Jakarta,
MK Online - Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Kepala Daerah dan
Wakil Kepala Daerah (Pemilukada) Kabupaten Gresik Tahun 2010 memasuki
babak pengucapan putusan di Mahkamah Konstitusi (MK). Dalam putusan
sela MK memerintahkan kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kab. Gresik
untuk melakukan pemungutan suara ulang di Kecamatan di kecamatan
Bungah, Driyorejo, Menganti, Kedamean, Benjeng, Cerme, Duduksampeyan,
Kebomas, dan Kecamatan Balong Panggang.
Sidang
perkara nomor 28/PHPU.D-VIII/2010 ini dilaksanakan oleh delapan Hakim
Konstitusi, yaitu Moh. Mahfud MD selaku Ketua merangkap Anggota, Achmad
Sodiki, M. Akil Mochtar, Harjono, Hamdan Zoelva, Muhammad Alim, Maria
Farida Indrati, dan Ahmad Fadlil Sumadi masing-masing sebagai Anggota,
Kamis (24/6/2010) bertempat di ruang pleno lt. 2 gedung MK.
Permohonan
sengketa pemilukada ini diajukan oleh Sambari Halim Radianto-Moh.
Qosim (SQ), pasangan no. urut 3. Pemohon keberatan terhadap hasil
Keputusan KPU Kab. Gresik Nomor 80/Kpts/KPU-Gresik-014.329707/2010,
tanggal 1 Juni 2010 tentang Penetapan Rekapitulasi Hasil Penghitungan
Perolehan Suara dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala
Daerah Kabupaten Gresik 2010.
Pemohon
merasa penetapan hasil perolehan suara tersebut tidak sesuai dengan
hasil penghitungan Tim dari Pemohon. Selain itu, hasil penghitungan
Termohon merupakan hasil dari berbagai penyimpangan dalam proses tahapan
pemilukada yang sangat berpengaruh langsung terhadap hasil perolehan
suara.
Pemohon mendalilkan terjadinya praktik money politic
yang dilakukan oleh Pihak Terkait pasangan no. urut 5, Husnul
Khuluq-Musyaffa’ Noer (Humas) yang terjadi di Desa Sungonlegowo Kec.
Bungan, Desa Krikilan Kec. Driyorejo, dan Dusun Mojotengah, Desa
Mojotengah, Kec. Menganti.
Mahkamah bependapat, dalil Pemohon mengenai praktik money politic terbukti dan cukup beralasan hukum berdasarkan keterangan Saksi dan bukti-bukti di persidangan.
Pemohon
juga mendalikan adanya pelanggaran sistematis, terstruktur, dan
terorganisir yang dilakukan KPU Kab. Gresik dan jajarannya karena
dianggap berpihak kepada pasangan Humas mengenai hasil Quick Count pasangan Humas yang dikeluarkan pada Pukul 11.15 WIB, sebelum pemungutan suara berakhir.
Mahkamah
berpendapat dalil Pemohon cukup beralasan hukum karena Termohon dan
Pihak Terkait tidak memberikan alat bukti dan kesaksian bantahan apa
pun.
Disamping
itu, Pemohon mendalilkan pasangan Humas melakukan pelanggaran secara
sistematis, terstruktur dan masif. Pelanggaran ini berupa
ketidaknetralan Pegawai Negeri Sipil (PNS) Kab. Gresik melalui Dinas
Pertanian Kabupaten Gresik hingga jajaran Penyuluh Pertanian Lapangan
dengan mengikutsertakan Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) serta
melibatkan Produsen Pupuk Petrobio untuk mendukung pasangan Humas.
Berdasarkan
bukti, Mahkamah mencatat ucapan para Pegawai Dinas Pertanian. Secara
tersirat maupun tersurat, ucapan dalam campuran bahasa Indonesia dan
bahasa Jawa ini sedang memberikan pengarahan kepada para peserta
Gapoktan untuk mendukung pasangan Humas.
Mahkamah
berpendapat, Pihak Terkait telah melakukan pelanggaran yang sistematis
dan masif yang menciderai nilai-nilai “bebas” dan “jujur” dalam
pelaksanaan pemilihan umum sebagaimana telah diatur dalam Pasal 22E ayat
(1) UUD 1945.
Menurut
Mahkamah, sengketa dalam proses pemilukada kerap terjadi karena tahap
perkembangan sosial politik dari masyarakat dan aparatur serta
pelaksana pemilu yang dipandang belum bisa melepaskan diri dari kultur
birokrasi masa lalu. Selain itu, karena adanya kelemahan ketentuan
peraturan perundang-undangan tentang wewenang lembaga yang bertugas
menyelesaikan sengketa yang timbul dalam proses Pemilukada.
Lebih
lanjut dalam pembacaan putusan, Mahkamah memaparkan bahwa di dalam UUD
1945, asas kedaulatan rakyat (demokrasi) selalu dikaitkan dengan asas
negara hukum (nomokrasi) sebagaimana diatur di dalam Pasal 1 ayat (3)
UUD 1945. Sebagai konsekuensi logisnya, demokrasi tidak dapat dilakukan
berdasarkan pergulatan kekuatan-kekuatan politik an sich, tetapi juga harus dapat dilaksanakan sesuai dengan aturan hukum.
Oleh
sebab itu, keputusan yang hanya berdasar kehendak suara terbanyak
semata-mata, dapat dibatalkan oleh pengadilan jika di dalamnya terdapat
pelanggaran terhadap nomokrasi (prinsip-prinsip hukum) yang bisa
dibuktikan secara sah di pengadilan.
Alhasil,
dalam amar putusan sebelum menjatuhkan putusan akhir, Mahkamah
menangguhkan berlakunya Keputusan KPU Kab. Gresik No.
80/Kpts/KPU-Gresik-014.329707/2010, bertanggal 1 Juni 2010, tentang
Penetapan Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara dalam
Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten Gresik
Tahun 2010.
Selanjutnya,
Mahkamah memerintahkan kepada KPU Kab. Gresik untuk melakukan
pemungutan suara ulang Pemilukada Kab. Gresik Tahun 2010 di Kecamatan
Bungah, Driyorejo, Menganti, Kedamean, Benjeng, Cerme, Duduksampeyan,
Kecamatan Kebomas, dan Kecamatan Balong Panggang.
Terakhir,
melaporkan kepada Mahkamah hasil pemungutan suara ulang tersebut
selambat-lambatnya 60 hari setelah putusan ini dibacakan. (Nur Rosihin Ana)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar