Ketentuan mengenai pernyataan pengunduran Anggota TNI dan Polri
dalam pencalonan Pemilukada yang tertuang dalam Pasal 59 Ayat (5) huruf g
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda)
kembali disidangkan di Mahkamah Konstitusi. Sidang kali kedua untuk perkara
67/PUU-X/2012 beragendakan perbaikan permohonan.
Di hadapan panel hakim konstitusi Achmad Sodiki (ketua panel),
Moh. Mahfud MD, dan Muhammad Alim, Indonesian Human Rights
Committee for Social Justice (IHCS) melalui kuasa hukumnya, M. Zainal Umam menyampaikan
perbaikan permohonan menyangkut kedudukan hukum pemohon (legal standing).
“Yang Mulia Majelis Hakim, kami telah melakukan
perbaikan-perbaikan permohonan sebagaimana nasihat Majelis Hakim pada
persidangan terdahulu, yaitu antara lain mengenai legal standing pemohon dalam hal ini IHCS, dan di legal
standing ini kita memasukkan kerugian-kerugian konstitusional secara lebih
konkret berdasarkan permohonan yang kemarin,” kata M. Zainal Umam.
Zainal juga mempertajam alasan pemohonan uji materi UU Pemda yang
diajukan kliennya. Selain itu, pada petitum pun terjadi perubahan. “Petitum
sedikit ada perubahan berdasarkan nasihat Majelis Hakim pada persidangan
terdahulu,” lanjut Zainal.
Sebelum mengakhiri persidangan, panel hakim mengesahkan alat bukti
pemohon. Pemohon mengajukan alat buki P-1 sampai P-14.
Untuk diketahui, Pasal
59 Ayat (5) huruf g UU Pemda menyatakan: “Partai politik atau gabungan partai
politik pada saat mendaftarkan pasangan calon, wajib menyerahkan: (g) surat
pernyataan mengundurkan diri dari jabatan negeri bagi calon yang berasal dari
pegawai negeri sipil, anggota Tentara Nasional Indonesia, dan anggota
Kepolisian Negara Republik Indonesia.”
Menurut IHCS, Pasal 59 Ayat (5) huruf g UU Pemda bertentangan
dengan Pasal 1 ayat (3), Pasal 28D ayat (1), Pasal 28J ayat (2) dan Pasal 30
UUD1945. Sebab, ketentuan tersebut
melegitimasi dan memperbolehkan anggota TNI/POLRI untuk mencalonkan diri
sebagai calon kepala daerah dan wakil kepala daerah dengan terlebih dahulu
menyertakan surat pengunduran diri dari jabatannya. Hal ini bertentangan dengan
larangan yang secara tegas dinyatakan dalam UU TNI dan UU Kepolisian RI.
Pasal 59 ayat (5)
huruf g UU Pemda berpotensi multafsir dan menimbulkan ketidakpastian hukum
sepanjang frasa “surat pernyataan mengundurkan diri” tidak dimaknai dengan
harus adanya surat keputusan “telah mengundurkan diri dari instansi dan telah
disetujui oleh instansi yang berwenang” sebagai salah satu persyaratan untuk
maju sebagai bakal calon kepala daerah yang berasal dari anggota TNI dan Polri
dengan kata lain telah berhenti dari keanggotaan TNI atau Polri.
Dengan demikian, frasa “surat pernyataan mengundurkan diri”
tersebut bertentangan dengan Pasal 30
UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai dengan
adanya surat keputusan non aktif dari jabatan stuktural dan jabatan fungsional
Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia. (Nur
Rosihin Ana)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar