Selasa, 07 Agustus 2012

Prof. Dr. RP Koesoemadinata: Gunung Lumpur Sidoarjo Bukan Gejala Alam

Kontroversi yang berkembang di masyarakat mengenai penyebab bencana lumpur Sidoarjo, yaitu akibat kesalahan operasi pemboran dan bencana alam. Menurut Prof. R.P. Koesoemadinata, terjadinya gunung lumpur Sidoarjo adalah bukan gejala alam. “Jawabannya jelas bahwa ini adalah bukan gejala alam,” kata Koesoemadinata dalam kapasitasnya sebagai ahli yang dihadirkan oleh pemohon dalam persidangan di Mahkamah Konstitusi (MK), Selasa (7/8/2012) siang. Sidang kali keempat untuk perkara nomor 53/PUU-X/2012 ihwal pengujian Pasal 19 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2011 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2012 (UU APBN 2012) dan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2011 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2012 (UU APBN-P 2012), ini beragendakan mendengar keterangan ahli pemohon.
Terjadinya gunung api lumpur Sidoarjo, terang Koesoemadinata, memang mirip dengan gejala alamiah, tetapi sulit menjelaskan sebab alamiahnya. Semburan lumpur pada Sidoarjo erat hubungannya dengan kesulitan yang dialami pembuangan sumur Banjar Panji. “Dengan demikian, sumur semburan lumpur panas Sidoarjo secara jelas dan gamblang disebabkan karena kesalahan penanganan pembuangan sumur Banjar Panji,” tandas Prof. R.P. Koesoemadinata.
Selain Prof. R.P. Koesoemadinata, para pemohon juga menghadirkan ahli Ir. Kersam Sumanta dan Aidul Fitriciada. Menurut Kersam,  bencana lumpur Sidoarjo diakibatkan oleh kesalahan operasi pemboran eksplorasi migas di Sumur Banjar Banji 1.
Kersam menyebutkan kesalahan utama yang dilakukan oleh operator (perusahaan Lapindo Berantas Inc) yaitu tidak melaksanakan pemasangan selubung (casing) 95/8” yang tertera dalam program pemboran yang telah disepakati oleh para stakeholder dan disetujui BP Migas.
“Di dalam hubungan antara KKS (Kontrak Kerja Sama) dengan pemerintah, BP Migas menjadi pengawas operasi, pelaksana operasi dari para KKS. Semua program baru bisa dilaksanakan jika program itu disepakati oleh partner-partner perusahaan tersebut dan yang terakhir harus ada persetujuan BP Migas. Yang tidak jelas di dalam hal ini, apakah perubahan yang mereka lakukan artinya tidak mematuhi program, sudah mendapat persetujuan BP Migas atau tidak? Jika tidak maka segala risikonya akan menjadi tanggung jawabnya sendiri,” paparnya.
Untuk diketahui, pengujian Pasal 19 UU APBN 2012 dan Pasal 18 UU APBN-P 2012, diajukan oleh Letnan Jendral Mar. (Purn) Suharto, DR. H. Tjuk Kasturi Sukiadi, dan Ali Azhar Akbar. Para pemohon keberatan dengan penanggulangan lumpur Sidoarjo yang dibebankan kepada APBN. Pasal 18 menyatakan: “Untuk kelancaran upaya penanggulangan lumpur Sidoarjo, alokasi dana pada Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) Tahun Anggaran 2012, dapat digunakan untuk; (a) Pelunasan pembayaran pembelian tanah dan bangunan diluar peta area terdampak pada tiga desa (Desa Besuki, Desa Kedungcangkring, dan Desa Pajarakan); (b) Bantuan kontrak rumah, bantuan tunjangan biaya hidup, biaya evakuasi serta pelunasan kekurangan pembayaran pembelian tanah dan bangunan di luar peta area terdampak pada sembilan rukun tetangga di tiga kelurahan (Kelurahan Siring, Kelurahan Jatirejo, dan Kelurahan Mindi); (c) Bantuan kontrak rumah, bantuan tunjangan hidup, biaya evakuasi dan pembayaran pembelian tanah dan bangunan pada wilayah di luar peta area terdampak lainnya yang ditetapkan melalui Peraturan Presiden.” (Nur Rosihin Ana)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More