Catatan Perkara MK
Satuan pendidikan bertaraf internasional merupakan bentuk liberalisasi dalam bidang pendidikan, karena negara mengabaikan kewajibannya untuk membiayai sepenuhnya pendidikan dasar. Negara melakukan pembiaran terhadap menjamurnya sekolah yang menyelenggarakan program Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) dan Sekolah Bertaraf Internasional (SBI). Program RSBI dan SBI ini bertujuan untuk memungut biaya pendidikan kepada masyarakat dengan tarif mahal.
Satuan pendidikan bertaraf internasional merupakan bentuk liberalisasi dalam bidang pendidikan, karena negara mengabaikan kewajibannya untuk membiayai sepenuhnya pendidikan dasar. Negara melakukan pembiaran terhadap menjamurnya sekolah yang menyelenggarakan program Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) dan Sekolah Bertaraf Internasional (SBI). Program RSBI dan SBI ini bertujuan untuk memungut biaya pendidikan kepada masyarakat dengan tarif mahal.
Satuan pendidikan bertaraf
internasional juga menimbulkan diskriminasi dan kastanisasi dalam bidang
pendidikan. Hal ini melanggar hak bagi warga negara terutama bagi siswa yang
berasal dari keluarga yang sederhana atau tidak mampu.
Demikian antara lain dalil
permohonan perkara Nomor 5/PUU-X/2012 mengenai judicial review Pasal 50 ayat (3) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) yang diajukan oleh Andi Akbar
Fitriyadi, Nadya Masykuria, Milang Tauhida, Jumono, Lodewijk F. Paat, Bambang
Wisudo, dan Febri Hendri Antoni Arif.
Pasal 50 ayat (3) UU 20/2003 UU Sisdiknas menyatakan:
“Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu
satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi
satuan pendidikan yang bertaraf internasional.”
Para Pemohon yang terdiri dari orangtua murid,
dosen, aktivis pendidikan serta aktivis Indonesia Corruption Watch (ICW) ini
merasa dirugikan hak-hak konstitusionalnya atas berlakunya ketentuan Pasal 50 ayat (3) UU 20/2003 UU
Sisdiknas, karena bertentangan dengan Pembukaan Alinea ke 4,
Pasal 28C ayat (1), Pasal 28E ayat (1), Pasal 28I ayat (2), Pasal 31 ayat (1),
Pasal 31 ayat (2), Pasal 31 ayat (3), Pasal 36.
Selain dalil di atas, para Pemohon juga mendalilkan dana untuk penyelenggaraan RSBI dan SBI berasal dari APBN
berpotensi terjadi penyimpangan atau penyalahgunaan dan tidak sebanding dengan
manfaat yang didapatkan, karena terdapat sekolah yang tidak menggunakan dana ini
untuk meningkatkan mutu sekolah melainkan digunakan untuk membangun sarana dan
prasarana sekolah. Selain itu seharusnya dengan dana untuk penyelenggaraan RSBI
dan SBI orang tua murid tidak dibebani lagi dengan biaya sekolah. Sebab pada
prakteknya pihak sekolah setiap bulan masih memungut biaya pendaftaran, biaya
gedung dan biaya Pendidikan.
Selanjutnya, satuan pendidikan
bertaraf internasional bertentangan dengan semangat mencerdaskan kehidupan
bangsa, jika dilihat dari tujuannya agar Indonesia memiliki lulusan yang
memiliki kompetensi sesuai standar kompetensi lulusan di negara maju sangat
baik, namun hal ini belum tentu sesuai dengan kondisi bangsa Indonesia.
Satuan pendidikan bertaraf
internasional juga bertentangan dengan kewajiban negara untuk mencerdaskan
bangsa dan menimbulkan dualisme sistem pendidikan di Indonesia karena dalam
Pasal 31 ayat (3) UUD 1945 terdapat frasa “satu sistem pendidikan nasional”
yang dapat diartikan sebagai satu sistem yang digunakan dalam dunia pendidikan
di Indonesia adalah sistem pendidikan nasional maka dengan adanya satuan
pendidikan bertaraf internasional menurut Pasal 50 undang-undang a quo
menimbulkan dualisme pendidikan.
Terakhir, satuan pendidikan
bertaraf internasional berpotensi menghilangkan jati diri bangsa Indonesia yang
berbahasa Indonesia. Sebab, proses pendidikan RSBI dan SBI menggunakan bahasa Inggris
sebagai bahasa pengantar. Bahasa pengantar dan karakter yang hendak dibangun
dari sekolah berstandar internasional dinilai tidak melahirkan manusia
berkepribadian Indonesia.
Berdasarkan dalil-dalil tersebut,
dalam pokok permohonan (petitum) provisi, para Pemohon meminta Mahkamah memerintahkan Pemerintah untuk menunda operasional RSBI/SBI diseluruh
Indonesia dan menghentikan anggaran/subsidi
RSBI kepada sekolah sampai adanya putusan Mahkamah Konstitusi dalam
perkara ini. Kemudian, menangguhkan ketentuan Pasal 50 ayat (3) UU Sisdiknas
sampai adanya putusan Mahkamah Konstitusi dalam perkara ini.
Sedangkan
dalam pokok perkara, para Pemohon meminta Mahkamah menerima dan mengabulkan
seluruh permohonan dan menyatakan Pasal 50 ayat (3) UU Sisdiknas bertentangan
dengan Pembukaan, Pasal 28C ayat (1); Pasal 28E ayat (1); Pasal 28I ayat
(2);Pasal 31 ayat (1); Pasal 31 ayat (2); Pasal 31 ayat (3) dan Pasal 36 UUD
1945, sehingga tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat.
Nur Rosihin Ana
Tidak ada komentar:
Posting Komentar