Pengujian konstitusionalitas Pasal 244 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang dimohonkan oleh Dr. H. Idrus M.Kes dinilai kabur (obscuur libel) oleh Mahkamah Konstitusi (MK) karena terjadinya pertentangan antar dalil dalam permohonan dan antar dalil dalam posita dengan petitum. Alhasil, dalam amar Putusan Nomor 71/PUU-X/2012, Mahkamah menyatakan permohonan Idrus tidak dapat diterima. “Menyatakan permohonan Pemohon tidak dapat diterima,” Kata Ketua Pleno Hakim Konstitusi Moh. Mahfud MD didampingi delapan hakim anggota, Achmad Sodiki, Muhammad Alim, Maria Farida Indrati, Anwar Usman, Hamdan Zoelva, Harjono, Ahmad Fadlil Sumadi, dan M. Akil Mochtar, dalam sidang pengucapan putusan di MK, Selasa (23/10/2012) siang.
Idrus mengujikan ketentuan Pasal 244 KUHAP terkait dengan kewenangan Jaksa Penuntut Umum untuk dapat tidaknya mengajukan permintaan pemeriksaan kasasi kepada Mahkamah Agung yang selengkapnya berbunyi, “Terhadap putusan, perkara pidana yang diberikan pada tingkat terakhir oleh Pengadilan lain selain dari pada Mahkamah Agung, terdakwa atau penuntut umum dapat mengajukan permintaan pemeriksaan kasasi kepada Mahkamah Agung kecuali terhadap putusan bebas”. Hal ini menurutnya bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3), Pasal 28D ayat (1) dan Pasal 28I ayat (2) UUD 1945.
Saat mengajukan permohonan ke MK pada 11 Juli 2012 lalu, Idrus sedang menunggu putusan dari Mahkamah Agung atas permintaan pemeriksaan kasasi Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negri Lubuk Sikaping tertanggal 9 Juli 2008, atas putusan Pengadilan Negri Lubuk Sikaping Nomor 55/Pid/2007/Pn.Lbs tanggal 19 Juni 2008.
Adapun permasalahan yang dihadapi Idrus yaitu pada tahun 2004 yang lalu, Pemerintah melalui Kementerian Sosial memberikan hibah kepada Kabupaten Pasaman berupa 100 ekor sapi untuk 100 kepala keluarga (KK) yang kurang mampu. Saat itu, Idus menjabat sebagai Kepala Dinas Sosial, Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan Kabupaten Pasaman, yang bertugas melakukan pembinaan terhadap kelompok KK miskin tersebut melalui jajaran di bawahnya. Pada awal Tahun 2006, Idrus pindah tugas menjadi Kepala Dinas Kesehatan dan Keluarga Berencana Kabupaten Pasaman. Suatu saat, Idrus menegur stafnya yang bernama Hayati, istri Kejari Lubuk Sikaping. Teguran ini rupanya memicu kasus perkara Idrus.
Pada akhir 2006 Kejaksaan Negeri (Kejari) Lubuk Sikaping melakukan pemanggilan kepada Idrus untuk penyelidikan tentang bantuan hibah pada Tahun 2004. Saat itu pula Idrus ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan di LP Lubuk Sikaping selama 7 bulan 10 hari. Selama dalam penahanan, Idrus dua kali diperiksa oleh Kejari Lubuk Sikaping dengan tuduhan menerima uang Rp 1.200.000 dari KUBE FM dan mendakwa Idrus telah menyebabkan kerugian negara sebanyak Rp 20.000.000.
Pada 2008 Pengadilan Negeri Lubuk Sikaping membuat putusan bebas murni kepada Idrus dengan Putusan Nomor 55/Pid/2007/PN.Lbs Tanggal 19 Juni 2008, dengan alasan bantuan sapi tersebut adalah merupakan hibah, sesuai dengan Surat Perjanjian Kerjasama antara Kementrian Sosial dengan Bupati Agam Nomor 53/HUK/2004. Kemudian pada tanggal 9 Juli 2008 Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Lubuk Sikaping mengajukan permintaan pemeriksaan Kasasi kepada Mahkamah Agung (MA) dengan dasar hukumnya Yurisprudensi Tetap Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor K/275/Pid/1983, yang bersumber dari Pasal 244 KUHAP, karena JPU beranggapan Putusan Pengadilan Negeri Lubuk Sikaping adalah bebas tidak murni. Sampai saat ini, Idrus belum mendapatkan keputusan kasasi tersebut dari MA. Merasa diperlakuan diskriminatif dan tidak mendapat kepastian hukum, Idrus lalu mengajukan pengujian Pasal 244 KUHAP ke MK.
Idrus dalam petitum permohonannya meminta dua pilihan kepada Mahkamah untuk memutus Pasal 244 KUHAP. Pertama memohon Mahkamah menyatakan Pasal 244 KUHAP bermakna. Maksudnya, Pasal 244 KUHAP dinyatakan tetap berlaku dan tidak bertentangan dengan UUD 1945, disertai dengan konsekuensi bahwa Yurisprudensi Mahkamah Agung melalui putusan Mahkamah Agung Reg. Nomor 275K/Pid/1983 yang bertentangan dengan Pasal 244 KUHAP menjadi tidak berlaku. Konsekuensi ikutan lain yaitu putusan PN Lubuk Sikaping atas perkara Idrus menjadi berkekuatan hukum tetap.
Kedua, Idrus juga memohon agar Mahkamah menyatakan Pasal 244 KUHAP tidak bermakna, maksudnya menyatakan Pasal 244 KUHAP bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak berkekuatan hukum tetap, dengan konsekuensi bahwa semua ketentuan yang berdasar pada ketentuan Pasal 244 KUHAP, salah satunya Yurisprudensi Mahkamah Agung melalui Putusan Mahkamah Agung Reg. Nomor 275K/Pid/1983, juga dinyatakan tidak bermakna, sehingga Putusan PN Lubuk Sikaping atas perkara Idrus menjadi memiliki kekuatan hukum tetap.
Menurut Mahkamah, terdapat pertentangan antar dalil-dalil dalam posita maupun antara posita dan petitum dalam permohonan Idrus. Di satu sisi Idrus mendalilkan Pasal 244 KUHAP tidak bermakna. Di sisi lain, Idrus mendalilkan Pasal 244 KUHAP bermakna. Selain itu, apabila dalil dalam posita tersebut dikaitkan dengan petitum, maka antara dalil tersebut dan petitum juga bertentangan. Terlebih lagi Idrus memohon supaya Putusan PN Lubuk Sikaping atas perkara Idrus menjadi memiliki kekuatan hukum tetap.
“Atas dasar pertentangan-pertentangan antar dalil-dalil dalam permohonan Pemohon dan antara dalil-dalil dalam posita dengan petitum, maka menurut Mahkamah, permohonan a quo kabur (obscuur libel). Oleh karena itu Mahkamah tidak perlu mempertimbangkan lebih lanjut tentang kewenangan Mahkamah, kedudukan hukum (legal standing) Pemohon, dan pokok permohonan,” kata Hakim Konstitusi Ahmad Fadlil Sumadi saat membacakan poin Kewenangan Mahkamah dalam putusan ini. (Nur Rosihin Ana)
Download putusannyanya di sini
SATISFY KARIMUN JAVA IN YOUR HOLIDAY WITH OUR SERVICES
Tidak ada komentar:
Posting Komentar