Jakarta,
MKOnline – Berbagai upaya hukum telah ditempuh Idrus Nawawi dan
Haimingsi Hapsari untuk mencari keadilan. Namun semuanya tidak berpihak
sebagaimana harapan keduanya.
Idrus
dan Haimingsi mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) oleh Direksi PT
Semen Baturaja, sebuah BUMN tempat di mana mereka bekerja. Idrus dan
Hamingsi menilai tindakan Direksi PT Semen Baturaja yang mem-PHPK mereka
bertentangan dengan UU Serikat Pekerja/Serikat Buruh. Demikian paparan
Pemohon dalam sidang pendahuluan uji materi UU 21/2000 tentang Serikat
Pekerja/Serikat Buruh yang digelar di Mahkamah Konstitusi (MK),
Selasa (22/2/2011).
Pemohon
Idrus Nawawi dan Hamingsi Hapari adalah mantan Ketua dan mantan
Sektretaris PUK SP KEP SPSI PT Semen Baturaja Site Baturaja. Keduanya
memohonkan uji materil Pasal 1 Ayat (8) UU 21/2000 tentang Serikat
Pekerja/Serikat Buruh.
Dalam
paparannya di depan sidang panel MK, Idrus menyatakan, sewaktu
menjabat Ketua dan Sekretaris SPSI PT Semen Baturaja, Idrus dan
Haimingsi melaporkan dugaan korupsi di tubuh PT Semen Baturaja.
Pelaporan ini mengakibatkan keduanya di-PHK. Merasa diperlakukan tidak
adil, keduanya pun melakukan upaya hukum yaitu melaporkan Direksi PT
Semen Baturaja ke Polda Sumatera Selatan (Sumsel) dengan tuduhan
menghalang-halangi kegiatan Serikat Pekerja dengan cara mem-PHK. Namun,
Polda Sumsel menghentikan penyidikan dengan alasan tindakan Direksi PT
Semen Baturaja bukan ranah pidana. “Kami tidak menerima penghentian
penyidikan atas laporan kami,” imbuh Idrus menyampaikan keberatan.
Selanjutnya,
Idrus menempuh jalur hukum mempra-peradilan-kan SP3 Polda Sumsel ke PN
Palembang. Namun putusan PN Palembang No.01/Pra-Per/Akte-Pid/2006
tanggal 10 Februari 2006 antara lain menyatakan, SP3 yang dikeluarkan
oleh Polda Sumsel adalah sah menurut hukum. Tidak terima dengan putusan
PN Palembang, Idrus pun mengajukan kasasi ke MA, namun permohonannya
juga ditolak. “Permohonan kasasi kami ditolak oleh Mahkamah Agung dengan
alasan perkara yang tidak dapat diajukan kasasi antara lain putusan
tentang praperadilan,” terangnya.
Akhirnya,
Idrus mengajukan PK ke MA. Lagi-lagi permohonannya ditolak. “Karena
itu kami melakukan upaya hukum yang terakhir untuk menentukan apakah
benar kapasitas kami di dalam menjalankan kegiatan ini dilindungi oleh
UU, khususnya UU Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat
Buruh,” lanjut Idrus.
Berdasarkan
keterangan saksi ahli dari Dinas Tenaga Kerja Kab. OKU Prov. Sumsel,
terang Idrus, bahwa PT Semen Baturaja yang merupakan perusahaan BUMN,
tidak tunduk pada UU 21/2000. Pasal 1 ayat (8) UU 21/2000 menyatakan:
“Perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang berbadan hukum atau tidak,
milik orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum, baik milik
swasta maupun milik negara yang memperkerjakan pekerja/buruh dengan
memberi upah atau imbalan dalam bentuk lain”.
Dalam
tuntutannya, Idrus dan Haimingsi memohonkan agar Pasal 1 ayat (8) UU
21/2000 dinyatakan tidak bertentangan dengan UUD 1945. Selain itu,
Pemohon meminta tindakan Direksi PT. Semen Baturaja yang mem-PHPK
Pemohon, tunduk pada UU Serikat Pekerja tersebut.
Selanjutnya,
Pemohon juga meminta MK menyatakan Ketetapan tentang penghentian
penyidikan yang dikeluarkan oleh Termohon dengan No. Pol:
S.Tap/89.b/XI/2005/Um/Dit. Reskrim SS, tgl 18 November 2005 tidak sah
menurut hukum dan memerintahkan Kepolisian Negara RI melanjutkan
penyidikan terhadap laporan para Pemohon kepada Polda Sumsel No. Pol:
LP/159-K/III/2002 Yanmas Polda Sumsel Tanggal 28 Maret 2002. “Kami
mengharapkan kepada majelis hakim Mahkamah Konstitusi RI kiranya
berkenan memberikan putusan yang seadil-adilnya,” pinta Idrus di akhir
paparannya.
“Salah Kamar”
Sidang
dengan agenda pemeriksaan pendahuluan untuk perkara Nomor
13/PUU-IX/2011 ini dilaksanakan oleh panel hakim Achmad Sodiki sebagai
Ketua Panel, didampingi Anggota Panel Ahmad Fadlil Sumadi dan M. Akil
Mochtar. Achmad Sodiki menyarankan Pemohon menghubungi Panitera MK untuk
mendapatkan arahan mengenai format permohonan yang benar. Sodiki juga
menjelaskan mengenai pengujian UU di MK. “Yang menjadi wewenang
Mahkamah adalah pengujian UU yang dianggap bertentangan dengan UUD
1945,” jelas Sodiki. Selain itu, Sodiki menyarankan Pemohon menguraikan
tentang kerugian konstitusional yang dideritanya.
Mengkritisi permohonan, M. Akil Mochtar menyatakan permohonan belum memenuhi syarat untuk diajukan ke MK. Sebab, kata Akil, yang diuji di MK adalah pasal atau ayat dalam UU yang dianggap bertentangan dengan UUD 1945. “Sementara petitum Saudara malah menyatakan bahwa Pasal Pasal 1 angka 8 itu tidak bertentangan dengan UUD 1945. Ini salah kamar” kata Akil. Sedangkan Ahmad Fadlil Sumadi menilai hak yang dimaksudkan Pemohon bukanlah termasuk hak konstitusional. Senada dengan Akil, Fadlil juga menilai permohonan “salah kamar”. (Nur Rosihin Ana).
Mengkritisi permohonan, M. Akil Mochtar menyatakan permohonan belum memenuhi syarat untuk diajukan ke MK. Sebab, kata Akil, yang diuji di MK adalah pasal atau ayat dalam UU yang dianggap bertentangan dengan UUD 1945. “Sementara petitum Saudara malah menyatakan bahwa Pasal Pasal 1 angka 8 itu tidak bertentangan dengan UUD 1945. Ini salah kamar” kata Akil. Sedangkan Ahmad Fadlil Sumadi menilai hak yang dimaksudkan Pemohon bukanlah termasuk hak konstitusional. Senada dengan Akil, Fadlil juga menilai permohonan “salah kamar”. (Nur Rosihin Ana).
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar