Terpidana kasus perbankan, Fara Novia Manoppo, melalui kuasanya, Ichwan Heru Putranto,
menyatakan keberatan terhadap ketentuan dalam Pasal 49 ayat (1) huruf c
UU Perbankan yang mensyaratkan adanya pidana maksimal dan minimal serta
denda maksimal dan minimal. Demikian sidang uji materi UU Perbankan
yang digelar di Mahkamah Konstitusi, Rabu (14/12/2011).
Pasal
49 Ayat (1) huruf c UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan UU Nomor 7
Tahun 1992 tentang Perbankan (UU Perbankan) menyatakan: “Anggota dewan
komisaris, direksi, atau pegawai bank yang dengan sengaja: c. mengubah,
mengaburkan, menyembunyikan, menghapus, atau menghilangkan adanya suatu
pencatatan dalam pembukuan atau dalam laporan, maupun dalam dokumen atau
laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening suatu bank,
atau dengan sengaja mengubah, mengaburkan, menghilangkan, menyembunyikan
atau merusak catatan pembukuan tersebut, diancam dengan pidana penjara
sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun
serta denda sekurang-kurangnya Rp. 10.000.000.000,- (sepuluh miliyar
rupiah) dan paling banyak Rp. 20.000.000.000,- (dua puluh milyar
rupiah)”.
Menurut Pemohon, ketentuan pasal tersebut bertentangan dengan Pasal 28D Ayat (1) UUD 1945. “Ketentuan
yang terdapat dalam Pasal 49 ayat (1)c Undang-Undang Perbankan
bertentangan dengan prinsip pengakuan, jaminan, perlindungan dan
kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum
yang merupakan hak asasi, sebagaimana dimaksud oleh Pasal 28D ayat (1)
UUD 1945,” kata Ichwan Heru Putranto, kuasa hukum Fara.
Sebagaimana
dalam uraian permohonan, Fara Novia Manoppo diputus bersalah oleh
Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara karena melakukan tindak pidana
perbankan yang terjadi pada Bank OCBC NISP Tbk. Cabang Kelapa Gading
sebesar Rp. 385.520.000. Amar Putusan PN Jakarta Utara Nomor:
86/Pid.Sus/2011.PN.Jkt.Ut tertanggal 20 April 2011, menjatuhkan pidana
penjara enam tahun dan denda 10 milyar rupiah.
Sanksi
pidana penjara dan pidana denda tersebut dijatuhkan berdasarkan pada
ketentuan Pasal 49 (1) C UU Perbankan. Fara menganggap putusan PN
Jakarta Utara memberatkan dan merugikan hak-hak konstitusionalnya.
Terlebih lagi jika dibandingkan dengan sanksi pada tindak pidana
Pencucian Uang, tindak pidana Korupsi atau bahkan tindak pidana
Penggelapan.
Di
sisi lain, Majelis Hakim PN Jakarta Utara yang yang mengadili Fara,
tidak mungkin menghukum Fara dengan sanksi pidana di bawah lima tahun
karena jika hal tersebut dilakukan, maka Majelis Hakim tersebut telah
melanggar ketentuan dan aturan dalam UU Perbankan.
Persidangan
pendahuluan untuk perkara Nomor 82/PUU-IX/2011 ini dilaksanakan Panel
Hakim Konstitusi yaitu Ahmad Fadlil Sumadi sebagai Ketua, didampingi
Achmad Sodiki dan Muhammad Alim. Menanggapi permintaan Fara agar
Mahkamah menerbitkan Putusan Sela yang memerintahkan PN Jakarta Utara
untuk menghentikan dan atau menunda penghukuman pidana, Hakim Konstitusi
Acmad Sodiki menyatakan permintaan ini bukan merupakan wewenang
Mahkamah. “Kita tidak punya kewenangan untuk mencampuri pengadilan
negeri,” kata Sodiki. (Nur Rosihin Ana)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar