Jakarta,
MKOnline - Widodo Edy Budianto kembali hadir di persidangan Mahkamah
Konstitusi (MK), Rabu (9/2/2011) untuk menjalani sidang lanjutan uji
materi UU Hak Pensiun Pegawai. Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada Kantor
Administrator Pelabuhan Tegal ini mempermasalahkan hak pensiunnya
sebagai seorang PNS setelah diberhentikan dengan tidak hormat. Pemohon
mengaku saat dirinya diberhentikan dengan tidak hormat, usianya
menginjak 50 tahun dengan masa kerja selama 24 tahun.
Widodo
mengujikan materi Pasal 9 ayat (1) huruf a UU 11/1969 tentang Pensiun
Pegawai dan Pensiun Janda/Duda Pegawai yang menyatakan, “pegawai yang
diberhentikan dengan hormat sebagai pegawai negeri berhak menerima
pensiun pegawai, jikalau ia pada saat pemberhentiannya sebagai pegawai
negeri telah mencapai usia sekurang-kurangnya 50 tahun dan mempunyai
masa kerja untuk pensiun sekurang-kurangnya 20 tahun.” Menurutnya, Pasal
9 ayat (1) huruf a UU 11/1969 bertentangan dengan Pasal 27 Ayat (1)
dan Ayat (2), Pasal 28A, Pasal 28D Ayat (1) dan Ayat (2), Pasal 28G
Ayat (1), Pasal 28H Ayat (1) dan Ayat (2), Pasal 28I Ayat (1) dan Ayat
(2), Pasal 28I Ayat (4) dan Ayat (5) UUD 1945.
Sidang
untuk perkara Nomor 7/PUU-IX/2011 ini dilaksanakan oleh Panel Hakim
Achmad Sodiki sebagai (ketua panel), Muhammad Alim dan Hamdan Zoelva.
Dalam persidangan dengan agenda pemeriksaan perbaikan permohonan ini,
Widodo menjelaskan beberapa dalil yang melatarbelakangi permohonannya.
Pertama,
tidak ada ketentuan dalam UU maupun Peraturan Pemerintah (PP) mengenai
pemberhentian PNS, baik dengan hormat maupun tidak dengan hormat
karena alasan melanggar disiplin. “Tidak ada ketentuan yang menyatakan
bahwa semua pegawai negeri sipil diberhentikan atau harus diberhentikan
dengan hormat atau tidak dengan hormat sebagai pegawai negeri karena
tidak masuk atau melanggar disiplin,” kata Widodo mendalilkan.
Kedua,
Keputusan Menteri Perhubungan (Menhub) mengenai pemberhentian terhadap
dirinya secara tidak hormat berdasarkan PP 30/1980. “Saya dijerat
dengan PP 30 Tahun 1980,” kata Widodo. Berdasarkan PP 30/1980, jelas
Widodo, tidak terdapat pasal tentang penjatuhan sanksi, baik dengan
hormat maupun tidak dengan hormat. “Dengan demikian maka SK Menhub itu
tidak ada landasan hukumnya,” lanjutnya.
Setelah
mengemukakan dalil-dalil permohonan, Widodo menyampaikan perbaikan
permohonan. Pertama, keputusan pemberhentian tidak dengan hormat
melanggar UUD 1945 dan Pancasila. “Karena Pemohon tidak melakukan tindak
pidana kejahatan yang berhubungan dengan jabatan dan tidak melakukan
penyelewengan ideologi Negara Pancasila, UUD 1945 dan tidak melakukan
kegiatan menentang Negara atau Pemerintah,” ujarnya.
Seharusnya,
menurut Widodo, dirinya diberhentikan sementara dan mendapatkan uang
tunggu. Kemudian, setelah mencapai usia 56 tahun dan mempunyai masa
kerja 10 tahun, maka dia berhak mendapat uang pensiun. “Karena Pemohon
sudah bekerja 13 tahun dan telah melebihi batas usia pensiun yang telah
ditetapkan Undang-Undang Nomor 8/1974 disempurnakan Peraturan
Pemerintah Nomor 32/1979 pasal 18,” papar Widodo.
Dalam
perbaikan permohonan, Widodo meminta Mahkamah menyatakan SK
pemberhentian dengan tidak hormat, yaitu SK 18/KT 602/PHB/1998 yang
disempurnakan dengan SK 399/2001 tidak mungkin dilaksanakan. “Seharusnya
yang diberlakukan SK pemberhentian dengan hormat dengan berhak atas
pensiun sebagaimana dalam UU Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok
Kepegawaian atau Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 55 Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3041 disempurnakan Peraturan Pemerintah RI Nomor 32 Tahun
1979 pasal 18, sebagai penggantinya,” pungkas Widodo. (Nur Rosihin
Ana/mh)
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar