga untuk menghindari
kesewenang-wenangan. “Jadi, ada keseimbangan peletakan antara kepentingan
individu dan kepentingan negara,” terang Eddy Hiariej.
Lebih lanjut pakar hukum pidana Universitas Gadjah Mada (UGM) ini menegaskan bahwa ketentuan Pasal 26, Pasal
44 dan Pasal 45 UU Intelijen Negara dirumuskan secara jelas dan tidak bersifat
multitafsir. Ketentuan Pasal 26 UU UU Intelijen Negara mengatur tentang adresat
(subjek hukum) yang dilarang untuk melakukan suatu perbuatan. Sementara Pasal
44 dan Pasal 45 mengatur tentang kualifikasi perbuatan yang dapat dipidana,
dengan perbedaan bentuk kesalahan. Ketentuan Pasal 26, juncto Pasal 44
dan Pasal 45 tidaklah dipisahkan dari ketentuan Pasal 25 yang mengkategorikan
rahasia intelijen sebagai rahasia negara. Dengan demikian, ketentuan Pasal 44
dan Pasal 45 justru lebih memperjelas ketentuan larangan yang memuat mengenai adresat
yang bisa dipidana dalam Pasal 26, yang substansi dari Pasal 26 itu
terdapat dalam Pasal 25. “Tegasnya, ketentuan Pasal 25 dan Pasal 26 juncto
Pasal 44 dan Pasal 45 UU a quo harus dibaca dalam satu nafas sehingga memenuhi
prinsip lex certa dan tidak bersifat multitafsir sehingga prinsip lex
scripta terpenuhi dalam perumusan norma tersebut,” tandas Eddy.
Untuk diketahui, Uji konstitusionalitas materi UU
Intelijen Negara ini diajukan oleh Perkumpulan Inisiatif Masyarakat
Partisipatif untuk Transisi Berkeadilan (IMPARSIAL); Lembaga Studi dan Advokasi
Masyarakat (ELSAM); Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI);
Perkumpulan Masyarakat Setara; Aliansi Jurnaslis Independen; Mugiyanto., dkk. Materi
UU Intelijen Negara yang diujikan yaitu Pasal 1 ayat (4), ayat (8), Pasal 4,
Pasal 6 ayat (3), Pasal 9 huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, Pasal 22 ayat
(1), Pasal 25 ayat (2), ayat (4), Pasal 26, Pasal 29 huruf d, Penjelasan Pasal
29 huruf d, Pasal 31, Penjelasan Pasal 32 ayat (1), Pasal 34, Penjelasan Pasal
34 ayat (1), Pasal 36, Pasal 44 dan Pasal 45. Menurut para Pemohon, Pasal 6
ayat (3) sepanjang frasa “dan/atau
Pihak Lawan yang merugikan kepentingan dan keamanan nasional” bertentangan
dengan Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945. Frasa tersebut melahirkan
sejumlah definisi mengenai ancaman, keamanan, kepentingan nasional, dan pihak
lawan, sehingga mudah dan potensial disalahgunakan oleh intelijen negara maupun
kepentingan kekuasaan untuk melakukan tindakan represif terhadap warga negara. (Nur Rosihin Ana).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar