Selasa, 20 Januari 2015

Refleksi

Jejak langkah MK dalam menjaga denyut nadi konstitusi selama 2014 patut menjadi refleksi sekaligus bahan evaluasi dalam rangka peningkatan kualitas kinerja di masa berikutnya. Sejak berdiri 11 tahun yang lalu, MK pernah mengalami krisis kepercayaan dari masyarakat. Hal ini bermula dari kasus yang menimpa mantan Ketua MK M. Akil Mochtar, kala usia MK memasuki satu dasarwarsa. Seketika lentera MK meredup malam itu, Rabu, 2 Oktober 2013. Akil Mochtar terjerat operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di rumah dinas Ketua MK.
Memilukan, panas dalam satu dasawarsa dihapus hujan semalam. Akil berulah, seluruh jajaran MK terkena getah. Sejarah telah menorehkan noktah hitam pada lembaga MK. Bukan hal mudah membangun kembali kepercayaan masyarakat pencari keadilan di antara serpihan puing yang terserak. Sayap-sayap independensi dan imparsialitas hakim serasa patah dihantam krisis kepercayaan.
Badai berlalu. Ujian yang menimpa MK berangsur surut. Muruah mahkamah berangsur pulih. Tiang pancang konstitusi kembali tegak. Sembilan hakim konstitusi dengan daya dukung Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal berupaya maksimal mengikis krisis kepercayaan terhadap MK. Independensi dan imparsialitas yang dituangkan MK dalam setiap putusannya, cukup memberi kesan kepada rakyat Indonesia, bahwa lembaga ini masih layak untuk kembali mendapatkan kepercayaan dari masyarakat.
Tahun 2014 merupakan tahun politik. Dua agenda besar berskala nasional digelar pada 2014, yaitu pemilu legislatif (pileg) dan pemilu presiden/wakil presiden (Pilpres). Pileg digelar pada 9 April 2014. Berselang tiga bulan kemudian, tepatnya pada 9 Juli 2014, digelar Pilpres.
Pelaksanaan Pemilu 2014 menjadi indikasi bahwa bangsa Indonesia kian dewasa dalam berdemokrasi. Sukses Pemilu 2014 merupakan hasil kerja keras seluruh pihak, termasuk di dalamnya peran MK sebagai lembaga pengawal konstitusi dan demokrasi.
Hasil Pileg dan Pilpres yang ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyisakan sengketa di MK. Seluruh elemen di MK bergerak cepat, tepat, dan akurat berpacu dengan waktu 30 hari kerja menangani perselisihan hasil Pileg 2014. Begitu pula saat menangani pilpres. Tenggat waktu 14 hari kerja bukanlah waktu yang luang untuk menyelesaikan perkara sengketa Pilpres.
Sepanjang 2014, MK telah melaksanakan tiga kewenangan konstitusional dari empat kewenangan dan satu kewajiban yang dimilikinya. Tiga kewenangan dimaksud yaitu menguji konstitusionalitas UU, memutus perkara SKLN, dan memutus perselisihan hasil Pemilu yang meliputi Perselisihan Hasil Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (PHPU Kada), Pileg dan Pipres.
Proses peradilan yang cepat, bersih, transparan, imparsial dan memberikan putusan yang menjunjung tinggi prinsip keadilan, menjadi modal MK untuk bangkit dari keterpurukan. Selain itu, dalam menegakkan keadilan, MK mengedepankan keadilan substantif, yaitu keadilan yang lebih didasarkan pada kebenaran material/substansi daripada hanya kebenaran formal/prosedural.
Ikhtiar dan ijtihad telah ditempuh MK dalam menangani permasalahan hukum dan ketatanegaraan. Wujud dari ikhtiar dan ijtihad MK adalah berupa putusan yang betul-betul mencerminkan keadilan substansial.

Editorial Majalah Konstitusi No. 95 januari 2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More