Jakarta,
MKOnline - Uji konstitusionalitas materi UU 13/2003 tentang
Ketenagakerjaan (UU Tenaker) kembali digelar di Mahkamah Konstitusi
(MK), Rabu (6/4/2011) pagi. Dalam persidangan perkara Nomor
19/PUU-IX/2011 dengan agenda pemeriksaan perbaikan permohonan ini,
Pemohon melakukan perubahan cukup fundamental, khususnya mengenai
kedudukan hukum (legal standing) Pemohon.
Semula
Pemohon mengambil kedudukan hukum sebagai Serikat Pekerja Mandiri
(SPM) Hotel Papandayan Bandung. Setelah mendengar nasihat dan arahan
Panel Hakim pada sidang pemeriksaan pendahuluan (11/3) lalu, pada
persidangan kali ini Pemohon mengambil posisi hukum sebagai perorangan
warga negara Indonesia. Pemohon beralasan SPM Hotel Papandayan bukan
sebuah badan hukum. “Pada hari ini kami tidak lagi memakai Serikat
Pekerja, karena Serikat Pekerja bukan badan hukum,” kata Pemohon Asep
Ruhiyat.
Sementara
itu, Anggota Panel Hakim Konstitusi M. Akil Mochtar kembali mengritisi
tuntutan permohonan (petitum) Pemohon. Pada petitum poin 4, Pemohon
meminta pemulihan hak-hak konstitusionalnya, yaitu hak untuk bekerja dan
mendapatkan imbalan di Hotel Papandayan Bandung. Menurut Akil,
permintaan seperti itu tidak dapat dilakukan oleh Hakim MK dalam
pengujian UU. “Mahkamah tentu tidak dapat menentukan itu, terkecuali
menyatakan bahwa norma pasal yang diuji itu bertentangan dengan
Undang-Undang Dasar dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” terang
Akil. Kemudian, terkait dengan pengembalian hak, Akil menyarankan
Pemohon menempuh jalur hukum di luar MK.
Lebih
lanjut Akil membuat tamsil untuk mempermudah pemahaman Pemohon
sekaligus menghindari salah persepsi mengenai permohonan pengujian UU di
MK. “Seandainya permohonan ini dikabulkan oleh Mahkamah, tentu
Mahkamah hanya menyatakan bahwa norma yang ada di dalam Pasal 164 ayat
(3) UU Ketenagakerjaan itu bertentangan dengan Undang-Undang Dasar dan
dia tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Jadi Pasal itu mati sudah,
maka dia mengikat seluruh stakeholder, baik perusahaan maupun pekerja
di seluruh Indonesia,” lanjut Akil.
Sebagaimana
persidangan sebelumnya (11/3/2011), tiga orang karyawan yang mengalami
PHK Hotel Papandayan Bandung, yaitu Asep Ruhiyat, Suhesti Dianingsih,
dan Bambang Mardiyanto, dalam permohonannya merasa hak
konstitusionalnya yang dijamin oleh Pasal 28D ayat (2) UUD 1945
terlanggar akibat berlakunya Pasal 164 ayat 3 UU Tenaker. Pasal 164
ayat (3) UU Tenaker menyatakan, “Pengusaha dapat melakukan pemutusan
hubungan kerja tehadap pekerja/buruh karena perusahaan tutup bukan
karena mengalami kerugian 2 (dua) tahun berturut-turut atau bukan
karena keadaan memaksa (force majeur) tetapi perusahaan melakukan
efisiensi dengan ketentuan pekerja/buruh berhak atas uang pesangon
sebesar 2 (dua) kali ketentuan Pasal 156 Ayat (2), uang penghargaan
masa kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 Ayat (3), dan uang
penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 Ayat (4).
Pemohon
mendalilkan Hotel Papandayan tempat pemohon bekerja, melakukan
renovasi untuk meningkatkan kualitas hotel dari bintang empat menjadi
bintang lima. Namun, renovasi gedung yang dilakukan berakibat di-PHKnya
karyawan Hotel Papandayan. (Nur Rosihin Ana/mh)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar