“Jadi secara eksplisit pasal ini menunjukkan bahwa Mahkamah Agung Memiliki otonomi pengelolaan anggaran meliputi hak kewenangan dan kewajiban dalam pengelolaan anggaran,” kata Teguh mendalilkan.
Demikian dalil yang disampaikan Teguh Satya Bhakti dalam persidangan di Mahkamah Konstitusi (MK), Rabu (25/5/2011). Teguh memohonkan pengujian Pasal 6 ayat (1) UU 17/2003 Tentang Keuangan Negara (UU Keuangan Negara) terhadap Pasal 24 Ayat (1) UUD 1945.
Sementara itu, materi UU Keuangan Negara yang diujikan Teguh yaitu Pasal 6 ayat (1) UU Keuangan Negara menyatakan: “Presiden selaku Kepala Pemerintahan memegang kekuasaan pengelolaan keuangan negara sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan.”
Di depan Panel Hakim, lebih lanjut Teguh yang berprofesi sebagai Hakim PTUN Semarang ini menyatakan, ketentuan Pasal 6 ayat (1) UU Keuangan Negara tersebut telah mengesampingkan esensi kemandirian kekuasaan kehakiman dalam mengelola anggarannya tersendiri. Hal ini disebabkan karena frasa kekuasaan pengelolaan keuangan negara sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan. Ketentuan Pasal 6 ayat (1) telah membuka penafsiran bahwa semua pengelolaan anggaran Kementerian Negara atau Lembaga Negara, termasuk MA berada di bawah kekuasaan Presiden. “Padahal sangat jelas dan nyata dari sudut sistem katatanegaraan maupun ketentuan peraturan perundang-undangan, kedudukan Mahkamah Agung, yudikatif merupakan lembaga negara yang berbeda dengan kementerian negara sebagai badan yang berada di bawah presiden atau eksekutif,” tandas Teguh yang hadir di persidangan tanpa didampingi kuasa hukum.
Berlakunya ketentuan Pasal 6 ayat (1) UU Keuangan Negara tersebut, dalil Teguh, tidak memberi ruang dan atmosfir yang kondusif bagi independensi anggaran MA. Hal ini dapat dilihat dari besarnya proporsi kewenangan Pemerintah dalam menentukan pagu anggaran MA. Wewenang pengelolaan anggaran oleh Pemerintah, baik dalam perencanaan dan penganggaran maupun dalam pembahasannya dengan DPR, secara esensial tidak menempatkan MA secara khusus dalam anggaran pendapatan dan belanja negara, sebagai salah satu lembaga penerima anggaran. Selain itu, walaupun demikian baiknya perencanaan yang dibuat oleh MA, bukan jaminan bahwa anggaran yang dialokasikan untuk Mahkamah Agung akan memadai. Karena apa yang sudah direncanakan belum tentu akan disetujui oleh Pemerintah dan DPR.
Ketergantungan ini mengakibatkan minimnya anggaran yang disediakan negara kepada MA. Hal ini secara langsung berdampak sistemik pula terhadap anggaran yang diberikan kepada pengadilan-pengadilan yang berada di bawah MA, termasuk Pengadilan Tata Usaha Negara Semarang, tempat Teguh bertugas. “Keadaan ini selanjutnya menyebabkan kerugian bagi Pemohon ketika menjalankan tugas dan fungsinya sebagai seorang hakim,” jelas Teguh menjelaskan kerugian konstitusionalnya.
Sidang kali kedua dengan agenda Pemeriksaan Perbaikan Permohonan ini dilaksanakan oleh Panel Hakim Ahmad Sodiki sebgai Ketua Panel, didampingi Anggota Panel Ahmad Fadlil Sumadi dan Anwar Usman. Panel Hakim kembali menasihati Teguh mengenai materi pasal yang diujikan dan pasal dalam UUD 1945 yang dijadikan batu uji. Panel Hakim juga menyarankan Teguh agar mempertegas kerugian konstitusional yang dialaminya akibat berlakunya pasal yang diujikan. Terakhir, mengenai kedudukan hukum (legal standing) Pemohon. (Nur Rosihin Ana/mh)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar