Yayasan dilarang memberi gaji kepada
pembina dan pengawas. UU Yayasan digugat.
Tidak semua profesi dan jabatan serta merta
mendapatkan imbalan berbentuk gaji atau sejenisnya. Tengoklah misalnya jabatan
pembina dan pengawas yayasan yang terlarang mendapatkan imbalan gaji.
Pembina dan pengawas yayasan sama sekali tidak digaji.
Bahkan terlarang menerima gaji, upah, honorarium, yang bersumber dari kekayaan
yayasan. Pelanggaran terhadap hal ini pun berbuntut sanksi pidana. Demikian
ketentuan dalam Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 70 ayat (1) dan ayat (2)
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16
Tahun 2001 tentang Yayasan (UU Yayasan).
Dahlan Pido, Pembina Yayasan Toyib Salmah Habibie,
merasa dirugikan akibat berlakunya ketentuan tersebut. Sebagai pembina yayasan,
Dahlan terlarang menerima dana yang bersumber dari kekayaan yayasan. Dahlan
lalu melayangkan permohonan uji materi UU Yayasan ke MK. Permohonan Dahlan
diregistrasi oleh Kepaniteraan Mahkamah dengan Nomor 5/PUU-XIII/2015.
Dahlan yang hadir di persidangan tanpa didampingi
kuasa hukum menyatakan pengecualian terhadap pembina untuk mendapatkan gaji,
telah melanggar prinsip keadilan dan persamaan di depan hukum. Dahlan
mendalilkan, kegiatan yayasan dilakukan secara bersama-sama oleh pengurus,
pembina, dan pengawas.
Oleh karena itu menurut Dahlan, selayaknya hak-hak
pembina juga diperlakukan sama dengan pengurus, termasuk hak untuk mendapatkan
gaji. “Pembina dan pengurus, serta pengawas sama-sama bekerja melaksanakan
tugas untuk tercapainya tujuan yayasan,” kata Dahlan Pido dalam persidangan
pemeriksaan pendahuluan di MK, Kamis (22/1/2015).
Menurut Dahlan, ketentuan Pasal 5 ayat (1) dan ayat
(2), Pasal 70 ayat (1) dan ayat (2) UU Yayasan bertentangan dengan Pasal 27
ayat (1), Pasal 28D ayat (1), dan Pasal 28I ayat (2) UUD 1945. Oleh karena itu,
dalam petitum, Dahlan meminta Mahkamah menyatakan ketentuan dalam UU Yayasan
tersebut bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak berkekuatan hukum mengikat.
Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2) UU Yayasan(1) Kekayaan Yayasan baik berupa uang, barang, maupun kekayaan lain yang diperoleh Yayasan berdasarkan Undang-Undang ini, dilarang dialihkan atau dibagikan secara langsung atau tidak langsung, baik dalam bentuk gaji, upah, maupun honorarium, atau bentuk lain yang dapat dinilai dengan uang kepada Pembina, Pengurus dan Pengawas.(2) Pengecualian atas ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat ditentukan dalam Anggaran Dasar Yayasan bahwa Pengurus menerima gaji, upah, atau honorarium, dalam hal Pengurus Yayasan:a. Bukan pendiri Yayasan dan tidak terafiliasi dengan Pendiri, Pembina, dan Pengawas; danb. Melaksanakan kepengurusan Yayasan secara langsung dan penuh.Pasal 70 ayat (1) dan ayat (2) UU Yayasan(1) Setiap anggota organ Yayasan yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun.(2) Selain pidana penjara, anggota organ yayasan sebagaimana dimaksu dalam ayat (1) juga dikenakan pidana tambahan berupa kewajiban mengembalikan uang, barang, atau kekayaan yayasan yang dialihkan atau dibagikan.
Halal Jadi Haram
Kerugian konstitusional akibat berlakunya ketentuan
dalam UU Yayasan ini, juga dirasakan oleh Safri Nurmantu. Kiprah Safri di
yayasan antara lain, sebagai pendiri Yayasan Ilomata/STIAMI dan Yayasan Nurul
Amal.
Sebagai dosen sekaligus pembina dan pengurus yayasan,
Safri memberikan kuliah, merancang, mengawasi sistem pendidikan yang didirikan
oleh yayasan. “Dengan adanya UU Yayasan tersebut, imbalan yang tadinya halal di
hadapan Allah dan di hadapan negara, berubah menjadi haram di hadapan negara,”
kata Safri Nurmantu saat bertindak sebagai ahli dalam persidangan kali keempat
yang digelar di MK, Senin (16/3/15).
Sarang Pencucian Uang
Menanggapi permohonan Dahlan Dipo, anggota Komisi III
DPR RI Junimart Girsang mengungkapkan adanya kecenderungan mendirikan yayasan
untuk berlindung di balik status badan hukum yayasan. Kecenderungan lainnya,
yayasan didirikan untuk memperkaya diri para pendiri, pengurus, dan pengawas,
atau untuk kegiatan pencucian uang. “Ada dugaan yayasan digunakan untuk
menampung kekayaan yang berasal dari para pendiri atau pihak lain yang
diperoleh dengan cara melawan hukum,” kata Junimart Girsang saat menyampaikan
keterangan DPR RI dalam persidangan MK, Selasa (24/2/2015).
Salah satu upaya hukum untuk mencegah kecenderungan
tersebut, terang Junimart, maka diatur dalam Pasal 5 ayat (1) UU Yayasan.
Pelarangan pengalihan dan pembagian kekayaan yayasan sebagaimana ketentuan
Pasal 5 ayat (1) UU Yayasan dimaksudkan agar kekayaan yayasan hanya
dipergunakan untuk mencapai maksud dan tujuan didirikannya yayasan yaitu
sebagai wadah untuk pengembangan kegiatan sosial, keagamaan, kemanusiaan, dan
tidak untuk kepentingan lainnya. Hal ini secara tegas diatur dalam Pasal 26
ayat (4) UU Yayasan.
Kemudian mengenai pengujian Pasal 70 UU Yayasan, DPR
berpendapat bahwa ketentuan pemberian sanksi adalah merupakan bagian dari upaya
penegakan hukum agar ketentuan yang diatur dalam norma-norma UU Yayasan
khususnya Pasal 5 Undang-Undang Yayasan dapat dipatuhi, sehingga maksud dan
tujuan dari dibentuknya UU Yayasan dapat terwujud. Hal tersebut telah sejalan
dengan prinsip negara hukum dan kepastian hukum sebagaimana diamanatkan pada
Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945.
Mengembalikan Fungsi Yayasan
Sejatinya, yayasan merupakan badan hukum yang
mempunyai maksud dan tujuan bersifat sosial, keagamaan, dan kemanusiaan.
Yayasan mempunyai organ yang terdiri atas Pembina, Pengurus, dan Pengawas.
Ketiga organ yayasan ini masing-masing memiliki fungsi, wewenang, dan tugas
yang tegas. Hal ini untuk menghindari kemungkinan konflik intern yayasan yang
tidak hanya dapat merugikan kepentingan yayasan melainkan juga pihak lain.
Menurut Pemerintah, ketentuan Pasal 5 UU Yayasan
bertujuan untuk memisahkan kekayaan yayasan dengan kekayaan pendirinya. Demi
tercapainya tujuan yayasan dan untuk menjamin yayasan tidak disalahgunakan,
maka seseorang yang menjadi pembina, pengurus, dan pengawas yayasan harus
bekerja secara sukarela tanpa menerima gaji, upah, atau honor tetap.
Pada umumnya pendiri yayasan merupakan donator
sekaligus pengurus. Sebelum adanya UU Yayasan, banyak terjadi pendiri merangkap
jabatan sebagai pengurus atau sebaliknya. “Hal ini mengakibatkan timbulnya
kepentingan pribadi dari pengurus yayasan yang tentu saja dapat merugikan
yayasan,” kata Direktur Jenderal Peraturan Perundang-undangan Kementerian Hukum
dan Hak Asasi Manusia, Wicipto Setiadi, saat menyampaikan keterangan Pemerintah
dalam persidangan di MK, Selasa (24/2/2015).
Sudah sewajarnya ada perbedaan antara pengurus sebagai
pendiri dan pengurus yang tidak terafiliasi dengan pendiri. Pemerintah
menegaskan ketentuan ini tidak diskriminatif dan tidak bertentangan dengan
Pasal 28I ayat (2) UUD 1945.
Nur Rosihin Ana
Rubrik Ruang Sidang Majalah Konstitusi No. 98 April
2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar