Sabtu, 03 Maret 2012

Warga dan Pengusaha Keberatan Batasan Rumah Minimalis Tipe 36


Bangunan perumahan dengan ukuran minimal 36 meter persegi (m2) sebagaimana dalam ketentuan UU Nomor 1 Tahun 2011, mengundang keberatan tiga orang warga dan pengusaha. Tiga orang warga, Aditya Rahman GS, Jefri Rusadi, dan Erlan Basuki mengajukan permohonan keberatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) yang kemudian diregistrasi oleh Kepaniteraan MK dengan nomor 12/PUU-X/2012. Sedangkan dari pengusaha yang mengajukan keberatan ke MK yaitu Eddy Ganefo, Ketua Dewan Pengurus Pusat Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (DPP APERSI) dengan registrasi perkara nomor 14/PUU-X/2012.
Mereka mengujikan Pasal 22 ayat (3) UU Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman yang menyatakan: “Luas lantai rumah tunggal dan rumah deret memiliki ukuran paling sedikit 36 (tiga puluh enam) meter persegi.” Menurut para Pemohon, ketentuan tersebut bertentangan dengan Pasal 28H ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan: “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.”
Menurut Aditya Rahman dkk yang berprofesi sebagai pekerja yang memiliki penghasilan di bawah 2 juta, ketentuan Pasal 22 ayat (3) UU Nomor 1 Tahun 2011  menyebabkan mereka tidak dapat membeli atau membangun rumah. Sebab untuk membeli rumah dengan luas minimal 36mtersebut, mereka harus mengeluarkan dana yang diasumsikan minimal seharga Rp. 135 juta yang tentunya tidak sesuai dengan pendapatan mereka.
Sedangkan menurut APERSI, Pembangunan perumahan dengan luas lantai minimal 36 meter persegi menghambat gerak pengembang dan target pembangunan rumah sederhana sehat tidak terpenuhi. Kebutuhan terhadap rumah murah dan rumah dengan tipe 21 meter persegi yang merupakan rumah tumbuh, masih merupakan kebutuhan yang nyata sehingga ketentuan Pasal 22 ayat (3) UU Nomor 1 Tahun 2011 memberatkan APERSI sebagai pengembang yang membangun rumah sederhana dengan ukuran dibawah 36 meter persegi.
Para Pemohon dengan didampingi kuasa hukum mereka, kembali hadir di persidangan dengan agenda pemeriksaan perbaikan permohonan yang dilaksanakan oleh panel hakim konstitusi Hamdan Zoelva (ketua panel), bersama dua anggota panel, Anwar Usman dan Harjono, pada Jum’at (2/3/2012) pagi di ruang sidang panel lt. 4 gedung MK.
Di hadapan panel hakim konstitusi, M. Maulana Bungaran, kuasa hukum Aditya Rahman dkk,  memaparkan pokok perbaikan permohonan berupa penambahan ayat dalam UUD 1945 yang dijadikan sebagai batu uji, yaitu Pasal 28H Ayat (1), Ayat (2), dan Ayat (4). Kemudian perubahan mengenai struktur permohonan, menguraikan kerugian konstitusional, kedudukan hukum (legal standing) Pemohon, dan menambahkan materi dalam pokok perkara. “Di dalam pokok perkara, kami juga menambahkan materi yang bertentangan dengan UUD 1945, juga menjelaskan mengenai konsideran dan dasar hukum dari UU Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman,” terang Maulana.
Sementara itu perbaikan permohonan APERSI yang disampaikan kuasa hukumnya, Muhammad Joni, yaitu melengkapi posita (dalil permohonan) mengenai hak atas rumah adalah hak konstitusional yang diatur dalam Pasal 28H Ayat (1). Hal ini, kata Joni, bersesuaian dengan apa yang disampaikan oleh Founding Fathers Mohammad Hatta pada Kongres Perumahan Tahun 1950 yang menyatakan bahwa seluruh rakyat membutuhkan satu rumah sehat untuk satu keluarga. “Ini adalah bagian yang tidak terpisah dari hak dasar warga negara, yaitu hak atas sandang, pangan dan papan dan karena itu negara harus memenuhi kewajibannya,” kata Joni.
Kemudian, dalam pokok permohonan, menambahkan mengenai luas lantai rumah 3x3 meter per orang, adalah sesuai dengan Peraturan Menteri Kimpraswil Nomor 304/2002. “Karena itu, bersesuaian pula dengan ECOSOC Pasal 11 yang menyampaikan aspek keterjangkauan dan aksesibilitas,” terangnya.
Selain itu, luas 3x3 meter per orang juga bersesuaian dengan Kebijaksanaan mengenai pembangunan perumahan dan permukiman yang dapat terjangkau oleh masyarakat luas diselenggarakan guna meningkatkan pemerataan dan memperluas cakupan pelayanan penyediaan perumahan dan permukiman, dan dapat menjangkau masyarakat yang berpenghasilan rendah. “Keadaan masyarakat kita masih miskin, ada 29 juta penduduk miskin, dan sekitar 30 juta yang hampir miskin. Itu menjadi alasan mengapa miskin papa menjadi semakin tidak bisa menjangkau luas lantai 36 ini,” kata Joni mendalilkan.
Sedangkan perubahan dalam petitum (tuntutan permohonan), Pemohon meminta Mahkamah menyatakan ketentuan Pasal 22 ayat (3) UU Nomor 1 Tahun 2011 bertentangan dengan Pasal bertentangan dengan Pasal 28H Ayat (1), Pasal 28H Ayat (4), Pasal 27 Ayat (1) dan Pasal 28D Ayat (1) UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Sebelum mengakhiri persidangan, panel hakim mengesahkan alat bukti para Pemohon. Pemohon untuk perkara 12/PUU-X/2012 mengajukan bukti P-1 sampai P-48. Pemohon untuk perkara 14/PUU-X/2012 mengajukan bukti P-1 sampai P-46. (Nur Rosihin Ana)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More