Prestasi olahraga di Indonesia cenderung menurun dalam
beberapa tahun terakhir. Centang-perenang tata kelola olahraga di Indonesia
berbanding simetris dengan minimnya prestasi atlet kita. Tengoklah hasil yang
mengecewakan pada ajang bergengsi SEA Games XXVII tahun 2013 di Myanmar.
Perolehan medali atlet-atlet kita sangat jauh dari target. Posisi Indonesia
hanya mampu bertengger di peringkat empat pesta olahraga negara-negara Asean tersebut.
Ironi, menurunnya prestasi justru disebabkan oleh
hal-hal yang tidak berkaitan dengan olahraga. Perorangan maupun kelompok
kepentingan ikut bermain dalam organisasi olahraga. Organisasi olahraga menjadi
ajang perebutan kepentingan politik. Masyarakat Indonesia sibuk berpolemik
ihwal kisruh yang menimpa organisasi olahraga. Kisruh yang berkepanjangan
mengakibatkan terabaikannya pengelolaan, pembinaan, dan pengembangan olahraga
prestasi.
Renggangnya hubungan Komite Olahraga Nasional Indonesia
(KONI) dan Komite Olimpiade Indonesia (KOI) menambah panjang deretan permasalahan
keolahragaan nasional. Dua institusi tinggi olahraga nasional ini terlibat
konflik. Sengketa kewenangan menjadi sumber konflik KONI-KOI.
Konflik antara KONI dan KOI sangat mengganggu
eksistensi pembinaan organisasi dan pencapaian prestasi atlet. Konflik
organisasi yang berimbas pada menurunnya prestasi atlet merupakan masalah yang
harus diselesaikan.
Sejatinya, tidak ada yang perlu diributkan, apalagi
berujung konflik berkepanjangan. Apa yang terjadi hanya masalah koordinasi
antara KONI dan KOI dalam mengimplementasikan tugas, kewenangan, dan
kewajibannya. Sebab KONI dan KOI masing-masing memiliki kewenangan yang cukup
tegas. Penyelenggaraan pekan olahraga nasional menjadi tugas KONI. Sedangkan
Penyelenggaraan olahraga internasional menjadi tugas KOI. Adapun induk
organisasi cabang olahraga bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan kejuaraan
olahraga tingkat nasional dan tingkat internasional.
Tidak terjadi duplikasi antara tugas, fungsi, maupun
pengakuan internasional terhadap KONI maupun KOI. Diibaratkan sekeping mata
uang logam, satu sisinya adalah KONI dan sisi yang lain adalah KOI. Tidak
terdapat tumpang tindih kewenangan antara keduanya. Masing-masing dapat bekerja
berdasarkan tupoksinya untuk memajukan prestasi olahraga di Indonesia.
KONI dan KOI harus memiliki visi dan misi yang sama
dalam tata kelola olahraga. Terlebih lagi dalam waktu dekat akan digelar ajang
SEA Games 2015. Sejumlah turnamen lainnya juga membutuhkan persiapan yang
matang, yaitu Olimpiade 2016, dan Asian Games 2018. Indonesia sebagai shahibul
bait (tuan rumah) penyelenggaraan Asian Games 2018 tentu dituntut betul-betul
siap dan mampu menyumbang prestasi yang optimal dalam setiap cabang kompetisi.
Sinergi dan kerjasama KONI-KOI menjadi angin segar bagi
para atlet dan pelatih untuk bangkit meraih prestasi. Rakyat Indonesia akan
bangga menyematkan garuda di dada, manakala prestasi olahraga Indonesia mampu
bicara di tingkat dunia.
Nur Rosihin Ana
Editorial Majalah Konstitusi No. 98 April 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar