Pemilihan umum kepala daerah (Pemilukada) merupakan
sarana rekrutmen pemimpin yang jujur, memiliki kompetensi, dan kapibilitas,
serta kualitas moral yang menjadi panutan. Diharapkan dengan integritas yang
tinggi, pasangan calon akan memimpin daerah dan menyejahterakan rakyatnya. “Calon
pemimpin yang tidak jujur dan menyembunyikan latar belakangnya, tentu tidak
bisa diharapkan jujur mengelola kepercayaan dan kewenangan yang diterima.”
Demikian paparan Maruarar Siahaan saat bertindak
sebagai ahli yang dihadirkan oleh pasangan Anton-H. Abbas selaku Pemohon perkara
perselisihan hasil Pemilukada Kabupaten Kolaka Utara (Kolut) Tahun 2012 dalam
persidangkan di Mahkamah Konstitusi (MK), Selasa (17/04/2012) pagi. Persidangan
perselisihan hasil Pemilukada Kolut ini diajukan oleh pasangan calon Anton-H.
Abbas (perkara 12/PHPU.D-X/2012) dan pasangan bakal calon H. Bustam AS-H.
Tajuddin (perkara 13/PHPU.D-X/2012). Sidang kali ketiga ini mengagendakan
pembuktian dengan mendengar keterangan ahli/saksi.
Lebih lanjut Maru, panggilan akrab Maruarar Siahaan,
memaparkan, keraguan tentang keabsahan ijazah sangat menentukan, bukan saja
kompetensi dan kapabilitas, tetapi yang lebih penting adalah integritas sebagai
pemimpin. Kemudian mengenai penyembunyian identitas pernah dipidana. Menurutnya,
keberadaan ijazah dan pelanggaran hukum yang pernah dilakukan, merupakan hal
yang cukup mudah bagi KPU untuk melakukan penelitian. “Pasti dengan mudah
diteliti oleh KPU karena aksesnya yang terbuka lebar. Tetapi kalau independensi
hilang dan imparsialitas tidak ada, itu tentu merupakan hambatan untuk melaksanakan
pemilukada yang jujur,” lanjut Maru.
Setelah mendengar paparan ahli, panel hakim
konstitusi yang diketuai Achmad Sodiki dengan dua anggota, Harjono dan Ahmad
Fadlil Sumadi, mendengar keterangan Kapolres Kolut, AKBP La Ode Aries El Fathar.
Menurut Aries, secara umum seluruh tahapan Pemilukada Kolut berjalan sangat
kondusif. “Tidak ada hal-hal yang meragukan dapat mengganggu terjadinya
pelaksanaan pilkada,” terang Aries.
Kendati demikian, pihaknya mengaku menerima 70-an
laporan pelanggaran dari Panwas. Namun laporan tersebut dikembalikan ke Panwas
karena setelah diproses penyelidikan, laporan aduan Panwas belum memenuhi unsur
Pasal 184 KUHAP. “Kita masih memerlukan tambahan-tambahan alat bukti yang dapat
mendukung daripada perkara yang dilaporkan,” lanjut Aries.
Mengenai laporan pemalsuan ijazah, terang Aries, Polres
Kolut dalam hal ini Reserse Kriminal Umum Kolut telah melakukan penyidikan. “Dari
hasil pemeriksaan, kami menyimpulkan bahwa dari keterangan-keterangan yang kami
peroleh bahwa betul Rusda Mahmud pernah bersekolah di STM Swasta Kolaka,”
terang Aries.
Aries juga membenarkan Rusda Mahmud pernah divonis
bersalah dalam Undang-Undang Darurat dan Undang-Undang Psikotropika. Oleh
karena itu, dalam surat keterangan catatan kepolisian (SKCK) Rusda Mahmud terdapat
keterangan yang menyatakan bahwa Rusda Mahmud adalah pernah divonis bersalah
berdasarkan putusan pengadilan. “Di surat keterangan catatan kepolisian yang
kami berikan kepada Bapak Rusda Mahmud menyatakan bahwa Rusda Mahmud adalah
pernah divonis bersalah berdasarkan putusan negeri pengadilan nomor
sekian-sekian...” tandas Aries.
Sementara itu, Kepala SMK Negeri 1 Wundulako Kolaka, Basotang, saat bersaksi
untuk pasangan Rusda Mahmud-Bobby Alimuddin (pihak terkait) dalam keterangannya
menerangkan latar belakang mengapa Kepala SMK Negeri 1 Wundulako Kolaka yang
memberikan surat keterangan ijazah kepada Rusda. Menurutnya, SMK Negeri 1 Wundulako
dahulunya bernama STM Swasta Kolaka. Dalam perjalanan sejarahnya, sebelum
bernama SMK Negeri 1 Wundulako sekarang
ini, pernah terjadi 4 kali perubahan nama, yaitu STM Swasta Kolaka, STM PGRI
Swasta Kolaka, SMK PGRI Swasta Kolaka di Wundulako dan terakhir SMK Negeri 1
Wundulako. “Terakhir, tahun 2008 tanggal 1 Januari dinegerikan menjadi SMK
Negeri 1 Wundulako,” terang Basotang.
Selanjutnya, mengenai surat keterangan ijazah yang
bernomor induk 500 atas nama Rusda, Basotang menyatakan dasar yang digunakannya
adalah buku induk STM Swasta Kolaka tahun 1978 sampai 1981 yang sekarang masih
ada. ”Berdasarkan fakta yang saya miliki itulah sebabnya sehingga saya membuat
suatu keterangan bahwa ijazah nomor induk 500 atas nama Rusda alias Rusda
Mahmud, saya nyatakan dalam pernyataan itu adalah benar-benar milik Rusda
Mahmud,” tandas Basotang.
STM Swasta Kolaka pada pada
saat itu, tambah Basotang, statusnya baru terdaftar, sehingga tidak diizinkan
melaksanakan ujian negara (sekarang ujian nasional) sendiri. Kemudian ujian
negara STM Swasta Kolaka bergabung dengan SMK Negeri 1 Raha. “Oleh karena itu
di ijazah menjelaskan bahwa yang bertanda tangan di ijazah itu adalah Kepala
STM Negeri Raha tetapi kepemilikan ijazah itu adalah siswa STM Swasta Kolaka,”
tandas Basotang. (Nur Rosihin Ana)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar