Materi Iklan dan promosi rokok telah menyimpang dari fakta yang
sebenarnya, bersifat manipulatif dan metamorfosa. Momentum olahraga,
seni, musik, dan kegiatan lainnya, menjadi sasaran empuk iklan rokok untuk memperluas
pangsa pasar perokok dari berbagai kalangan. Tak mengherankan
jika industri rokok gemar melakukan kegiatan atau
menjadi sponsor kegiatan olah raga. Iklan rokok juga seringkali mewarnai
pagelaran musik dengan menghadirkan artis domestik maupun mancanegara.
Siar iklan niaga promosi rokok dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran (UU Penyiaran) telah merubah paradigma karakter rokok. Karakter zat adiktif dalam
kandungan rokok telah berubah seakan-akan menjadi hal yang normal, lazim, bahkan
menjadi sesuatu
yang positif. Pasal 46 ayat (3) huruf c UU Penyiaran menyatakan, “Siaran iklan
niaga dilarang melakukan: (c) promosi rokok yang memperagakan wujud rokok.”
Slogan yang mengusung citra “kejantanan, kebersamaan,
kenikmatan tertinggi”, menjadi siar
iklan niaga
rokok.
Selain itu, siar iklan rokok menggunakan frasa “enjoy
aja,” “gak ada loe gak rame.” Slogan tersebut
sangat menyesatkan, pemutarbalikan fakta dan manipulasi
informasi karena memberikan pembenaran terhadap informasi yang tidak sehat dan merusak
mental, pikiran dan psikologis agar mendorong setiap orang yang melihat
iklan promosi rokok untuk membeli produk rokok (zat adiktif).
Fakta-fakta tersebut membuktikan industri rokok dengan
sengaja mendesain,
membuat dan menyiarkan iklan promosi rokok dengan memanfaatkan/menggunakan berbagai
momentum atau tema kontemporer yang berkaitan dengan kesadaran atau
kecenderungan atau kegiatan umum yang dilakoni para remaja (secara yuridis masih
termasuk batas
usia anak). Strategi, materi dan cara serta momen siar
iklan promosi
rokok yang sedemikian rupa, bukan tanpa perencanaan, tapi melalui survei
dan studi yang cukup komprehenship. Target yang pasar yang dibidik yaitu perokok
pemula (anak-anak) dan mempertahankan
loyalitas perokok.
Dorong Konsumsi
Promosi
iklan rokok melalui lembaga penyiaran merupakan bentuk kegiatan yang dimaksudkan untuk mempengaruhi,
membujuk, atau mengajak konsumen
membeli atau menggunakan produk (barang) yang diiklankan atau dipromosikan. Laporan “US Surgeon General” menyebutkan, iklan dan promosi rokok dapat meningkatkan konsumsi dengan cara: mendorong
anak-anak dan remaja untuk mencoba-coba merokok sehingga kemudian
menjadi pengguna tetap; mendorong
perokok untuk meningkatkan konsumsinya; mengurangi motivasi perokok untuk
berhenti merokok; mendorong mantan perokok untuk mulai merokok
kembali;
membatasi diskusi terbuka dan menyeluruh tentang bahaya merokok akibat ketergantungan
media pada pendapatan iklan rokok; menghambat upaya pengendalian tembakau
karena ketergantungan organisasi penerima sponsor pada perusahaan tembakau; dan menciptakan
lingkungan dimana merokok diterima dan dianggap wajar tanpa
menghiraukan peringatan bahaya merokok bagi kesehatan dengan cara
pemasangan iklan diberbagai tempat, promosi dan pemberian sponsor.
Pengaturan iklan niaga rokok sebagaimana diatur
Pasal 46 ayat (3) huruf c UU Penyiaran, memberikan landasan hukum bahwa
rokok adalah
produk yang aman dikonsumsi dan dapat dijual secara bebas kepada
masyarakat umum, sehingga mengiklankan rokok secara
terbuka kepada masyarakat luas pun dibenarkan.
Padahal, promosi rokok sama artinya dengan promosi nikotin dan
tar serta zat berbahaya
lain yang bersifat adiktif yang mengandung lebih 4000 jenis zat kimia
dengan 69 zat diantaranya bersifat karsinogenik dan bersifat adiktif. Nikotin zat-zat
yang terkandung dalam rokok berdampak negatif bagi kesehatan
masyarakat, ekonomi masyarakat, dan rusaknya generasi muda bangsa.
Demikian dalil permohonan uji materi UU Penyiaran yang dilayangkan oleh Hilarion
Haryoko, Sumiati, Normansyah dan Winarti, Ari Subagio Wibowo dan Catharina
Triwidarti, serta Syaiful Wahid Nurfitri. Kepaniteraan MK meregistrasi
permohonan ini dengan Nomor Perkara 71/PUU-XI/2013 pada Selasa, 16 Juli 2013. MK juga telah membentuk
panel hakim untuk memeriksa perkara ini. Panel hakim MK mengagendakan gelar sidang
pendahuluan pada Kamis (15/8/2013) dan sidang perbaikan permohonan pada Rabu
(28/8/2013). Menurut para Pemohon, ketentuan yang membolehkan
iklan promosi rokok sebagaimana diatur dalam Pasal 46 ayat
(3) huruf c UU Penyiaran sepanjang frasa “yang
memperagakan wujud rokok”, adalah bertentangan dengan Pasal 28A, Pasal 28B ayat (2), Pasal 28C ayat (1) Pasal 28D ayat (1), dan Pasal 28H ayat (1) UUD 1945. Oleh karena itu, para Pemohon meminta MK menyatakan ketentuan
tersebut bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak berkekuatan hukum mengikat.
Nur Rosihin Ana
Catatan Perkara Majalah Konstitusi Edisi Agustus 2013: