Calon Gubernur Jawa Barat
dari jalur independen, Dr. Eggi Sudjana, SH.,M.Si, melalui
kuasanya menyampaikan perbaikan permohonan pengujian Pasal 59 ayat (2a) huruf d
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor
32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda), di persidangan Mahkamah
Konstitusi (MK), Senin (26/11/2012) siang. Kuasa pemohon, Syamsul Bahri
menyatakan aspirasi masyarakat Jawa Barat meminta kliennya maju menjadi calon
gubernur. Namun untuk memenuhi aspirasi tersebut, kliennya terjegal oleh ketentuan
Pasal 59 ayat 2a huruf d
UU Pemda yang menyatakan: “Pasangan calon perseorangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat mendaftarkan diri sebagai pasangan calon gubernur/wakil
gubernur apabila memenuhi syarat dukungan dengan ketentuan: (d) provinsi dengan
jumlah penduduk lebih dari 12.000.000 (dua belas juta) jiwa harus didukung
sekurang-kurangnya 3% (tiga persen).”
“Pada intinya, kami menyatakan bahwa pasal ini
secara jelas masih perlu didrop atau dihilangkan sama sekali, karena kami
berfikir bahwa adanya pasal ini, maka Pemohon tidak dapat menjadi gubernur.
Atau ada sebagian rakyat di Indonesia ini yang bercita-cita untuk menjadi
pemimpin di daerahnya tidak dapat menjadi pemimpin atau diusulkan oleh rakyat
karena adanya Pasal 59 ini,” kata Syamsul Bahri.
Berbicara mengenai kerugian yang dialami pemohon,
Syamsul Bahri menyatakan secara materi pemohon sebagai calon independen
mengalami kerugian lebih besar dibandingkan kerugian yang dialami oleh partai
politik (parpol). Karena partai politik cukup melampirkan selembar bukti
dukungan. Sedangkan kami (Pemohon) harus melampirkan 1.000.474 fotokopi KTP
yang biayanya sangat mahal dan setiap 20 ada bermaterai. Kalau dari partai
politik, tidak perlu seluruh pengurus kabupaten/kota melampirkan dukungan,
cukup dewan pimpinan provinsi yang melampirkan itu dengan selembar kertas,”
dalil Syamsul.
Menurut Syamsul, hal tersebut merupakan perlakuan
yang diskriminatif bagi pemohon yang hendak maju menjadi Cagub Jabar dari jalur
independen. Oleh karenanya, pemohon dalam petitum meminta Mahkamah menyatakan Pasal 59 ayat (2a) huruf d
UU Pemda bertentangan Pasal 28C ayat (2), Pasal 28D ayat (3), Pasal 28H ayat
(2), Pasal 28I ayat (2) UUD 1945. “Sehingga harus dinyatakan dihapus dan tidak
perlu lagi,” pinta pemohon melalui kuasa hukum lainnya, Zulfikar
M. Rio.
Selanjutnya meminta agar Eggi Sudjana diperkenankan mencalonkan
diri sebagai gubernur Jabar. “Mempersilakan atau memperbolehkan Pemohon Saudara
Dr. Eggi Sudjana, S.H., M.Si. untuk dapat ikut serta dalam pemilukada,” lanjut
Zulfikar.
Menanggapi perbaikan permohonan, panel hakim
konstitusi menilai petitum pemohon tidak lazim. “Kalau bertentangan (dengan UUD
1945), itu dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, bukan dihapus,”
terang anggota panel hakim Hamdan Zoelva seraya menyatakan MK tidak berwenang
menghapus pasal.
Mengenai permintaan agar Eggi Sudjana dipersilakan menjadi
Cagub Jabar, menurut Hamdan, dalam perkara judicial review tidak ada kasus yang
konkret. “Ini judicial review, pengujian norma, enggak ada kasus konkret dalam
kasus judicial review. Jadi pengujian norma, lebih abstrak. Ini berlaku untuk
seluruh orang, seluruh rakyat Indonesia,
tidak berlaku hanya untuk Eggi Sudjana,” lanjut Hamdan.
Sidang kali kedua untuk perkara 107/PUU-X/2012
beragendakan perbaikan permohonan.
Namun demikian, ternyata masih terdapat hal-hal yang perlu diperbaiki dalam
permohonan. Hamdan menyarankan pemohon agar me-renvoi bagian-bagian yang
diperbaiki. “Direnvoi saja, tidak ada waktu lagi, dicoret
yang tidak perlu, karena ini batas akhir perbaikan,” Nasihat Hamdan. (Nur
Rosihin Ana)
SATISFY KARIMUN JAVA IN YOUR HOLIDAY WITH OUR SERVICES
Tidak ada komentar:
Posting Komentar