Selasa, 21 April 2015

Menengahi Konflik KONI-KOI

Prestasi olahraga di Indonesia cenderung menurun dalam beberapa tahun terakhir. Centang-perenang tata kelola olahraga di Indonesia berbanding simetris dengan minimnya prestasi atlet kita. Tengoklah hasil yang mengecewakan pada ajang bergengsi SEA Games XXVII tahun 2013 di Myanmar. Perolehan medali atlet-atlet kita sangat jauh dari target. Posisi Indonesia hanya mampu bertengger di peringkat empat pesta olahraga negara-negara Asean tersebut.
Ironi, menurunnya prestasi justru disebabkan oleh hal-hal yang tidak berkaitan dengan olahraga. Perorangan maupun kelompok kepentingan ikut bermain dalam organisasi olahraga. Organisasi olahraga menjadi ajang perebutan kepentingan politik. Masyarakat Indonesia sibuk berpolemik ihwal kisruh yang menimpa organisasi olahraga. Kisruh yang berkepanjangan mengakibatkan terabaikannya pengelolaan, pembinaan, dan pengembangan olahraga prestasi.
Renggangnya hubungan Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) dan Komite Olimpiade Indonesia (KOI) menambah panjang deretan permasalahan keolahragaan nasional. Dua institusi tinggi olahraga nasional ini terlibat konflik. Sengketa kewenangan menjadi sumber konflik KONI-KOI.
Konflik antara KONI dan KOI sangat mengganggu eksistensi pembinaan organisasi dan pencapaian prestasi atlet. Konflik organisasi yang berimbas pada menurunnya prestasi atlet merupakan masalah yang harus diselesaikan.
Sejatinya, tidak ada yang perlu diributkan, apalagi berujung konflik berkepanjangan. Apa yang terjadi hanya masalah koordinasi antara KONI dan KOI dalam mengimplementasikan tugas, kewenangan, dan kewajibannya. Sebab KONI dan KOI masing-masing memiliki kewenangan yang cukup tegas. Penyelenggaraan pekan olahraga nasional menjadi tugas KONI. Sedangkan Penyelenggaraan olahraga internasional menjadi tugas KOI. Adapun induk organisasi cabang olahraga bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan kejuaraan olahraga tingkat nasional dan tingkat internasional.
Tidak terjadi duplikasi antara tugas, fungsi, maupun pengakuan internasional terhadap KONI maupun KOI. Diibaratkan sekeping mata uang logam, satu sisinya adalah KONI dan sisi yang lain adalah KOI. Tidak terdapat tumpang tindih kewenangan antara keduanya. Masing-masing dapat bekerja berdasarkan tupoksinya untuk memajukan prestasi olahraga di Indonesia.
KONI dan KOI harus memiliki visi dan misi yang sama dalam tata kelola olahraga. Terlebih lagi dalam waktu dekat akan digelar ajang SEA Games 2015. Sejumlah turnamen lainnya juga membutuhkan persiapan yang matang, yaitu Olimpiade 2016, dan Asian Games 2018. Indonesia sebagai shahibul bait (tuan rumah) penyelenggaraan Asian Games 2018 tentu dituntut betul-betul siap dan mampu menyumbang prestasi yang optimal dalam setiap cabang kompetisi.
Sinergi dan kerjasama KONI-KOI menjadi angin segar bagi para atlet dan pelatih untuk bangkit meraih prestasi. Rakyat Indonesia akan bangga menyematkan garuda di dada, manakala prestasi olahraga Indonesia mampu bicara di tingkat dunia.



Nur Rosihin Ana
Editorial Majalah Konstitusi No. 98 April 2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More