Sidang
kali keempat ini mengagendakan mendengar keterangan saksi yang
diajukan oleh Pemohon. Dalam keterangannya di depan Pleno Hakim MK,
saksi bernama Rosidah mengatakan membayar Askes Rp 26.000,00 dalam satu
bulan. Namun tidak semua anggota keluarganya yang berjumlah empat
orang, dijamin oleh Askes. Selain itu, Rosidah masih dikenakan biaya
berobat oleh Rumah Sakit atau Puskesmas. Misalnya untuk cek darah,
dikenakan biaya Rp 15.000,00. “Katanya untuk beli jarum, musti beli.
Terus, kalau periksa darah, kalau umum, Rp. 20.000,00, kalau yang pake
Askes, bayar Rp. 15.000,00,” katanya.
Selanjutnya,
kuasa hukum Pemohon, Hermawanto, menjelaskan kepada saksi mengenai
keberadaan UU SJSN. “Sekarang ada Undang-Undang SJSM, Undang-Undang
Nomor 40 tahun 2004. Dalam undang-undang itu ditegaskan, untuk bisa
mendapatkan jaminan, harus membayar premi asuransi. Apakah Ibu bersedia,
membayar premi asuransi?” tanya Hermawanto. “Kagak, Pak,” jawab
Rosidah singkat. Rosidah keberatan jika harus membayar lagi karena
untuk kebutuhan harian, dia mengaku sudah pas-pasan. Uang pensiun dari
suaminya di TNI AD, tiap bulan secara otomatis dipotong Rp. 26.000,00
untuk Askes.
“Ibu senang enggak, Ibu uangnya dipotong Rp. 26.000,00, sementara tetangga Ibu bisa dapat Gakin, dapat SKTM, dan gratis ketika di Rumah Sakit,” tanya Hermawanto. ”Sejujurnya saya enggak senang, ada Askes kok, kadang-kadang saya masih bayar,” jawabnya.
“Ibu senang enggak, Ibu uangnya dipotong Rp. 26.000,00, sementara tetangga Ibu bisa dapat Gakin, dapat SKTM, dan gratis ketika di Rumah Sakit,” tanya Hermawanto. ”Sejujurnya saya enggak senang, ada Askes kok, kadang-kadang saya masih bayar,” jawabnya.
Saksi
Pemohon berikutnya yang diminta keterangannya yaitu Amiruddin.
Pengguna kartu Jamsostek ini tiap bulan harus merelakan gajinya gajinya
sejumlah Rp. 1.100.000 dipotong Rp. 19.000. “Pernahkah Saudara
menggunakan kartu Jamsostek?” tanya Hermawanto. “Pernah, ketika saya
kecelakaan,” jawab Amiruddin.
Menurut
penuturan Amiruddin, akibat kecelakaan itu, ia masuk rumah sakit
dengan total biaya Rp. 36.000.000,00-an. Dari jumlah biaya tersebut,
pihak Jamsostek hanya menanggung Rp.12.000.000,00. “Waktu itu saya
mengalami kecelakaan, kaki sama tangan saya patah, pulang kerja, enggak
jauh dari tempat kerja,” terang Amiruddin.
Senada
dengan jawaban Rosidah, Amiruddin yang berpenghasilan pasa-pasan, juga
keberatan jika harus membayar premi asuransi untuk mendapatkan jaminan
sosial dari negara. “Apakah Anda sepakat kalau Anda ditarik untuk
bayar premi asuransi?” tanya Hermawanto. “Kalau seperti Jamsostek, saya
enggak setuju, percuma. Saya tiap bulan bayar, tapi, enggak dijamin
100%,” jawabnya. Hal ini menurutnya, sama dengan pengguna SKTM, yaitu
ditanggung 50%.
Untuk
diketahui, Pemohon dan dalam permohonannya mendalilkan hak
konstitusionalnya yang dijamin oleh Pasal 34 ayat (1) UUD 1945
terlanggar akibat berlakunya Pasal 17 UU SJSN. Pasal 17 UU SJSN
menyatakan “(1) Setiap peserta wajib membayar iuran yang besarnya
ditetapkan berdasarkan persentase dari upah atau suatu jumlah nominal
tertentu; (2) Setiap pemberi kerja wajib memungut iuran dari pekerjanya,
menambahkan iuran yang menjadi kewajibannya dan membayarkan iuran
tersebut kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial secara berkala; (3)
Besarnya iuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
ditetapkan untuk setiap jenis program secara berkala sesuai dengan
perkembangan sosial, ekonomi dan kebutuhan dasar hidup yang layak.” (Nur Rosihin Ana/mh)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar