Majelis hakim konstitusi memberi waktu kepada
Gerakan Nasional Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (GN-PK) selaku pemohon uji
materi mengenai keberadaan fraksi-fraksi di MPR, DPR, dan DPRD, untuk
menyampaikan kesimpulan akhir paling lambat pada Rabu, 10 Oktober 2012. Kesimpulan
akhir dari para pihak (pemohon, pemerintah) langsung diserahkan ke Kepaniteraan
Mahkamah Konstitusi (MK) tanpa melalui proses persidangan.
Setelah itu, Mahkamah akan membahasnya dalam Rapat
Permusyawaratan Hakim (RPH) untuk mengambil putusan. “Sesudah kesimpulan masuk,
baru Mahkamah akan menjadwalkan pembahasan dan pengucapan putusannya,” kata
Moh. Mahfud MD Rabu (3/10/2012) saat memimpin sidang pleno untuk perkara
72/PUU-X/2012 ihwal Pengujian Pasal Pasal 12 huruf e Undang-Undang Nomor
2 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang
Partai Politik (UU Parpol) dan Pengujian Pasal 11, Pasal 80, Pasal 301 dan
Pasal 352 Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan
Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan
Daerah (UU MD3).
Sidang kali kelima ini sedianya beragendakan
mendengarkan keterangan ahli dari Pemohon. Namun rupanya menjadi sidang pemeriksaan
terakhir karena ahli yang dijanjikan pemohon, berhalangan hadir. “Pemohon sedianya hari ini menghadirkan ahli,
namun ahli yang kami hubungi masih berada di luar kota. Jadi, untuk
mempersingkat waktu, mungkin langsung saja ke kesimpulan,” kata kuasa hukum
GN-PK, Nur Aliem.
Mendengar hal tersebut, Mahfud MD menawarkan kepada
pihak pemerintah apakah menganggap cukup proses persidangan, atau masih
berkeinginan untuk dibuka persidangan lagi. Pemerintah dalam hal ini diwakili
oleh Mualimin Abdi dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Romualdo
Manurung dan Dewa Nyoman keduanya dari Kementerian Dalam Negeri, menyatakan
proses persidangan cukup. “Saya kira demikian, Yang Mulia, cukup,” jawab
Mualimin Abdi.
Untuk diketahui, uji materi UU Parpol dan UU MD3
diajukan oleh Gerakan Nasional Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (GN-PK).
Menurut GN-PK, eksistensi fraksi di MPR RI, DPR RI, DPRD Provinsi, dan DPRD
Kabupaten/Kota telah mengabaikan kedaulatan Rakyat Indonesia. Kedaulatan rakyat
yang memberi mandat selama 5 tahun kepada wakil rakyat yang terpilih, ternyata
dieliminasi oleh keberadaan fraksi-fraksi.
Pasal 12
huruf e UU Partai Politik menyatakan: “Partai Politik berhak: (e) membentuk
fraksi di tingkat Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat,
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
kabupaten/kota sesuai dengan peraturan perundang-undangan.”
Pasal 11 UU
MD3 menyatakan: “(1) Fraksi adalah pengelompokan anggota MPR yang mencerminkan
konfigurasi partai politik. (2) Fraksi dapat dibentuk oleh partai politik yang
memenuhi ambang batas perolehan suara dalam penentuan perolehan kursi DPR. (3)
Setiap anggota MPR yang berasal dari anggota DPR harus menjadi anggota salah
satu fraksi. (4) Fraksi dibentuk untuk mengoptimalkan kinerja MPR dan anggota
dalam melaksanakan tugasnya sebagai wakil rakyat. (5) Pengaturan internal
fraksi sepenuhnya menjadi urusan fraksi masing-masing. (6) MPR menyediakan
sarana bagi kelancaran tugas fraksi.”
Pembentukan
fraksi menurut ketentuan Pasal 11 ayat (4), Pasal 80 ayat (1) dan (2), Pasal
301 ayat (1), dan Pasal 352 ayat (1) UU MD3 adalah untuk mengoptimalkan
pelaksanaan fungsi, tugas dan wewenang MPR RI, DPR RI, DPRD Provinsi dan DPRD
Kabupaten/Kota. Namun faktanya justru fungsi tersebut tidak pernah dilaksanakan
oleh fraksi-fraksi. Menurut GN-PK, pembentukan fraksi merupakan pelanggaran
terhadap Pasal 1 ayat (2), Pasal 19 ayat (1) dan Pasal 22c ayat (1) UUD 1945. (Nur
Rosihin Ana)
SATISFY KARIMUN JAVA IN YOUR HOLIDAY WITH OUR SERVICES
Tidak ada komentar:
Posting Komentar