Selasa, 22 September 2015

Pasang Surut Pilkada

Pemilihan umum kepala daerah dan wakil kepala daerah (pilkada) secara langsung oleh rakyat, pertama kali digelar di Indonesia pada Juni 2005. Sebelumnya, kepala daerah dan wakilnya, dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Adapun asas hukum pilkada langsung yaitu Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang menggantikan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999. Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, maka mulai Juni 2005 kepala daerah dan wakil kepala daerah (gubernur, bupati, walikota) dipilih secara langsung oleh rakyat.
Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, pilkada belum masuk dalam rezim pemilihan umum (pemilu). Baru setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum, pilkada masuk dalam rezim pemilu, sehingga dinamakan pemilukada.
Penyelenggaraan Pilkada secara langsung menjelma menjadi isu krusial pada 2014. Hal ini mendorong Pemerintah untuk mengusulkan RUU Pilkada. DPR dalam sidang Paripurna 25 September 2014, memutuskan RUU Pilkada usulan Pemerintah ini menjadi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota. UU Pilkada ini pada intinya mengembalikan mekanisme pemilihan kepala daerah menjadi tidak langsung. Dengan kata lain, penentuan kepala daerah dipilih oleh DPRD.
Beberapa alasan yang mendasari pemilihan tidak langsung antara lain, pilkada langsung menyebabkan maraknya politik uang, biaya politik yang tinggi menjadi penghalang munculnya calon berkualitas, memunculkan politik balas budi, dan penghematan anggaran cukup signifikan. Pilkada langsung dituding menjadi pemicu konflik horizontal di masyarakat. Selain itu, maraknya kasus kepala daerah yang terpilih dalam pilkada banyak yang menjadi tersangka. Bahkan penangkapan mantan Ketua MK M. Akil Mochtar oleh KPK, juga terkait sengketa pilkada di MK.
Layu sebelum berkembang. Begitulah nasib Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2014. Di tengah polemik pro-kontra pilkada oleh DPRD, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menerbitkan dua peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) terkait pilkada, pada Kamis 2 Oktober 2014. Yakni Perppu Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota (Perppu Pilkada). Perppu ini mencabut berlakunya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2014 yang mengatur mekanisme pemilihan kepala daerah secara tidak langsung melalui DPRD. Salah satu pertimbangan lahirnya perppu ini adalah karena Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2014 mendapatkan penolakan yang luas oleh rakyat dan proses pengambilan keputusannya telah menimbulkan persoalan serta kegentingan yang memaksa sesuai Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 138/PUU-VII/2009.
Kemudian Perppu Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Perppu ini intinya menghapus tugas dan wewenang DPRD untuk memilih kepala daerah.
Perppu Nomor 1 Tahun 2014 disahkan menjadi Undang-Undang dalam Rapat paripurna DPR RI yang digelar pada Selasa 20 Januari 2015. Pemerintah selanjutnya menetapkannya sebagai Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-Undang.
Namun, lagi-lagi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 ini pun tak luput dari revisi. Lalu lahirlah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-Undang (UU Pilkada).

Nur Rosihin Ana

Dalam Rubrik Laporan Utama Majalah “Konstitusi” No. 103 September 2015, hal. 21.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More