Tujuan utama peradilan adalah untuk
menegakkan hukum dan keadilan. Hukum dan keadilan harus dapat dijalankan secara
beriringan. Hukum tidak akan dapat berjalan tanpa keadilan, demikian juga
sebaliknya. Untuk itu, sebagai penyelenggara sistem peradilan, pengadilan
mempunyai posisi yang penting.
Dalam sistem peradilan, pengadilan membantu
pencari keadilan dan berusaha mengatasi segala hal yang menghambat tercapainya
peradilan yang sederhana, cepat, dan biaya ringan. Dengan kata lain, pengadilan
merupakan instansi resmi yang melaksanakan sistem peradilan berupa memeriksa,
mengadili dan memutus perkara, yang berfungsi untuk membantu para pihak yang
mencari keadilan (justiciabelen). Peradilan harus terbebas dari campur
tangan, negosiasi dan kompromi dengan kekuasaan manapun (independen), karena
proses hukum dalam sistem peradilan yang adil dan dapat dipercaya merupakan
dambaan bagi para pencari keadilan.
Demikian juga dengan keberadaan hakim dalam
sebuah pengadilan. Hakim mempunyai kewajiban untuk menggali, mengikuti, dan
memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat. Hakim
dalam menjalankan tugas yudisialnya, baik dalam pemeriksaan maupun memutus
perkara tidak boleh memihak dan dipengaruhi oleh siapapun (imparsial).
Keberpihakan hakim semata kepada kebenaran dan keadilan.
Putusan merupakan mahkota bagi hakim.
Putusan hakim merupakan hasil ijtihad untuk menerapkan hukum. Bahkan dalam
kondisi tertentu, jika dalam sebuah perkara tidak diketemukan dasar hukumnya,
maka hakim pengadilan tidak boleh menolak perkara dan tetap harus memeriksa,
mengadili dan memutusnya. Hakim kemudian dapat melakukan interpretasi
(penafsiran) dan konstruksi dalam rangka penemuan hukum (rechtsvinding).
Setiap putusan hakim mengandung kekuatan
ilahiah. Sebab dalam setiap putusan terdapat irah-irah eksekutorial “Demi
keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Nama Tuhan selalu disebut dalam
kepala putusan. Maka tak mengherankan jika muncul adagium yang menyatakan,
putusan hakim sama dengan putusan Tuhan (that judgment was that of God).
Oleh karena itu, ijtihad hakim dalam memutus perkara harus dianggap benar
karena dia mewakili putusan Tuhan.
Putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan
hukum tetap, memiliki tiga sifat kekuatan sehingga putusan tersebut harus
dilaksanakan, yakni kekuatan mengikat, kekuatan bukti dan kekuatan untuk
dilaksanakan. Oleh karena itu, putusan pengadilan wajib dilaksanakan dan
dihormati serta ditaati oleh setiap subjek hukum baik perseorangan maupun
korporasi.
Pencari keadilan mengajukan perkara ke
lembaga peradilan adalah untuk mendapatkan keadilan. Kemudian yang lebih
penting adalah pelaksanaan putusan (eksekusi), yakni setelah putusan tersebut
final dan memperoleh kekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde),
karena sebuah putusan pengadilan dianggap selesai apabila putusan tersebut
dilaksanakan atau dieksekusi.
Putusan yang telah berkekuatan hukum tetap,
memiliki kekuatan untuk dilaksanakan. Putusan yang telah berkekuatan hukum
tetap, tidak dapat diubah atau diganggu gugat oleh siapapun bahkan oleh cabang
kekuasaan lain. Putusan tersebut juga sifatnya mengikat, wajib dipatuhi oleh
siapapun. Hal ini senada dengan kaidah Ushul Fikih yang menyatakan, keputusan
hakim itu wajib dipatuhi dan menghilangkan perbedaan (hukmul hâkim ilzâmun wayarfa’ul
khilâf).
Semua pihak harus menghormati dan menaati
putusan pengadilan, tidak terkecuali pihak bank. Kini, tiada lagi alasan bagi
pengurus bank untuk mengabaikan putusan pengadilan dengan berlindung di bawah
peraturan tertentu yang berlaku pada sektor perbankan. Pengurus bank juga harus
tunduk pada penetapan eksekusi yang merupakan proses hukum yang melekat satu
kesatuan dengan putusan hakim yang telah berkekuatan hukum tetap.
Putusan pengadilan tidak ada artinya
apabila tidak dilaksanakan. Dengan kata lain, putusan hakim yang tidak dapat
dilaksanakan (non executable) adalah putusan yang tidak bermanfaat.
Putusan pengadilan harus dihormati.
Pengabaian terhadap putusan hakim merupakan pelanggaran terhadap hukum dan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Nur
Rosihin Ana
Dalam
Rubrik Editorial Majalah Konstitusi No. 101 – Juli 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar