Persayaratan pendidikan sarjana bagi calon gubernur dan wakil gubernur Provinsi Papua, kembali diuji di persidangan Mahkamah Konstitusi (MK), Senin (5/11/2012) siang. Sidang kali kedua untuk perkara 102/PUU-X/2012 ihwal pengujian Pasal 12 huruf c Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua (UU Otsus Papua), beragendakan perbaikan permohonan. Uji materi UU Otsus Papua ini dimohonkan oleh Paulus Agustinus Kafiar.
Paulus Agustinus Kafiar melalui kuasa hukumnya, Habel Rumbiak, di hadapan panel hakim konstitusi Muhammad Alim (Ketua Panel), Anwar Usman, dan Maria Farida Indrati, memaparkan perbaikan permohonan sebagaimana nasihat hakim pada persidangan pendahuluan (18/10) lalu. Perbaikan meliputi format penulisan, kedudukan hukum pemohon (legal standing). “Kami tambahkan tentang kedudukan Pemohon berdasarkan Undang-Undang Hak Asasi Manusia bahwa Pemohon juga mempunyai hak-hak asasi yang termasuk di dalamnya adalah hak untuk memilih dan hak untuk dipilih,” kata Habel Rumbiak.
Lebih lanjut Habel menyatakan, dalam permohonan yang telah diperbaiki disinggung mengenai proses pemilihan umum gubernur dan wakil gubernur Provinsi Papua yang saat ini memasuki tahap pendaftaran. Selain itu Habel juga menukil putusan MK, yaitu Putusan Nomor 81/PUU-VIII/2010 dan Putusan Nomor 3/SKLN-X/2012 menyatakan kekhususan Papua berkenaan dengan pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, hanyalah berkaitan dengan keaslian orang Papua sebagai calon Gubernur dan Wakil Gubernur. “Tidak ada penjelasan atau ketegasan atau pengaturan tentang keharusan berijazah sarjana,” tegas Habel.
Untuk diketahui, pengujian Pasal 12 huruf c UU Otsus Papua dimohonkan oleh Paulus Agustinus Kafiar. Pasal 12 huruf c UU Otsus Papua menyatakan: “Yang dapat dipilih menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur adalah Warga Negara Republik Indonesia dengan syarat-syarat: c. berpendidikan sekurang-kurangnya sarjana atau yang setara.”
Syarat minimal pendidikan serendah-rendahnya “sarjana atau setara” dalam pasal tersebut sangat tidak adil dan melanggar hak konstitusional Paulus. Menurut Paulus, ketentuan “berpendidikan serendah-rendahnya sarjana atau yang setara” bukanlah bagian dari kekhususan dari Otonomi Khusus Papua sehingga tidak ada dasar hukumnya untuk dipertahankan karena sangat diskriminatif dan bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945. (Nur Rosihin Ana)
SATISFY KARIMUN JAVA IN YOUR HOLIDAY WITH OUR SERVICES
Tidak ada komentar:
Posting Komentar