Senin, 20 Juli 2015

Taati Putusan Pengadilan

Tujuan utama peradilan adalah untuk menegakkan hukum dan keadilan. Hukum dan keadilan harus dapat dijalankan secara beriringan. Hukum tidak akan dapat berjalan tanpa keadilan, demikian juga sebaliknya. Untuk itu, sebagai penyelenggara sistem peradilan, pengadilan mempunyai posisi yang penting.
Dalam sistem peradilan, pengadilan membantu pencari keadilan dan berusaha mengatasi segala hal yang menghambat tercapainya peradilan yang sederhana, cepat, dan biaya ringan. Dengan kata lain, pengadilan merupakan instansi resmi yang melaksanakan sistem peradilan berupa memeriksa, mengadili dan memutus perkara, yang berfungsi untuk membantu para pihak yang mencari keadilan (justiciabelen). Peradilan harus terbebas dari campur tangan, negosiasi dan kompromi dengan kekuasaan manapun (independen), karena proses hukum dalam sistem peradilan yang adil dan dapat dipercaya merupakan dambaan bagi para pencari keadilan.
Demikian juga dengan keberadaan hakim dalam sebuah pengadilan. Hakim mempunyai kewajiban untuk menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat. Hakim dalam menjalankan tugas yudisialnya, baik dalam pemeriksaan maupun memutus perkara tidak boleh memihak dan dipengaruhi oleh siapapun (imparsial). Keberpihakan hakim semata kepada kebenaran dan keadilan.
Putusan merupakan mahkota bagi hakim. Putusan hakim merupakan hasil ijtihad untuk menerapkan hukum. Bahkan dalam kondisi tertentu, jika dalam sebuah perkara tidak diketemukan dasar hukumnya, maka hakim pengadilan tidak boleh menolak perkara dan tetap harus memeriksa, mengadili dan memutusnya. Hakim kemudian dapat melakukan interpretasi (penafsiran) dan konstruksi dalam rangka penemuan hukum (rechtsvinding).
Setiap putusan hakim mengandung kekuatan ilahiah. Sebab dalam setiap putusan terdapat irah-irah eksekutorial “Demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Nama Tuhan selalu disebut dalam kepala putusan. Maka tak mengherankan jika muncul adagium yang menyatakan, putusan hakim sama dengan putusan Tuhan (that judgment was that of God). Oleh karena itu, ijtihad hakim dalam memutus perkara harus dianggap benar karena dia mewakili putusan Tuhan.
Putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap, memiliki tiga sifat kekuatan sehingga putusan tersebut harus dilaksanakan, yakni kekuatan mengikat, kekuatan bukti dan kekuatan untuk dilaksanakan. Oleh karena itu, putusan pengadilan wajib dilaksanakan dan dihormati serta ditaati oleh setiap subjek hukum baik perseorangan maupun korporasi.
Pencari keadilan mengajukan perkara ke lembaga peradilan adalah untuk mendapatkan keadilan. Kemudian yang lebih penting adalah pelaksanaan putusan (eksekusi), yakni setelah putusan tersebut final dan memperoleh kekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde), karena sebuah putusan pengadilan dianggap selesai apabila putusan tersebut dilaksanakan atau dieksekusi.
Putusan yang telah berkekuatan hukum tetap, memiliki kekuatan untuk dilaksanakan. Putusan yang telah berkekuatan hukum tetap, tidak dapat diubah atau diganggu gugat oleh siapapun bahkan oleh cabang kekuasaan lain. Putusan tersebut juga sifatnya mengikat, wajib dipatuhi oleh siapapun. Hal ini senada dengan kaidah Ushul Fikih yang menyatakan, keputusan hakim itu wajib dipatuhi dan menghilangkan perbedaan (hukmul hâkim ilzâmun wayarfa’ul khilâf).
Semua pihak harus menghormati dan menaati putusan pengadilan, tidak terkecuali pihak bank. Kini, tiada lagi alasan bagi pengurus bank untuk mengabaikan putusan pengadilan dengan berlindung di bawah peraturan tertentu yang berlaku pada sektor perbankan. Pengurus bank juga harus tunduk pada penetapan eksekusi yang merupakan proses hukum yang melekat satu kesatuan dengan putusan hakim yang telah berkekuatan hukum tetap.
Putusan pengadilan tidak ada artinya apabila tidak dilaksanakan. Dengan kata lain, putusan hakim yang tidak dapat dilaksanakan (non executable) adalah putusan yang tidak bermanfaat.
Putusan pengadilan harus dihormati. Pengabaian terhadap putusan hakim merupakan pelanggaran terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Nur Rosihin Ana

Dalam Rubrik Editorial Majalah Konstitusi No. 101 – Juli 2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More