Penggelembungan Suara di Sampang dan Bangkalan
Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang pemeriksaan pendahuluan perkara
perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) yang diajukan Abdul Jalil Latuconsina,
pada Senin (18/5/2009) pukul 10.40 WIB. Sidang panel hakim II ini dipimpin A.
Mukhtie Fadjar dihadiri kuasa Pemohon dan dihadiri Pihak Terkait, Didik
Prasetiyono, calon anggota DPD nomor urut 12, dan Achmad Heri, calon anggota
DPD nomor urut 5, serta dihadiri KPU Provinsi Jawa Timur sebagai Turut
Termohon.
Pemohon adalah calon anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dari Provinsi
Jawa Timur nomor urut 3. Pemohon dalam perkara Nomor 96/PHPU.A-VII/2009 ini menganggap
terjadi penggelembungan suara di luar kewajaran dan terjadinya pola manipulasi
suara secara sistemik saat rekapitulasi suara di tingkat PPK. Misalnya,
perhitungan suara di Kab. Sampang dan Kab. Bangkalan, pulau Madura.
Menurut versi Pemohon, perolehan suara calon anggota DPD nomor urut 31,
Wasis Siswoyo, seharusnya memperoleh 680.334 suara, sedangkan menurut versi KPU
830.412 suara, sehingga terdapat selisih 150.078 suara. Pemohon juga
mempersoalkan perolehan calon DPD lainnya, Supartono, yang menurutnya
mendapatkan 500.876 suara, sedangkan menurut KPU 736.203 suara, sehingga ada
selisih 235.325 suara.
Pemohon menilai penggelembungan suara ini dilakukan dengan cara sistematis.
Selain itu, Pemohon mensinyalir ada unsur politik uang karena Pemohon pernah
ditawari untuk menyetor sejumlah uang ke sebuah nomor rekening oleh oknum
tertentu. "Kalau mau menang ya silakan, transfer ke rekening kami,"
ujar Pemohon menirukan tawaran tersebut.
Sedangkan Pihak Terkait, Didik Prasetiyono mempersoalkan perolehan suara Haruna Sumitro, calon anggota DPD nomor 16 yang
memperoleh 119.000 suara di Bangkalan, dan Ahmad Badruttamam, calon
anggota DPD nomor 9 yang memperoleh 135.488 suara di Kab. Sampang.
Menurutnya, perolehan suara tersebut di luar kewajaran. Terkait
dugaan tersebut, Didik mengaku pernah mengajukan permintaan formulir C1 kepada
KPU Provinsi Jawa Timur dan meminta penghitungan ulang di tingkat PPK.
"Dugaan kami, terjadinya probem ini, oleh PPK," kata calon angota DPD
yang juga pernah menjadi anggota KPU Provinsi Jawa Timur ini.
Dalam permohonannya, Pemohon minta supaya dilakukan pemungutan suara ulang
di Kab. Sampang dan Kab. Bangkalan, di pulau Madura.
Asumsi Belaka
Menurut keterangan Turut Termohon KPU Kab. Sampang di persidangan,
permohonan Pemohon hanya berdasarkan asumsi-asumsi dan tidak didukung data-data
yang faktual. Hal senada disampaikan KPU Kab. Bangkalan yang menyatakan dalil
Pemohon tidak jelas, kabur, asumtif, dan imajiner. Oleh karena itu, Turut
Termohon memohon majelis hakim menolak seluruh permohonan Pemohon.
Demikian proses sidang panel PHPU yang diajukan Abdul Jalil
Latuconsina kembali digelar di MK pada Senin (25/5/2009). Sidang dengan
agenda pembuktian ini dihadiri Pihak Termohon, Turut Termohon, Pihak Terkait,
dan saksi-saksi. Persidangan dibuka pukul 14.00 WIB. dipimpin A. Mukhtie Fadjar
dan dua hakim anggota, yakni Muhammad Alim dan Maria Farida Indrati.
Sementara dua orang
saksi Pemohon yang hadir, yakni Syafii dan Djoko Edhi Abdurrahman, lebih banyak
memberikan keterangan tentang perolehan suara kedua saksi. Saksi Syafii
merupakan caleg dari PDIP, sedangkan Djoko Edhi adalah caleg dari PPP. Dalam
kapasitasnya sebagai saksi Pemohon, Djoko Edhi membeberkan sejumlah kasus
kecurangan pileg. Misalnya dia diminta menyediakan sejumlah uang untuk
"mengamankan" suara yang diperolehnya di Madura.
Permohonan Ditolak
Mahkamah Konstitusi
memutuskan menolak untuk seluruhnya permohonan Abdul Jalil Latuconsina. Demikian
amar putusan sidang pleno pembacaan putusan atas permohonan Abdul Jalil
Latuconsina yang digelar di MK, Kamis (11/6/09). Persidangan
yang terbuka untuk umum ini dilakukan sembilan Hakim Konstitusi, yakni Moh.
Mahfud MD, sebagai Ketua merangkap Anggota, Mukthie Fadjar, Muhammad Alim,
Maria Farida Indrati, Maruarar Siahaan, M. Arsyad Sanusi, Harjono, M. Akil
Mochtar dan Achmad Sodiki masing-masing sebagai Anggota.
Sebagaimana sidang sebelumnya, dalam petitumnya Pemohon berkeberatan atas
perolehan suara yang ditetapkan oleh Termohon KPU secara nasional sebesar
644.471 suara, sebab menurut Pemohon seharusnya 741.763 suara. Kesalahan
penghitungan suara oleh KPU tersebut terjadi karena adanya kecurangan dalam
penyelenggaraan Pemilu yang bersifat terstruktur dan masif khususnya di Kab.
Bangkalan dan Sampang. Bentuk kecurangan yakni penggelembungan suara untuk
calon anggota DPD Wasis Siswoyo dari 680.334 suara menjadi 830. 412 suara,
Abdul Sudarsono dari 679.432 suara menjadi 740.768 suara, dan Supartono dari
500.876 suara menjadi 736.203 suara.
Pemohon menilai perolehan suara calon Anggota DPD Ahmad Badruttamam dan
Haruna Sumitro di Kab. Bangkalan dan sampang tidak wajar, sehingga
Pemohon dalam petitum mohon agar Mahkamah memerintahkan
Termohon dan Turut Termohon untuk melaksanakan pemungutan suara ulang di Kab. Bangkalan
dan Kab. Sampang.
Untuk memperkuat dalil-dalilnya, Pemohon selain mengajukan alat bukti surat
P-1, juga mengajukan dua orang saksi yakni Joko Edi Abdurrahman dan Syafii yang
pada pokoknya menerangkan tentang terjadinya kecurangan-kecurangan dan pelanggaran
Pemilu di Kab. Bangkalan dan Kab. Sampang.
Dalil-dalil Pemohon juga diperkuat oleh Pihak Terkait Didiek Presetiyono
Calon Anggota DPD Jawa Timur Nomor Urut 12 yang keberatan atas penetapan
perolehan suara oleh KPU sebesar 616.931 suara karena seharusnya 834.231 suara
dan juga oleh pihak Terkait Achmad Heri Calon Anggota DPD Nomor Urut 5 yang
keberatan atas penetapan perolehan suara oleh KPU
sebesar 716.490 suara yang seharusnya745.226 suara.
Mahkamah dalam pendapatnya yang dibacakan Hakim Konsitusi Maria Farida
Indrati menyatakan, klaim perolehan suara yang diajukan Pemohon dan Pihak
Terkait sama sekali tidak didukung alat-alat bukti yang sah dan meyakinkan,
sehingga harus dinyatakan tidak beralasan secara hukum.
Sedangkan dalil Pemohon dan Pihak Terkait Didiek Prasetiyono dan Achmat
Heri tentang terjadinya pelanggaran Pemilu secara terstruktur dan masif di Kab.
Bangkalan dan Kab. Sampang, dari keterangan saksi-saksi Joko Edi Abdurrahman
dan Syafii, Mahkamah berpendapat para saksi yang diajukan oleh Pemohon justru
ikut terlibat atau melibatkan diri dalam perbuatan yang tidak terpuji dan
melakukan pelanggaran Pemilu.
”Yaitu ikut dalam proses transaksional secara individual dengan
perseorangan atau oknum penyelenggara Pemilu, yakni jual beli suara yang
melanggar prinsip jujur dalam Pemilu yang diamanatkan oleh Pasal 22E ayat (1)
UUD 1945 dan UU 10/2008,” jelas majelis hakim.
Sedang dalil kecurangan penyelenggaraan Pemilu yang bersifat terstruktur
dan masif, menurut Mahkamah, berdasarkan para saksi dan alat bukti surat yang
diajukan, Pemohon sama sekali tidak dapat membuktikan secara sah dan meyakinkan
adanya pelanggaran Pemilu yang bersifat terstruktur dan masif oleh
Penyelenggara Pemilu, melainkan hanya merupakan dramatisasi
pengalaman-pengalaman individual para saksi. Dengan demikian, dalam pokok
permohonan, semua dalil Pemohon dan Pihak Terkait tidak cukup beralasan dan
tidak terbukti.
Mahkamah juga berpendapat meskipun penyelenggaraan Pemilu belum sempurna
dan belum memuaskan semua pihak, khususnya Pemilu di Kab. Bangkalan dan Kab.
Sampang, bahwa sesuatu yang terjadi pada saat yang lalu belum tentu terjadi
sekarang.
”Tidak pada tempatnya untuk melakukan stigmatisasi bahwa yang terjadi pada
Pemilu dan Pemilukada yang lalu juga terjadi pada Pemilu sekarang, sehingga
dengan mudah dan latah menyatakan bahwa penyelenggaraan Pemilu di dua tempat
tersebut diwarnai dengan pelanggaran Pemilu yang bersifat terstruktur dan masif
sehingga harus dilakukan pemungutan suara ulang” jelas hakim konstitusi.
Dalam persidangan yang terbuka untuk umum ini, majelis hakim menyatakan
menolak Eksepsi Termohon dan Turut termohon. Sedangkan dalam pokok perkara,
Mahkamah menyatakan menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya.
”Mengadili, Menyatakan menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya,”
demikian kata Moh. Mahfud MD di persidangan.
Mahkamah juga menyatakan KPU Nomor 255/Kpts/KPU/TAHUN 2009 tentang
Penetapan dan Pengumuman Hasil Pemilu Anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD
Kabupaten/Kota Secara Nasional dalam Pemilu 2009 tanggal 9 Mei 2009 sepanjang
terkait dengan Hasil Pemilu Anggota DPD Provinsi Jawa Timur sah menurut
hukum. (Nur Rosihin Ana)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar