Perselisihan hasil pemilihan umum kepala daerah
(Pemilukada) Kabupaten Sorong kembali digelar di Mahkamah Konstitusi Senin
(16/4/2012) sore. Persidangan untuk perkara nomor 14/PHPU.D-X/2012
mengagendakan pembuktian berupa mendengar keterangan ahli dan saksi. Pasangan
Stefanus Malak-Suka Harjono selaku Pihak Terkait menghadirkan dua orang
ahli yaitu HM. Laica Marzuki dan Maruarar Siahaan, serta menghadirkan beberapa
saksi, antara lain mantan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Endang Sulastri.
M. Laica Marzuki di hadapan panel hakim konstitusi
yang diketuai M. Akil Mochtar didampingi dua anggota panel Muhammad Alim dan
Hamdan Zoelva, memaparkan tiga postulat. Pertama mengenai kontradiktif
permohonan yang sudah dicabut oleh pasangan Zeth Kadakolo-Ibrahim Pokko selaku
Pemohon perselisihan Pemilukada Kab. Sorong. Kedua, pasangan Zeth
Kadakolo-Ibrahim Pokko tidak mengajukan perolehan hasil suaranya yang dianggap
benar. “Pemohon saudara Zeth Kadakolo dan Ibrahim Pokko tidak mengemukakan
hasil penghitungan suaranya yang dipandang benar,” kata Laica.
Ketiga, mengenai Distrik Moraid yang diperselisihkan
Pemohon. Menurut Laica, Putusan MK Nomor 172/PUU/VII/2009 tanggal 25 Januari
2010 menyatakan bahwa Distrik Moraid merupakan cakupan wilayah Kab. Tambrauw.
Namun demikian, administrasi pemerintahan sehari-hari di Distrik Moraid hingga
saat ini masih dijalankan oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sorong. Bahkan Pemkab
Tambrauw dalam APBD Tahun 2011/2012 belum memasukkan Distrik Moraid dalam
anggaran rutin kegiatan pembangunan Kab. Tambrauw. Selain itu, masyarakat
Distrik Moraid menolak berpartisipasi dalam Pemilukada Gubernur dan Wakil
Gubernur Provinsi Papua Barat Tahun 2011 yang diselenggarakan oleh KPU Kab.
Tambrauw. Kemudian, perolehan suara Pemohon di Distrik Moraid tidak signifikan,
yaitu 4 suara, sedangkan perolehan Pihak Terkait sebanyak 2.063 suara. “Tidak
harus kiranya diadakan penghitungan suara ulang dalam seluruh distrik Kabupaten
Sorong,” tandas Laica.
Asisten I Setda Kab. Sorong, Izaak Kambuaya, dalam
kesaksianya menerangkan Distrik Moraid yang secara administrasi masuk dalam
Kab. Tambarauw, tetapi faktanya masih dijalankan oleh Kab. Sorong. Menurutnya,
pihaknya telah melakukan beberapa kali sosialisasi mengenai Distrik Moraid
sejak terbitnya putusan MK Nomor 172/PUU/VII/2009 tanggal 25 Januari 2010.
“Masyarakat Distrik Moraid cenderung tidak menerima sosialisasi yang kami
lakukan, aspirasi penolakan dilakukan dengan tertulis yang kami sudah sampaikan
ke gubernur, tembusan ke Mahkamah Konstitusi, Departemen Dalam Negeri kemudian
Komisi II DPR RI, Komisi Pemilihan Umum dan Bawaslu” terang Izaak. (Nur Rosihin
Ana)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar