Tidak ada unsur-unsur yang mengarah liberalisasi dalam UU Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan karena Pemerintah, dalam UU a quo, mempunyai kekuatan untuk menentukan harga jual. Tarif ke konsumen ditentukan Pemerintah dengan persetujuan DPR.
Demikian dikatakan Toemiran saat memberikan keterangan dalam kapasitasnya sebagai Ahli dari Pemerintah dalam sidang uji materi UU Ketenagalistrikan, Kamis (25/3), di ruang sidang pleno MK. Perkara Nomor 149/PUU-VII/2009 dihadiri Pemohon, Ahli Pemohon, Pemerintah dan Ahli dari Pemerintah.
David
Hall, Ahli Pemohon dari Public Services International Research Unit
(PSIRU) University of Greenwich, didampingi penerjemah Muhammad Taufik,
dalam testimoninya di depan Majelis Hakim Konstitusi, menyatakan kebijakan liberalisasi kelistrikan di Inggris pada 1990 berdampak pada kenaikan harga listrik. "Liberalisasi
juga menyebabkan perusahaan-perusahaan pembangkit listrik mengalami
kebangkrutan, termasuk di dalamnya (sepertiga) adalah pembangkit nuklir," kata Hall sebagaimana diterjemahkan Taufik.
Lebih lanjut Hall memaparkan, saat Thailand dan Mexico memberlakukan liberalisasi sektor kelistrikan, masalah ini dibawa ke MK masing-masing negara yang pada akhirnya memutuskan bahwa liberalisasi itu bertentangan dengan hukum.
Sedangkan,
Ahli Pemohon, Luis C. Corral menyatakan, selama 10 tahun
restrukturisasi kelistrikan di Philipina, yang terjadi adalah, pertama,
tidak adanya penurunan harga. Kedua, adanya dominasi kepemilikan
keluarga dalam sektor kelistrikan, dan ketiga, konsumen menjadi korban.
Sementara itu, Ahli Pemerintah, Toemiran, mengakui biaya produksi listrik di Indonesia masih mahal dibandingkan
kemampuan ekonomi Indonesia. Tapi Pemerintah masih bertanggung jawab
memberi subsidi sehingga yang diterima masyarakat dalam bentuk tarif
lebih rendah dari biaya produksi. "Karena
kesalahan prediksi di masa lalu yang tidak sesuai dengan kemampuan
proyeksi, sehingga kita masih mempersiapkan pembangkit-pembangkit
berbahan bakar minyak yang notabene berpengaruh pada biaya produksi," kilah Toemiran.
Dahlan
Iskan, Dirut PLN, dalam keterangannya menjelaskan bahwa UU
Ketenagalistrikan tidak mengarah ke liberalisasi. Sampai saat ini
distribusi dan transmisi 100% masih dipegang PLN. Sedangkan pembangkitan
16% swasta dan sisanya dikuasai PLN. "Sehingga jauh sekali dari
gambaran ketakutan swastanisasi atau liberalisasi," tegas Dahlan. (Nur Rosihin Ana)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar