Jakarta,
MKOnline – Tjahjadi Nugroho dan Aryanto Nugroho, masing-masing sebagai
Komisaris dan Direktur Utama PT. Tlaga Reksa Jaya, Semarang, Jawa
Tengah, harus berlapang dada, setelah Mahkamah Konstitusi (MK) tidak
menerima permohonan keduanya dalam sidang pengucapan putusan pada Senin
(25/7/2011).
“Menyatakan permohonan Pemohon tidak dapat diterima,” kata Ketua Pleno Hakim MK, Moh. Mahfud MD saat membacakan amar putusan perkara 4/PUU-IX/2011 mengenai Uji Materi Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) dan UU 4/2004 tentang Kekuasaan Kehakiman.
Permasalahan hukum yang diajukan oleh Pemohon adalah mengenai pengujian materiil terhadap materi muatan Pasal 616, Pasal 617, Pasal 618, Pasal 619, Pasal 620, dan Pasal 1918 KUH Perdata; Pasal 19 Peraturan Pemerintah (PP) 10/1961 tentang Pendaftaran Tanah; Pasal 1 Peraturan Menteri Agraria 14/1961 tentang Permintaan dan Pemberian Izin Pemindahan Hak atas Tanah; Pasal 23 dan Pasal 37 ayat (1) PP 24/1997; Pasal 1, Pasal 23, Pasal 28, dan Pasal 33 UU 4/2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, terhadap UUD 1945.
Mahkamah dalam pendapatnya yang dibacakan Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati menyatakan, Pemohon mendalilkan diri sebagai badan hukum publik dan badan hukum privat sekaligus. “Namun Mahkamah berpendapat bahwa para Pemohon hanya memenuhi kualifikasi sebagai badan hukum privat, sebagaimana dimaksud Pasal 51 ayat (1) huruf c UU MK,” kata Maria.
Permohonan Kabur
“Menyatakan permohonan Pemohon tidak dapat diterima,” kata Ketua Pleno Hakim MK, Moh. Mahfud MD saat membacakan amar putusan perkara 4/PUU-IX/2011 mengenai Uji Materi Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) dan UU 4/2004 tentang Kekuasaan Kehakiman.
Permasalahan hukum yang diajukan oleh Pemohon adalah mengenai pengujian materiil terhadap materi muatan Pasal 616, Pasal 617, Pasal 618, Pasal 619, Pasal 620, dan Pasal 1918 KUH Perdata; Pasal 19 Peraturan Pemerintah (PP) 10/1961 tentang Pendaftaran Tanah; Pasal 1 Peraturan Menteri Agraria 14/1961 tentang Permintaan dan Pemberian Izin Pemindahan Hak atas Tanah; Pasal 23 dan Pasal 37 ayat (1) PP 24/1997; Pasal 1, Pasal 23, Pasal 28, dan Pasal 33 UU 4/2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, terhadap UUD 1945.
Mahkamah dalam pendapatnya yang dibacakan Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati menyatakan, Pemohon mendalilkan diri sebagai badan hukum publik dan badan hukum privat sekaligus. “Namun Mahkamah berpendapat bahwa para Pemohon hanya memenuhi kualifikasi sebagai badan hukum privat, sebagaimana dimaksud Pasal 51 ayat (1) huruf c UU MK,” kata Maria.
Permohonan Kabur
Menurut
Mahkamah, meskipun Pemohon memenuhi kualifikasi sebagai badan hukum
privat dalam pengujian UU terhadap UUD 1945, namun Pemohon tidak
menjelaskan kerugian yang dialaminya. Padahal Mahkamah dalam sidang
pendahuluan tanggal 17 Januari 2011 telah melakukan pemeriksaan
permohonan dan memberikan nasihat-nasihat supaya Pemohon memperbaiki dan
melengkapi permohonan paling lama 14 hari. Namun, Pemohon tidak
memperbaiki permohonan, sedangkan tenggang waktu perbaikan telah
terlampaui.
Oleh karena itu, Mahkamah memeriksa permohonan Pemohon yang telah diregistrasi tersebut tanpa perubahan. Mahkamah menilai substansi permohonan kabur. “Terhadap substansi permohonan Pemohon, Mahkamah menilai materi permohonan Pemohon kabur (obscuur libel),” lanjut Maria.
Mahkamah menyatakan tidak perlu lagi memeriksa dan mempertimbangkan pokok permohonan karena substansi permohonan Pemohon kabur dan tidak memenuhi syarat sebagaimana dimaksud oleh Pasal 51 ayat (1) dan ayat (2) UU MK. Dengan demikian, menurut Mahkamah, Pemohon tidak mempunyai kedudukan hukum (legal standing). (Nur Rosihin Ana/mh)
Oleh karena itu, Mahkamah memeriksa permohonan Pemohon yang telah diregistrasi tersebut tanpa perubahan. Mahkamah menilai substansi permohonan kabur. “Terhadap substansi permohonan Pemohon, Mahkamah menilai materi permohonan Pemohon kabur (obscuur libel),” lanjut Maria.
Mahkamah menyatakan tidak perlu lagi memeriksa dan mempertimbangkan pokok permohonan karena substansi permohonan Pemohon kabur dan tidak memenuhi syarat sebagaimana dimaksud oleh Pasal 51 ayat (1) dan ayat (2) UU MK. Dengan demikian, menurut Mahkamah, Pemohon tidak mempunyai kedudukan hukum (legal standing). (Nur Rosihin Ana/mh)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar