Jakarta,
MKOnline – Tanpa alasan jelas, Fahri Alamudie mangkir di persidangan
Mahkamah Konstitusi (MK) yang digelar pada Senin (11/4/2011).
Persidangan yang rencananya digelar pukul 13.00 WIB ini sempat tertunda
karena Pemohon belum menunjukkan tanda-tanda kehadiran di MK.
Selanjutnya, Panel Hakim membuka persidangan pukul 13:24 WIB. Namun,
karena Pemohon tidak juga hadir di persidangan dengan agenda
pemeriksaaan perbaikan permohonan, akhirnya Panel Hakim terpaksa menutup
persidangan pada pukul 13:26 WIB.
“Oleh
karena Pemohon untuk perkara nomor 22/PUU-IX/2011 tidak hadir, maka
sidang saya nyatakan ditutup,” kata Ketua Panel Achmad Sodiki seraya
mengetok palu sidang sebanyak tiga kali pertanda persidangan ditutup.
Sebagaimana
persidangan pendahuluan, (18/3), Mahkamah memeriksa uji materi
konstitusionalitas materi UU 20/2000 tentang Perubahan Atas UU 21/1997
tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) yang diajukan
oleh Fahri Alamudie.
Fahri
yang kala itu hadir di persidangan tanpa didampingi kuasa hukum,
mengadukan hak konstitusionalnya terlanggar akibat berlakunya Pasal 2
ayat (2) huruf b UU BPHTB yang menyatakan: “Perolehan hak atas tanah
dan atau bangunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi: b.
pemberian hak baru karena: 1. kelanjutan pelepasan hak; 2. di luar
pelepasan hak.” Ketentuan tersebut menurut Pemohon, bertentangan dengan
Pasal 34 ayat (3) UUD 1945.
Fahri
mendalilkan membeli sebidang tanah. Saat jual-beli dia sudah dikenakan
pajak. Namun, saat pemberian hak baru, dia dikenakan pajak lagi.
Menurutnya, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan dalam pemberian
hak baru tidak dapat dibenarkan karena pemberian hak baru bukanlah suatu
peristiwa hukum seperti yang diatur dalam UU 20/2000. Sehingga
menurutnya, pemberian hak baru kepada pemilik lahan/tanah dan bangunan
adalah kewajiban pemerintah karena pemerintah memperoleh pendapatan
setiap tahun dari pajak tanah/lahan tersebut, yaitu berupa pajak bumi
dan bangunan. (Nur Rosihin Ana/mh)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar