Jejak
langkah MK dalam menjaga denyut nadi konstitusi selama 2014 patut menjadi
refleksi sekaligus bahan evaluasi dalam rangka peningkatan kualitas kinerja di
masa berikutnya. Sejak berdiri 11 tahun yang lalu, MK pernah
mengalami krisis kepercayaan dari masyarakat. Hal ini bermula dari kasus yang
menimpa mantan Ketua MK M. Akil Mochtar, kala usia MK memasuki satu dasarwarsa.
Seketika lentera MK meredup malam itu, Rabu, 2 Oktober 2013. Akil Mochtar
terjerat operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di
rumah dinas Ketua MK.
Memilukan, panas
dalam satu dasawarsa dihapus hujan semalam. Akil berulah, seluruh jajaran MK
terkena getah. Sejarah telah menorehkan noktah hitam pada lembaga MK. Bukan hal
mudah membangun kembali kepercayaan masyarakat pencari keadilan di antara
serpihan puing yang terserak. Sayap-sayap independensi dan imparsialitas hakim
serasa patah dihantam krisis kepercayaan.
Badai berlalu.
Ujian yang menimpa MK berangsur surut. Muruah mahkamah berangsur pulih. Tiang
pancang konstitusi kembali tegak. Sembilan
hakim konstitusi dengan daya dukung Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal
berupaya maksimal mengikis krisis kepercayaan terhadap MK. Independensi dan
imparsialitas yang dituangkan MK dalam setiap putusannya, cukup memberi kesan
kepada rakyat Indonesia, bahwa lembaga ini masih layak untuk kembali
mendapatkan kepercayaan dari masyarakat.
Tahun 2014 merupakan tahun politik. Dua
agenda besar berskala nasional digelar pada 2014, yaitu pemilu legislatif
(pileg) dan pemilu presiden/wakil presiden (Pilpres). Pileg digelar pada 9
April 2014. Berselang tiga bulan kemudian, tepatnya pada 9 Juli 2014, digelar
Pilpres.
Pelaksanaan Pemilu 2014 menjadi indikasi
bahwa bangsa Indonesia kian dewasa dalam berdemokrasi. Sukses Pemilu 2014
merupakan hasil kerja keras seluruh pihak, termasuk di dalamnya peran MK
sebagai lembaga pengawal konstitusi dan demokrasi.
Hasil Pileg dan Pilpres yang ditetapkan
oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyisakan sengketa di MK. Seluruh elemen di
MK bergerak cepat, tepat, dan akurat berpacu dengan waktu 30 hari kerja
menangani perselisihan hasil Pileg 2014. Begitu pula saat menangani pilpres.
Tenggat waktu 14 hari kerja bukanlah waktu yang luang untuk menyelesaikan
perkara sengketa Pilpres.
Sepanjang 2014, MK telah melaksanakan tiga
kewenangan konstitusional dari empat kewenangan dan satu kewajiban yang
dimilikinya. Tiga kewenangan dimaksud yaitu menguji konstitusionalitas UU,
memutus perkara SKLN, dan memutus perselisihan hasil Pemilu yang meliputi
Perselisihan Hasil Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (PHPU Kada),
Pileg dan Pipres.
Proses peradilan yang cepat, bersih, transparan,
imparsial dan memberikan putusan yang menjunjung tinggi prinsip keadilan,
menjadi modal MK untuk bangkit dari keterpurukan. Selain itu, dalam menegakkan
keadilan, MK mengedepankan keadilan substantif, yaitu keadilan yang lebih
didasarkan pada kebenaran material/substansi daripada hanya kebenaran
formal/prosedural.
Ikhtiar dan ijtihad telah ditempuh MK dalam
menangani permasalahan hukum dan ketatanegaraan. Wujud dari ikhtiar dan ijtihad
MK adalah berupa putusan yang betul-betul mencerminkan keadilan substansial.
Editorial Majalah Konstitusi No. 95 januari 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar